Industri Bahan Baku Obat Lokal Bidik Target Ambisius untuk 2022

Periode 2021 merupakan tahun pertama komersialisasi sejumlah produk BBO yang sejak 2016 dikembangkan oleh KFSP.

Reni Lestari

15 Nov 2021 - 18.02
A-
A+
Industri Bahan Baku Obat Lokal Bidik Target Ambisius untuk 2022

Seorang petugas di Apotik Kimia Farma sedang melihat persediaan barang yang dijual di etalase./Kimia Farma

Bisnis, JAKARTA — PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia membidik pertumbuhan penjualan 80 persen pada 2022, menyusul gemilangnya kinerja yang ditorehkan perusahaan bahan baku obat itu pada 2021.

Presiden Direktur PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) Pamian Siregar mengatakan proyeksi tersebut turut memperhitungkan faktor pertambahan molekul bahan baku obat (BBO) yang diserap industri farmasi dan peningkatan penggunaan bahan baku yang kini sudah digunakan.

"Proyeksi pertumbuhan penjualan tahun depan sekitar 80 persen dari prognosis penjualan tahun ini [2021]," kata Pamian kepada Bisnis, Senin (15/11/2021).

Adapun, perusahaan mengeklaim penjualan pada tahun ini tumbuh 450 persen dibandingkan dengan 2020.

Pertumbuhan yang signifikan tersebut disebabkan karena 2021 merupakan tahun pertama komersialisasi sejumlah produk BBO yang sejak 2016 dikembangkan oleh KFSP.

Hingga kini ada 10 molekul BBO yang telah dikembangkan dimana enam di antaranya telah terserap oleh industri farmasi dan mengantongi sertifikat good manufacturing practice (GMP) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sementara itu, empat jenis BBO lainnya masih dalam proses peralihan sumber bahan baku di sejumlah pabrikan farmasi.

Pamian melanjutkan faktor pendorong pertumbuhan lain pada tahun depan yakni rencana pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan dan instrumen yang berpihak pada industri BBO dalam negeri.

Dia juga mengatakan selama masa pandemi, berbagai pemangku kepentingan mulai menyadari urgensi kemandirian BBO di dalam negeri.

Penyebabnya, lebih dari 90 persen BBO yang digunakan di industri farmasi masih didatangkan melalui impor.

Ketika rantai pasok terputus akibat pembatasan di berbagai negara sumber impor BBO, industri farmasi terkena imbasnya dengan waktu tunggu pesanan yang lebih lama dari sebelum pandemi.

"Kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan penggunaan BBO dalam negeri oleh industri farmasi diharapkan dapat meningkatkan penggunaan BBO yang sudah diproduksi KFSP sehingga secara signifikan dapat menurunkan impor BBO pada 2022," jelas Pamian.

Industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh signifikan pada kuartal III/2021 dan menjadi salah satu penopang kinerja manufaktur. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri sebesar 9,71 persen secara year on year (YoY).

Pertumbuhan ditopang oleh melonjaknya permintaan akan barang-barang terkait Covid-19 selama pandemi. Sebelumnya, pertumbuhan industri tercatat 9,15 persen pada kuartal II/2021 dan 11,46 persen pada triwulan pertama tahun ini. 

Lain cerita di industri farmasi, produsen jamu dan obat herbal PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) menyiapkan sejumlah upaya antisipasi jelang penerapan cukai minuman berpemanis pada tahun depan.

Namun demikian, Direktur SIDO Leonard Wibisono enggan membeberkan sejumlah alternatif antisipasi tersebut karena masih dalam pertimbangan.

Selain itu, produsen Kuku Bima itu juga menunggu terbitnya aturan turunan dari regulasi cukai minuman berpemanis.  

"Kami sedang mempersiapkan beberapa alternatif, tetapi tidak dapat berkomentar banyak, karena petunjuk pelaksanaannya belum ada," kata Leonard saat dihubungi, Senin (15/11/2021).

Sebelumnya, penetapan cukai untuk minuman berpemanis tertuang di dalam laporan Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dengan sasaran APBN 2022.

Barang yang terkena ekstensifikasi cukai diantaranya minuman teh dalam kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, serta kopi, minuman berenergi, dan konsentrat.

Besaran cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp1.500 per liter untuk teh dalam kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman bersoda dan sejenisnya.

Sementara itu, mengenai proyeksi kinerja perseroan, Leonard menargetkan pertumbuhan penjualan dan laba bersih sebesar 15 persen pada tahun depan.

Menurutnya, industri jamu dan obat tradisional tetap prospektif meski kasus Covid-19 di dalam negeri mengalami tren penurunan. Hal itu seiring meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan.

Proyeksi tersebut juga didukung pertumbuhan yang konsisten di industri kimia, farmasi, dan obat tradisional selama masa pandemi. Pada kuartal III/2021 saja, industri tersebut tumbuh 9,71 persen secara YoY.

Sementara itu, pada dua kuartal sebelumnya, industri farmasi, kimia, dan obat tradisional mencatatkan ekspansi 9,15 persen pada kuartal II/2021 dan 11,46 persen pada triwulan pertama tahun ini.

"Iya [permintaan tetap tinggi] seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat," ujar Leonard. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.