Insentif Pelicin Investasi Berlanjut

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan insentif penarik investasi berupa tax holiday dan tax allowance berlanjut tahun depan.

Maria Elena

30 Nov 2023 - 19.10
A-
A+
Insentif Pelicin Investasi Berlanjut

Ilustrasi pajak./Istimewa

Bisnis, JAKARTA - Kementerian Keuangan akhirnya memastikan tetap berlanjutnya insentif pemotongan pajak penghasilan (PPh) perusahaan yakni tax holiday dan tax allowance pada tahun depan. Tercatat ada 18 sektor yang bisa memanfaatkan fasilitas tersebut. Di antaranya, pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dll. Dilanjutkannya dua insentif tersebut bertujuan untuk mendukung ekspansi dan investasi dunia usaha di Tanah Air. 

Sebab, tax holiday dan tax allowance adalah fasilitas fiskal yang paling banyak diminati investor asing di Indonesia. Kabar baik ini menjadi angin segar yang diyakini mampu menarik investasi di tengah ekspektasi aksi wait and see investor selama proses Pemilu 2024. 

Akan tetapi, dilanjutkannya insentif PPh badan untuk investasi itu memiliki risiko yang cukup besar. UNCTAD dalam laporan terbaru menuliskan apabila insentif PPh badan tetap diberikan ketika implementasi global minimum tax pada tahun depan, maka akan memicu sengketa investasi. Pasalnya, skema global minimum tax idealnya harus diimbangi dengan penghapusan insentif fiskal korporasi untuk mengamankan penerimaan negara. 

Oleh karena itu, UNCTAD merekomendasikan agar negara-negara yang masih membutuhkan invetasi asing, termasuk Indonesia, mengubah skema insentif dari yang sebelumnya berupa diskon pajak atas penghasilan menjadi pengurangan tarif perpajakan yang menopang biaya produksi seperti bea masuk.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa beberapa insentif fiskal yang tetap dipertahankan adalah tax allowance dan tax holiday.

“Kalau stimulus yang sudah establish yaitu untuk berbagai kegiatan-kegiatan yang sifatnya adalah apa meningkatkan nilai tambah seperti tax allowance, tax holiday, itu tetap, kriterianya sama,” katanya, dikutip Kamis (30/11/2023).

Baca Juga : Mengejar Target Pengoperasian Jalan Tol Jelang Akhir Era Jokowi 


Sri Mulyani menjelaskan sebanyak 18 sektor dapat memanfaatkan program insentif ini. Ketetapan ini masih sama dengan tahun 2023.

Menurutnya, sektor tersebut merupakan yang dianggap perlu untuk dibantu pengembangannya.

“Jadi kalau dia termasuk dalam 18 termasuk sektor digital, hilirisasi, kemudian berbagai kegiatan kegiatan yang dianggap memiliki nilai tambah dan dia pionir atau di daerah yang dianggap perlu untuk dikembangkan, kita tetap akan memberikan. Juga berbagai program-program insentif investasi yang sudah disepakati dengan Kementerian Investasi/BKPM,” kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Baca Juga : Sederet Tantangan 2024, Sentimen Global Masih Tinggi 

Selain itu, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah juga tetap mendukung stimulasi di sektor konstruksi perumahan. 

Stimulus tersebut berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah seharga di bawah Rp2 miliar sebesar 100% hingga Juni 2024. Sementara untuk bulan Juli hingga Desember 2024, insentif PPN DTP sebesar 50%.

“Kalau untuk mobil listrik, itu juga sudah kita sampaikan waktu itu berbagai insentif perpajakan dalam rangka untuk meningkatkan demand maupun dari sisi respons supply-nya untuk investasi. Jadi, tidak ada yang berubah dari sisi itu,” tutur Sri Mulyani.
MENDUKUNG INVESTASI

Direktur Promosi wilayah Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika Kementerian Investasi/BKPM Cahyo Purnomo, mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menjaga iklim investasi tetap kondusif.

"Yang kami lakukan demi memelihara iklim investasi yang menguntungkan karena stabilitas, prediktabilitas, dan transparansi penting," ujarnya.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono, mengatakan insentif bukan satu-satunya stimulus yang bisa memacu investasi.

Menurutnya, upaya tersebut perlu diimbangi dengan kebijakan di sektor lain yang lebih ramah pelaku usaha. "Misalnya perbankan agar bunganya tidak tinggi, jadi selain fiskal moneter juga perlu," katanya kepada Bisnis.

Insentif adalah salah satu pemanis untuk dapat memikat investor. Namun jika tidak dirumuskan dengan baik, pemerintah menghadapi konsekuensi besar.

Baca Juga : Instansi Berebut 'Lahan Basah' 

Apalagi, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam laporan berjudul Global Minimum Tax and Investment Treaties: Exploring Policy Options yang dirilis pekan lalu, menuliskan skema insentif di tengah implementasi Pilar 2 bakal memicu sengketa investasi. Pasalnya, pajak minimum global disusun dengan tujuan menumpas perang tarif. Dengan kata lain, insentif PPh tak lagi relevan ketika skema itu diterapkan.

Ekonom UNCTAD Hamed El-Kady, mengatakan pemerintah termasuk Indonesia perlu mengevaluasi insentif PPh Badan untuk memastikan perlakuan yang adil bagi perusahaan asing dan lokal. "Ini juga untuk menjaga koherensi antara kebijakan pajak dan investasi."

Dia menyarankan kepada pemerintah untuk mengalihkan skema insentif dari yang sebelumnya berbasis penghasilan ke keringanan pada sektor pabean sehingga mampu meringankan beban produksi.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto, mengatakan pemerintah perlu memitigasi risiko hilangnya hak pemajakan dengan menerapkan pajak minimum domestik atau qualified domestic minimum topup tax (QDMTT).

QDMT merupakan antisipasi yang perlu disiapkan untuk menjaga hak pemajakan negara apabila tarif PPh Badan di bawah 15%. "QDMTT menjadi kunci untuk mengamankan pungutan agar tidak lari ke negara lain," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.