Investasi Data Center Banter, Wacana Jadi Objek PNBP Santer

Kemenkominfo dikabarkan berencana membuat regulasi khusus yang mengatur soal pangkalan data atau data center. Salah satu kabar yang menyeruak adalah kemungkinan data center dijadikan objek pungutan PNBP. Bagaimana imbasnya terhadap investasi data center di Indonesia?

Leo Dwi Jatmiko

28 Okt 2021 - 20.55
A-
A+
Investasi Data Center Banter, Wacana Jadi Objek PNBP Santer

Ilustrasi data center/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Regulasi terkait dengan pangkalan data dikabarkan tengah digodok pemerintah. Salah satu isu yang menyeruak adalah potensi penetapan bisnis data center sebagai sasaran penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan, berdasarkan informasi yang didapatkannya, pemerintah tengah merancang peraturan menteri mengenai pangkalan data. 

Dia berpendapat seandainya pangkalan data diregulasi, maka terbuka peluang bisnis pangkalan data menjadi objek PNBP. Hal itu akan menjadi polemik tersendiri mengingat selama ini regulasi pangkalan data masih sama dengan bisnis properti pada umumnya.  

“Kami masih menunggu kebijakan pemerintah mengenai regulasi pangkalan data dan belum bisa berkata banyak,” kata Arif, Kamis (28/10/2021). 

Arif mengatakan seandainya bisnis pangkalan data diatur dalam regulasi teknis, bisnis bangunan ruang penyimpanan data menjadi sedikit terhambat perkembangannya, padahal investasi data center sedang sangat semarak saat ini.  

Makin longgar regulasi, sebaliknya, bisnis pangkalan data makin cepat berkembang dan makin deras investasi masuk ke Tanah Air. 

“Kami khawatir jika diperketat justru membuat investasi terganggu karena sulit membangun pangkalan data di Indonesia,” kata Arif. 

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi berpendapat bisnis pangkalan data berbeda dengan operator seluler sehingga tidak dapat dapat menjadi sasaran PNBP. 

Operator seluler menggunakan spektrum frekuensi, yang merupakan sumber daya alam terbatas. Sementara itu, pangkalan data hanya menggunakan listrik dan lahan untuk beroperasi. Jaringan internet yang digunakan juga berupa serat optik milik mitra. 

“Frekeunsi adalah sumber daya alam terbatas sehingga orang harus bayar menggunakan frekuensi itu dan akhirnya menjadi pendapatan negara. Pangkalan data tidak menggunakan frekuensi. [Kalangan] yang menggunakan itu adalah penyedia jaringan,” kata Teddy. 

Teddy mengatakan di banyak negara, pangkalan data tidak dijadikan objek PNBP. Seandainya pemerintah menetapkan pungutan PNBP untuk pangkalan data, menurutnya, investor tidak akan tertarik mengembangkan bisnis pangkalan data. 

“Nanti turun lagi kita punya tingkat kemudahan membuka usaha di Indonesia,” kata Teddy. 

Sebagai gambaran, salah satu pundi-pundi PNBP di sektor telekomunikasi berasal dari biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.

Pada tahun ini saja, melalui lelang 2,3 GHz negara berpotensi mendapatkan PNBP senilai  Rp 1,6 triliun dari operator pemenang.

Jika dihitung dengan durasi selama 10 tahun masa laku izin, diperkirakan potensi penerimaan negara sekitar Rp6,4 triliun. Adapun durasi izin tersebut disebut dapat diperpanjang hingga 10 tahun lagi. 

Sementara itu, pada 2020, PNBP Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dari BHP frekuensi mencapai Rp15 triliun.

SESUAIKAN DINAMIKA

Saat dimintai konfirmasi, Menkominfo Johnny G. Plate membenarkan kementeriannya berencana menyusun regulasi untuk pangkalan data. Namun, penyusunan regulasi tersebut bakal disesuaikan dengan dinamika perkembangan industri dan teknologi. 

Johnny menyebut hingga saat ini Kemenkominfo belum melakukan penyusunan regulasi terkait dengan pangkalan data yang dikelola oleh pihak swasta. 

Namun, lanjutnya, mengingat upaya pengkajian dan pemutakhiran kebijakan terus dilakukan, ke depan terbuka peluang pangkalan data akan memiliki peraturan.  

“Tidak tertutup kemungkinan regulasi tersebut disusun menyesuaikan dinamika perkembangan industri dan teknologi yang ada,” kata Johnny kepada Bisnis, Kamis (28/10/2021). 

Johnny mengatakan Kemenkominfo saat ini fokus melaksanakan amanat Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. 

Perpres tersebut merupakan payung hukum pengaturan tata kelola Pusat Data Nasional (PDN), di mana di dalamnya  terdapat pedoman kelaikan PDN dan kebijakan pelaksanaan terkait lainya bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). 

Johnny menuturkan infrastruktur pangkalan data merupakan salah satu elemen terpenting dalam prospek industri telekomunikasi.

Pemanfaatan komputasi awan oleh masyarakat membutuhkan dukungan pangkalan data untuk beroperasi. Pangkalan data juga menjadi salah faktor pendorong masuknya investasi ke Tanah Air. 

“Prospek cerah investasi di sektor telekomunikasi, dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain estimasi pertumbuhan sektor telekomunikasi, akses ke pasar, serta regulasi yang mendukung,” kata Johnny. 

Sebagai perbandingan, implementasi regulasi pangkalan data (data center) di beberapa negara cenderung lebih terfokus pada isu kedaulatan data dan pangkalan data ramah lingkungan. 

Adapun, untuk pemasukan tambahan dari industri pangkalan data, akan terjadi dengan sendirinya jika industri berjalan dengan sehat, tanpa harus membebani pelaku dengan pungutan PNBP.

Ilustrasi pangkalan data/istimewa

Ketua Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot berpendapat pasar pangkalan data Indonesia sangat besar. Dengan demikian, pemerintah perlu mengkaji apakah semua hal di industri teknologi harus diregulasi atau tidak.

Merujuk pada implementasi di beberapa negara, sambungnya, ada beberapa hal yang diregulasi. Kebanyakan negara diklaim lebih memilih meregulasi dari aspek kedaulatan negara dan ramah lingkungan.

“Aspek-aspek yang diregulasi terkait pangkalan data di beberapa negara adalah aspek kedaulatan data, aspek ramah lingkungan, aspek nilai strategis sebagai infrastruktur digital, dan lain sebagainya,” kata Sigit, Kamis (28/10/2021). 

Sigit mengatak untuk konteks Indonesia, perlu juga ditambahkan aspek kemandirian nasional untuk pangkalan data. 

Adapun, jika kehadiran regulasi nanti motivasi utamanya hanya menambah PNBP, ujar Sigit,  baiknya dicermati lebih kritis lagi. 

Pemerintah pun harus dapat meyakinkan sejauh mana dampak kebijakan pangkalan data tersebut terhadap industri, mengingat kebijakan itu akan menjadi tambahan beban regulasi bagi pemain pangkalan data di dalam negeri.

Sigit menilai industri telekomunikasi, teknologi dan informasi serta digital Tanah Air masih cukup jauh tertinggal dari negara-negara lain dalam konteks kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Dia menyarankan pemerintah agar secara lebih utuh dalam melihat pendapatan dari industri-industri tersebut, bukan hanya PNBP. 

“Misalnya dampak ekonomi langsung, tidak langsung, termasuk yang terinduksi dengan ekonomi data dan digital itu,” kata Sigit.  

Dengan cara tersebut, kata Sigit, tanpa harus menambah beban regulasi melalui PNBP, industri bisa tumbuh lebih cepat, dan pada akhirnya kontribusi ekonominya secara keseluruhan juga lebih besar.

TIRU INGGRIS

Di sisi lain, pangkalan data yang aktif dalam mengelola data dinilai dapat dibebankan pajak. Negara eropa seperti di Inggris, telah menerapkan kebijakan tersebut. Sementara itu, di Prancis, pangkalan data yang terlibat mengelola data dikenakan denda. 

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan kehadiran regulasi bertujuan untuk melindungi konsumen, pelaku usaha dan bisnis pangkalan data. 

Menurut Ian, jika perusahaan pangkalan murni hanya sebagai tempat penyimpanan data, seharusnya tidak perlu dikenakan pajak. Adapun jika pangkalan data tersebut aktivitas pengelolaan data, maka harus dikenai pungutan PNBP.

“Bisa dikenakan [pungutan] PNBP. Jadi nanti ada perluasan apa saja yang dapat dikenakan PNBP,” kata Ian, Kamis (28/10/2021). 

Ian menambahkan pengelolaan data yang dimaksud adalah ketika data pelanggan yang disimpan di pangkalan data diolah, kemudian dijual dan memperoleh keuntungan. Google, tutur Ian, adalah salah satu pangkalan data yang dapat dikenakan pajak. 

“Beberapa negara Eropa menerapkan pajak, di Prancis berupa denda, Inggris dalam bentuk pajak. Indonesia buat saja undang-undangnya,” kata Ian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.