Insentif Pasar Modal Bertambah, Angin Segar Baru Bagi Emiten

Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memangkas pembayaran biaya pencatatan awal saham dan saham tambahan. Kebijakan ini diyakini bakal menggairahkan aktivitas investasi di pasar modal.

Emanuel Berkah Caesario

27 Agt 2021 - 16.27
A-
A+
Insentif Pasar Modal Bertambah, Angin Segar Baru Bagi Emiten

Pekerja melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis, JAKARTA — Langkah Bursa Efek Indonesia yang memangkas pembayaran biaya pencatatan awal saham dan saham tambahan dinilai dapat meningkatkan ketertarikan calon-calon emiten untuk masuk ke pasar modal Indonesia.

Berdasarkan surat Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nomor: S-135/D.04/2021 tanggal 19 Agustus 2021, BEI akan memotong kewajiban pembayaran biaya pencatatan awal saham dan biaya pencatatan saham tambahan sebesar 50% dari perhitungan biaya.

“Potongan ini berlaku untuk masing-masing biaya bagi perusahaan tercatat dan calon perusahaan tercatat,” demikian pernyataan BEI dikutip dari keterangan resminya, Jumat (27/8).

Kebijakan tersebut dituangkan dalam Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00069/BEI/08-2021 tanggal 27 Agustus 2021 perihal Kebijakan Khusus atas Biaya Pencatatan Awal Saham dan Biaya Pencatatan Saham Tambahan.

“Kebijakan ini akan diberlakukan sejak 30 Agustus 2021 hingga 30 Desember 2021,” demikian kutipan keterangan tersebut.

BEI memaparkan, kebijakan ini merupakan upaya untuk mendukung program pemerintah dan industri pasar modal Indonesia dalam penanggulangan dampak pandemi Covid-19.

Tujuan dari stimulus ini adalah untuk meringankan beban ekonomi yang sedang dihadapi. Selain itu, stimulus tersebut juga diharapkan pula dapat menumbuhkan optimisme pasar terhadap stabilitas pertumbuhan industri pasar modal serta sektor keuangan nasional akibat pandemi Covid-19.

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan keringanan kepada emiten dan calon emiten dalam menggalang dana jangka panjang.

Terkait hal tersebut, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menjelaskan, insentif ini merupakan upaya dari regulator, baik BEI maupun OJK, dalam membantu emiten existing dan juga calon emiten.

Menurutnya, insentif dari BEI bukan ditujukan untuk menurunkan biaya di pasar modal sebagai antisipasi kondisi penurunan bunga pendanaan bank. Hal ini merupakan bentuk komunikasi regulator dalam menunjukan dukungan terhadap emiten yang saat ini sedang dalam kondisi yang berat akibat pandemi Covid-19.

“Langkah ini memperlihatkan bagaimana upaya regulator yang memberikan support bagi perusahaan tercatat yang saat ini mengalami dampak seperti penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19,” katanya saat dihubungi pada Jumat (27/8).

Menurutnya, dampak kebijakan ini secara material akan cukup beragam untuk setiap emiten. Alfred menuturkan efek pemangkasan biaya ini akan sangat bergantung pada skala perusahaan masing-masing.

Ia menambahkan, tanpa kebijakan ini, pendanaan di pasar modal pada 2021 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sehingga, efektivitasnya terhadap aksi pendanaan emiten di pasar modal sulit untuk diukur.

MENINGKATKAN GAIRAH

Pemberlakuan dukungan ini, lanjutnya, akan meningkatkan gairah para pelaku pasar. Selain itu, hal ini juga menjadikan pasar modal sebagai alternatif pendanaan yang menarik bagi calon-calon emiten.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebutkan, insentif ini merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi biaya yang ditanggung emiten atau calon emiten. Hal ini menjadi cukup penting mengingat pandemi virus corona yang berdampak pada perekonomian dan juga kegiatan di pasar modal domestik.

Dirinya sepakat bahwa insentif ini dapat meningkatkan gairah pelaku pasar. Keringanan biaya tersebut juga akan dipandang positif oleh calon emiten yang tertarik untuk melakukan penawaran umum perdana sahamnya atau IPO di Bursa Efek Indonesia.

“Sehingga, kenaikan jumlah emiten yang mau IPO juga jadi memungkinkan meski masih berada di tengah pandemi,” katanya.

Di sisi lain, William juga mengingatkan insentif tersebut juga menyimpan risiko yang dapat berimbas negatif untuk pasar modal. Ia memaparkan, kemunculan insentif ini akan turut meningkatkan jumlah emiten yang melakukan IPO hanya untuk kepentingan pembiayaan.

Menurutnya, harga saham emiten-emiten yang melakukan IPO hanya untuk mencari dana umumnya akan overvalue dalam jangka pendek. Setelahnya, harga sahamnya akan cenderung stagnan atau bahkan menurun.

“Penguatan harga emiten yang seperti itu hanya sementara saja. Sehingga, dalam jangka panjang justru akan membebani pasar modal Indonesia,” ujarnya.

Berpendapat berbeda, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan insentif ini tidak akan berimbas signifikan terhadap antusiasme calon emiten atau emiten existing.

Menurutnya, animo perusahaan untuk melakukan penawaran umum perdana saham IPO sudah cukup tinggi sebelum adanya insentif ini.

"Menurut saya, keberhasilan beberapa perusahaan yang melakukan IPO dalam jumlah besar seperti Bukalapak telah menjadi daya tarik yang besar bagi perusahaan lain untuk ikut serta," pungkasnya. (Reporter: Lorenzo A. Mahardhika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.