Industri Furniture Tak Hanya Punya Resiliensi di Tengah Pandemi

Industri furntur merupakan salah satu sektor yang potensial dikembangkan karena didukung dengan ketersediaan sumber daya bahan baku. Di kancah global, industri furnitur mampu berdaya saing karena produknya yang inovatif.

Moh. Fatkhul Maskur

24 Sep 2021 - 13.41
A-
A+
Industri Furniture Tak Hanya Punya Resiliensi di Tengah Pandemi

Pekerja menyelesaikan tahap produksi mebel kayu jati di Desa Mekar Agung Lebak, Banten. Kerajinan mebel berupa kursi, meja, dan tempat tidur yang berbahan dasar limbah kayu jati dan mahoni dengan harga berkisar Rp13 juta hingga Rp5 juta per unit. - Foto Antara, Mansyur S.

Bisnis, JAKARTA - Industri furntur merupakan salah satu sektor yang potensial dikembangkan karena didukung dengan ketersediaan sumber daya bahan baku. Di kancah global, industri furnitur nasional mampu berdaya saing karena produknya yang inovatif.

Industri furnitur sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekpsor, juga berperan penting dalam memberikan kontribusi yang signfikan terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional.

Pada triwulan pertama 2021, kinerja industri furnitur mampu bangkit dan tumbuh positif 8,04% setelah pada periode yang sama tahun lalu berkontraksi 7,28% karena dampak pandemi Covid-19. Selanjutnya, subsektor industri kayu, barang dari kayu, rotan dan furnitur menyumbangkan 2,60% terhadap pertumbuhan kelompok industri agro.

“Artinya, industri furnitur dan kerajinan terbukti memiliki tingkat resiliensi yang tinggi di saat pandemi,” ujarnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Pembukaan Pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) Virtual Showroom 2021, Senin (20/9/2021).

Guna lebih memacu produktivitas dan daya saingnya, Kementerian Perindustrian terus menjaga ketersediaan bahan baku dan mendorong pelaku industri furnitur untuk aktif melakukan inovasi. 

“Peluang pasar furnitur dan kerajinan yang terus tumbuh, harus didukung dengan penyediaan faktor-faktor produksi yang utama, antara lain bahan baku, modal, dan tenaga kerja,” ungkap Agus. Bahan baku industri furnitur dan kerajinan di Indonesia bisa dikatakan cukup melimpah, terutama berasal dari hutan produksi yang memiliki luas 68,8 juta hektare.

Iklim tropis Indonesia juga sangat menguntungkan, berbagai jenis pohon dapat tumbuh dengan cepat. Selain itu, Indonesia merupakan penghasil 80% bahan baku rotan dunia, yang berasal dari berbagai daerah di Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.

Menperin mengemukakan, salah satu faktor yang mendongkrak penjualan produk furnitur di saat pandemi, yaitu adanya peralihan atau reorganisasi signifikan belanja rumah tangga masyarakat, dari yang untuk hiburan, pariwisata atau transportasi, menjadi kebutuhan untuk menata dan merenovasi rumah. 

“Bahkan, aktivitas belanja online selama pandemi juga mendukung peningkatan penjualan furnitur, baik memenuhi pasokan pasar domestik maupun ekspor,” imbuhnya.

Kemenperin mencatat, nilai ekspor produk furnitur (HS 9401-9403) pada 2020 menembus US$1,91 miliar, meningkat 7,6% dari capaian pada 2019 yang senilai US$1,77 miliar. Negara tujuan ekspor terbesar furnitur Indonesia tahun 2020, antara lain adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Belgia, dan Jerman.

“Daya beli pasar terhadap produk furnitur dan kerajinan yang masih tinggi ini perlu untuk terus kita respons dengan penyediaan akses alternatif promosi produk, salah satunya melalui pameran IFEX Virtual Showroom,” ungkap Menperin

Pada sektor industri furnitur, saat ini terdapat 1.114 perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan jumlah kapasitas produksi sebesar 2,9 juta ton per tahun dan total tenaga kerja yang terserap sebanyak 143.119 orang.

KENAIKAN EKSPOR

Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menargetkan capaian nilai ekspor senilai US$5 miliar per tahun (Rp71,24 triliun) pada 2024. Nilai dari pengapalan ke negara lain tersebut dapat dicapai dengan pertumbuhan berkisar 15%-20% per tahun.

"Kami ingin membuat pertumbuhan [nilai ekspor hingga] US$5 miliar per tahun pada 2024. Ada waktu tiga tahun untuk bersiap dan pertumbuhannya harus 15%-20% per tahun," kata Abdul dalam siaran live, Jumat (24/9/2021).

 

Performa industri manufaktur mulai bangkit kembali sejak awal tahun ini, sementara kinerja ekspornya tetap menunjukkan tren positif meski di tengah pandemi Covid-19 yang ditetapkan sejak kuartal pertama 2020. 

Abdul mengatakan pertumbuhan ekspor furnitur Indonesia pada tahun ini masih dipengaruhi sentimen perang dagang AS-China. Menurut catatan HIMKI, ekspor furnitur dari China ke AS mengalami penurunan drastis tahun lalu, dari sekitar US$38 miliar pada 2019 menjadi US$10 miliar saja pada 2020.

Ceruk pasar itulah yang diambil oleh negara-negara pengekspor furnitur lain, termasuk Indonesia. Sementara itu, Abdul mengatakan banyak pengusaha furnitur yang belum menekuni pasar domestik. Sebanyak 98 persen anggota HIMKI, mengkhususkan produknya untuk ekspor.

Dia pun berupaya mendorong keseimbangan penetrasi pasar antara domestik dan ekspor. Idealnya, pemain dalam negeri di pasar domestik mencapai 50 persen sehingga tidak dikuasai oleh merek asing.

Namun, dia mengaku masih kesulitan mendapatkan bahan baku. Dia meminta pemerintah untuk terus mengupayakan keberlanjutan bahan baku furnitur.  

"Lahan Perhutani yang 25 juta hektar belum dioptimalkan, apalagi akan dimanfaatkan untuk perhutanan plus. Perhutani harus disokong besar-besaran supaya bisa menanam pohon besar-besaran," lanjut Abdul. 

IKLIM BERUSAHA

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, pihaknya bertekad untuk terus memfasilitasi kemudahan iklim berusaha bagai para pelaku industri furnitur dan kerajianan.

Instrumen-instrumen yang bisa dimanfaatkan, di antaranya fasilitasi Pusat Logistik Bahan Baku,program revitalisasi mesin/peralatan, fasilitasi Politeknik Furnitur, dan program pengembangan desain furnitur.

Berikutnya, fasilitasi insentif tax holiday, tax allowance, serta superdeduction tax untuk R&D dan vokasi,penerapan SNI dan SKKNI, pengoptimalan TKDN, serta fasilitasi keikutsertaan pada pameran nasional maupun internasional.

“Ketersediaan bahan baku yang melimpah sebagai comparative advantage, didukung dengan kebijakan kemudahan iklim berusaha melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diharapkan dapat mewujudkan industri yang menghasilkan nilai tambah tinggi, berdaya saing global, dan berwawasan lingkungan,” papar Putu.

Plt Dirjen Industri Agro berharap agar industri furnitur dan kerajinan terus melakukan inovasi dan selalu melakukan eksplorasi kekayaan budaya nasional dengan kemasan modern serta mengikuti tren pasar global. 

“Inovasi akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk, tak terkecuali untuk produk furnitur, terutama karena industri furnitur dan kerajinan erat sekali kaitannya dengan life style,” tandasnya. 

Di samping itu, Kemenperingencar memacu penggunaan produk furnitur dan kerajinan produksi dalam negeri.

Selain memiliki daya tahan di tengah pandemi, industri manufaktur terlihat gesit menangkap peluang terutama di pasar ekspor. Selain itu, industri ini juga memiliki dukungan yang kuat dari pemerintah. Industri manufaktur memang tak sekadar mempunyai resiliensi tinggi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.