Ini Subsektor Manufaktur Terboncos Kuartal III/2021

Kendati industri pengolahan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2021, sejumlah subsektor manufaktr justru tercatat mengalami kontraksi pada periode tersebut.

Iim Fathimah Timorria

5 Nov 2021 - 17.59
A-
A+
Ini Subsektor Manufaktur Terboncos Kuartal III/2021

Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Kendati industri pengolahan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2021, sejumlah subsektor manufaktr justru tercatat mengalami kontraksi pada periode tersebut.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan salah satu subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri karet dan barang dari karet yang mengalami penurunan industri pengolahan 2,80 persen secara year on year (YoY).

“Industri karet dan barang dari karet terkontraksi 2,80 persen seiring dengan turunnya pasokan bahan baku karet,” kata Margo dalam konferensi pers, Jumat (5/11/2021).

Subsektor lain yang juga mengalami kontraksi adalah industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,34 persen YoY, industri kertas dan barang dari kertas yang turun 5,37 persen YoY, serta industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik.

Industri pengolahan secara kumulatif, padahal, tumbuh 3,68 persen YoY, dengan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas mencapai 4,12 persen YoY.

Beberapa subsektor yang tumbuh signifikan antara lain industri alat angkutan sebesar 27,48 persen YoY dan industri kimia, farmasi, serta obat-obatan tradisional tumbuh 9,71 persen YoY.

“Industri alat angkutan tumbuh cukup signifikan karena adanya kebijakan terkait insentif pajak pembelian barang mewah, jadi tumbuh cukup tinggi,” jelasnya.

Industri logam dasar juga memperlihatkan pertumbuhan 9,52 persen YoY, imbas dari peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan di pasar tujuan ekspor.

Hal serupa terjadi pada industri makanan dan minuman yang tumbuh 3,49 persen YoY.

Margo menyebutkan kenaikan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya untuk memenuhi kebutuhan domestik dan luar negeri memicu kinerja positif industri makanan dan minuman.

Laporan BPS terkait dengan merosotnya sejumlah subsektor manufaktur unggulan berbanding terbalik dengan klaim pemerintah terkait dengan daya tahan industri pengolahan nonmigas selama pandemi.

Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan resiliensi industri manufaktur dibuktikan dengan kinerja ekspor yang meningkat 31,36% pada periode Januari—Juli 2021.

Selain itu, pada kuartal II/2021 manufaktur juga mencatatkan pertumbuhan 6,91% dengan kontribusi 17,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Resiliensi industri manufaktur setidaknya telah teruji dalam dua krisis, yaitu krisis ekonomi 1998 dan krisis pandemi Covid-19, di mana industri manufaktur mampu kembali bangkit setelah sebelumnya mengalami tekanan yang sangat kuat," katanya.

Setala, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi baru-baru ini juga menyatakan optimisme terhadap peningkatan kinerja ekspor dalam negeri seiring tren ekspansif PMI sejak September 2021.

Adapun, neraca perdagangan pada bulan itu kembali mencatatkan surplus US$4,37 miliar. Surplus tersebut ditopang oleh surplus neraca nonmigas sebesar US$5,30 miliar dan defisit neraca migas mencapai US$0,93 miliar. 

Optimisme peningkatan ekspor ditunjukkan adanya peningkatan PMI manufaktur. Posisi PMI kembali memasuki periode ekspansif setelah selama dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi,” kata Lutfi. 

Lutfi menambahkan beberapa negara mitra dagang Indonesia penyumbang surplus perdagangan terbesar, di antaranya Amerika Serikat, India, dan Filipina dengan jumlah mencapai US$2,68 miliar.

Sementara itu, Australia, Thailand, dan Ukraina menjadi negara mitra penyumbang defisit perdagangan terbesar dengan jumlah US$0,91 miliar. 

Kinerja ekspor pada September 2021 tercatat sebesar US$20,60 miliar. Nilai ini turun dibanding Agustus yang tercatat sebesar US$21,43 miliar atau turun 3,84% secara month to month (MtM).

Penurunan September 2021 didorong melemahnya ekspor migas sebesar 12,56% dan nonmigas sebesar 3,38 persen. Namun, nilai tersebut naik 47,64% secara YoY. 

Pelemahan ekspor nonmigas September 2021, disebabkan kontraksi ekspor sektor migas yang turun 12,56% (MtM) dan sektor industri pengolahan alias manufaktur yang turun sebesar 5,29% (MtM).

Sementara itu, ekspor sektor pertanian naik sebesar 15,04% (MtM) diikuti sektor pertambangan sebesar 3,46% (MtM).  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.