Ingin Tembus Pasar Korsel, Eksportir RI Buta Manfaat IK-CEPA

Pemerintah Indonesia perlu memperjelas diversifikasi jenis produk ekspor ke pasar Korea Selatan, menyusul pergeseran konsumsi di Negeri Ginseng itu yang beralih pada energi baru terbarukan atau EBT. 

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

8 Des 2021 - 15.29
A-
A+
Ingin Tembus Pasar Korsel, Eksportir RI Buta Manfaat IK-CEPA

Bendera Indonesia-Korea Selatan/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Para eksportir di dalam negeri mendesak pemerintah lebih getol menyosialisasikan manfaat Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA), mengingat Negeri Ginseng sangat potensial sebagai pendongkrak kinerja dagang.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan selama ini eksportir nasional tidak banyak memahami atau bahkan mengetahui manfaat yang bisa mereka adopsi dari IK-CEPA, yang akan diimplementasikan pada 2022.

“[Hal] yang harus dilakukan pemerintah adalah informasi 11.683 pos tarif yang digratiskan [dalam pakta IK-CEPA] kepada pengusaha, bentuk, dan jenis barangnya dalam bahasa di pasar,” ujarnya, Rabu (8/12/2021).

(BACA JUGA: Swiss Terima CPO RI, Akankah Uni Eropa Mengikuti?)

Untuk diketahui, rencana percepatan implementasi IK-CEPA bakal mengikat komitmen Korea Selatan untuk menghapus 11.683 pos tarif atau mencapai 95,5 persen dari keseluruhan pos tarif produk ekspor dari Indonesia.

Besaran penghapusan pos tarif Korea Selatan itu 5,5 persen lebih tinggi dari komitmen di Asean-Korea Free Trade Area (AKFTA) yang mencakup 90 persen pos tarif. 

(BACA JUGA: Manipulasi Impor Baja Gerogoti Upaya Penghiliran Mineral)

Sementara itu, Indonesia mengeliminasi 9.954 pos tarif atau mencapai 92 persen dari keseluruhan pos tarif barang yang diimpor dari Korea Selatan. Penghapusan tarif yang diberlakukan Indonesia itu 5 persen lebih besar  dari komitmen AKFTA.

“Pengusaha mencari pembeli dengan dibantu informasi dari Kedutaan Besar RI di Korea Selatan” kata dia. 

Dalam kaitannya dengan IK-CEPA, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga meminta pemerintah memperjelas diversifikasi jenis produk ekspor ke pasar Korsel, menyusul pergeseran konsumsi di Negeri Ginseng itu yang beralih pada energi baru terbarukan atau EBT. 

Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan pergeseran pola konsumsi pada EBT itu sudah berlangsung selama 10 tahun terakhir.

Konsekuensinya, kinerja ekspor Indonesia yang bertumpu pada batubara ke mengalami penurunan yang signifikan selama 1 dekade terakhir.

Di sisi lain, Indonesia belakangan menghentikan ekspor barang tambang mentah yang juga berkontribusi menekan nilai ekspor ke negara itu. 

“Ketika kinerja ekspor komoditas turun, tidak ada substitusi ekspor yang cukup untuk menutupi penurunan kinerja ekspor komoditas kita ke Korea Selatan,” kata Shinta. 

Shinta berharap percepatan implementasi IK-CEPA dapat mendongkrak diversifikasi komoditas ekspor dalam negeri seiring dengan pergeseran konsumsi di pasar Korea Selatan tersebut. 

“Kami harap ada antusiasme dan agresifitas yang lebih tinggi bagi eksportir Indonesia untuk ekspor ke Korea Selatan. Kami rasa pemerintah perlu lebih gencar menyosialisasikan penggunaan IK-CEPA kepada eksportir nasional,” kata dia. 

Mantan Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto (kiri) dan Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan (Korsel) Sung Yun-mo pada momentum penandatanganan pakta Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) di Seoul, Korsel, Jumat (18/12/2020)./Dok. Kementerian Perdagangan

Manuver diversifikasi komoditas ekspor itu diikuti dengan kenaikan secara perlahan volume dan nilai ekspor produk manufaktur, agrikultura, perikanan, mebel, pakaian atau sepatu, makanan dan minuman.

Kendati, kata Shinta, peningkatan nilai ekspor komoditas itu peningkatannya relatif lambat jika dibandingkan dengan penurunan kinerja ekspor komoditas utama ke Korea Selatan. 

“Ini tentu juga perlu didukung dengan bantuan-bantuan lain seperti perluasan akses pembiayaan ekspor yang terjangkau, memastikan ketersediaan dan efisiensi biaya kontainer ekspor dan merampingkan prosedur-prosedur ekspor yang tidak perlu,” tuturnya. 

Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah otoritas perdagangan, neraca perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan sepanjang Januari hingga September 2021 mengalami defisit mencapai US$254,1 juta. 

Neraca defisit itu berasal dari realisasi impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor. Adapun, nilai impor Indonesia dari Korea Selatan mencapai US$1,56 miliar. Di sisi lain, nilai ekspor berada di posisi US$1,31 miliar. 

Sementara itu, total perdagangan kedua negara sepanjang Januari hingga September 2021 sudah mencapai US$2,88 miliar atau naik mencapai 29,6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$2,22 miliar. 

AKSES PASAR

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga sebelumnya mengatakan akses pasar ekspor ke Korea Selatan bakal terbuka lebar seiring dengan disepakatinya IK-CEPA.

“Menurut data yang kami terima ada 11.687 pos tarif yang masuk ke Korea Selatan itu gratis, barang-barang termasuk UMKM kita juga,” kata Jerry saat sosialisasi hasil perundingan perdagangan IK-CEPA yang disiarkan secara daring, Selasa (7/12/2021). 

Jerry berharap penghapusan pos tarif ke pasar Korea Selatan itu dapat meningkatkan minat eksportir dalam negeri untuk meningkatkan kinerjanya. Alasannya, harga barang Indonesia ke Negeri Ginseng itu bakal lebih bersaing setelah efisiensi dari segi ongkos ekspor.

“Dengan demikian, harapannya bisa memotivasi pelaku ekspor Indonesia untuk mengirim barang ke Korea Selatan. [Keberadaan IK-CEPA] ini keuntungan, oleh karena itu kami terus melakukan sosialisasi,” tuturnya. 

Di sisi lain, Kemendag turut meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera meratifikasi IK-CEPA.

Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan ratifikasi itu perlu dipercepat setelah IK-CEPA itu ditandatangani pemerintah kedua negara pada 18 Desember 2020. 

“Kami mohon bantuan terutama dari Komisi VI kalau bisa kita ratifikasi segera sehingga yang sudah baik ini yang sudah dinegosiasikan ini bisa segera direalisasikan kalau bisa tahun depan,” kata Made. 

Dengan demikian, kata Made, pemerintah tetap dapat menjaga tren surplus neraca dagang saat ini yang relatif bertumpu pada siklus komoditas. Terlebih, Korsel menjadi target pasar untuk diversifikasi ekspor Indonesia pada 2022.

“Walaupun ekspor kita sudah surplus baik, tetapi saya rasa kita diuntungkan oleh harga. Kita harus diversifikasi juga, Korea Selatan salah satu mitra dagang yang penting,” kata dia. 

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengendarai mobil listrik Hyundai usai Penyerahan Mobil Listrik untuk Mendukung Kegiatan Presidensi G20 di Indonesia tahun 2022 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (24/11/2021)./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat

RANTAI PRODUKSI

Dalam perspektif pakar, ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal berpendapat IK-CEPA dapat meningkatkan partisipasi Indonesia untuk terlibat dalam rantai produksi otomotif dan elektronik Korea Selatan. 

“Motifnya untuk meningkatkan ekspor ke Korea Selatan, meningkatkan partisipasi di rantai produksi  sektor otomotif dan elektronik,” kata Fithra. 

Menurut Fithra, Indonesia bisa menyediakan barang setengah jadi (intermediate goods) yang menjadi bagian dari komponen produksi dua sektor strategis dari industri Korea Selatan tersebut.

Apalagi, kata dia, suplai barang setengah jadi dari sektor otomotif dan elektronik itu memiliki nilai tambah yang relatif besar. 

“Kita bisa mendapatkan peluang yang lebih besar ketika kita terikat oleh perjanjian ini dalam jangka menengah hingga panjang. Harapannya, kita bisa mendapatkan limpahan dari sisi pengetahuan dan kapasitas untuk memproduksi sendiri,” tuturnya. 

Di sisi lain, dia mengatakan, Indonesia saat ini lebih kompetitif dari sisi pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang juga menjadi perhatian Korea Selatan. Alasannya, Indonesia sudah memiliki sejumlah pabrik baterai listrik untuk pengembangan industri kendaraan listrik ke depan. 

“Kita bisa menjadi bagian dari agresivitas tersebut, kita mendapat kelimpahan manfaatnya dari strategi Korea Selatan untuk merajai mobil listrik selain Tesla,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.