Investasi Jumbo Blok Masela, Inpex & Pertamina Ajukan Revisi PoD

Untuk pengembangan Blok Masela, Inpex dan Pertamina membutuhkan tambahan biaya investasi sekitar US$1 miliar atau setara dengan Rp15,52 triliun (asumsi kurs Rp15.520 per dolar AS) seiring dengan rencana penambahan fasilitas CCUS.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

7 Nov 2023 - 14.43
A-
A+
Investasi Jumbo Blok Masela, Inpex & Pertamina Ajukan Revisi PoD

Ilustrasi kegiatan eksplorasi migas lepas pantai. Konsorsium Masela yakni Pertamina dan perusahaan migas asal Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas bersama dengan Inpex Masela Ltd. tengah berpikir untuk menggandeng mitra baru dalam pengerjaan rencana pengembangan lapangan (plan of development/PoD) proyek LNG Abadi Blok Masela. Istimewa/Dok. Pertamina Hulu Energi

Bisnis, JAKARTA — Inpex Masela Ltd. bersama konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Masela resmi mengajukan revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD) proyek gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Abadi Blok Masela.

Dalam revisi PoD yang diajukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada pekan lalu, pengembang ladang gas yang terletak sekitar 160 kilometer lepas pantai Pulau Yamdena di Laut Arafura dengan kedalaman 400—800 meter itu juga menyampaikan tambahan investasi untuk penyelesaian pemasangan fasilitas penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS).

Untuk pengembangan Blok Masela, Inpex dan Pertamina membutuhkan tambahan biaya investasi sekitar US$1 miliar atau setara dengan Rp15,52 triliun (asumsi kurs Rp15.520 per dolar AS) seiring dengan rencana penambahan fasilitas CCUS.

Baca juga: Modal Besar RI Monetisasi Gas Alam Cair (LNG)

Dengan demikian, total biaya investasi blok migas dengan total cadangan gas sebesar 18,54 triliun standar kaki kubik (TCF) itu diestimasikan akan membengkak menjadi US$20,8 miliar atau sekitar Rp322,8 triliun, dari perkiraan investasi awal senilai US$19,8 miliar.

Kendati demikian, revisi PoD proyek gas Abadi itu tengah dievaluasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian ESDM. “Mereka [Inpex dan Pertamina] sudah mengajukan [revisi PoD]. Sebenarnya kami sudah lama diskusi, kemarin kan sebenarnya tinggal menunggu perubahan participating interest saja,” kata Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (6/11/2023). 

Baca juga: 'Kerikil Tajam' Blok Masela Mulai Tampak

Menurut dia, terdapat sejumlah poin krusial yang tengah dikaji otoritas hulu migas, di antaranya komitmen operasi komersial pada 2029 serta rencana pemasangan fasilitas CCUS. Pada proposal PoD yang baru, ujar Benny, tambahan investasi untuk CCUS itu berada di sekitaran US$1 miliar. 

Sementara itu, untuk investasi lainnya pada kegiatan hulu migas sendiri tidak banyak bergeser. “Sekarang sedang kami evaluasi bersama dengan Dirjen Migas,” ujarnya.  


Inpex sebagai operator Blok Masela menyampaikan hasil kajian pemasangan CCUS kepada otoritas hulu migas pada Agustus 2022. Dengan penerapan teknologi CCUS, Blok Masela akan menghasilkan produk LNG yang lebih ramah lingkungan sehingga nilai tawarnya akan lebih meningkat di tengah era transisi energi. 

Hal itu juga untuk mendukung program pemerintah dalam mengurangi emisi karbon guna mencapai target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060.

Adapun, proyek pengembangan Blok Masela bakal menggunakan sistem kombinasi darat dan laut untuk memastikan nilai investasi dari rencana pengembangan lapangan yang ada sebelumnya tidak jauh bergeser. 

Baca juga: Kerja Keras Memoles Investasi Panas Bumi

Lewat sistem kombinasi itu, pengeboran dasar laut bakal dilakukan di kedalaman 600 meter, serta kedalaman sumur 4.000 meter. Gas yang didapat akan diolah dalam bangunan apung bernama floating production, storage and offloading (FPSO) untuk dimurnikan dari kandungan zat lain.

Setelah dimurnikan di FPSO, gas bakal disalurkan menuju kilang LNG yang ada di darat melalui pipa bernama Gass Export Pipeline (GEP) yang berjarak 175 kilometer serta melalui palung-palung laut.

Sebagaimana diketahui, Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diestimasikan dapat mencapai 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).

Baca juga: Waswas Indonesia Kebanjiran Pasokan LNG

Proyek itu bakal menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex, setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek LNG Blok Abadi Masela nantinya bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang. 


Selain itu, proyek Abadi Blok Masela juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang, dan beberapa negara Asia lainnya.

Namun, tingkat kesulitan serta kerumitan teknis pengangkutan gas dari lapangan lepas pantai, Kepulauan Tanimbar, Maluku itu membuat konsorsium Pertamina bersama perusahaan migas asal Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas sebagai mitra Inpex Corporation berpikir untuk menggandeng partner baru.

“Tentu tidak menutup kemungkinan adanya pihak lain untuk masuk [ke Masela], yang tentu akan melengkapi kompetensi dari blok ini dalam esekusinya. Ini memang cukup, dari sisi teknis kan complicated ya, sehingga kita harus pastikan semua berjalan baik,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Baca juga: Ekspansi Besar-besaran Amman Mineral di Tambang Batu Hijau

Revisi PoD yang dilakukan Pertamina bersama dengan mitra lainnya diketahui untuk mengejar target on stream Blok Masela yang dipatok pemerintah pada 2029 mendatang. Padahal, pada PoD sebelumnya saat bersama dengan Shell, target operasi komersial ditarget baru rampung pada 2032.

Adapun, selepas divestasi Blok Masela rampung bulan lalu, komposisi kepemilikan saham pada proyek strategis nasional (PSN) senilai US$19,8 miliar itu beralih pada Pertamina dengan hak PI 20 persen dan Petronas 15 persen, sementara saham mayoritas 65 persen dipegang Inpex yang bertindak sebagai operator.

PEMBELI GAS MASELA

Saat ini, SKK Migas diketahui tengah mematangkan komersialisasi gas dari proyek LNG Abadi Blok Masela. Sejauh ini, SKK Migas telah menghimpun minat dari calon pembeli domestik dan luar negeri dengan kebutuhan gas secara keseluruhan sekitar 25 juta mtpa. 


Sejumlah pembeli bahkan telah menandatangani letter of intent (LOI) ihwal kemungkinan pembelian gas dari lapangan abadi itu. “Artinya sudah oversubscribed, tinggal nanti kita optimalkan yang mana akan dipenuhi kapasitas 9,5 juta mtpa itu, berapa porsi domestik berapa porsi ekspor. Perlu kita tanya lagi satu-satu ini perlunya kapan, benar ngga sebesar awal, mungkin harus dimatangkan,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (1/11/2023). 

Menurut dia, pembahasan soal kepastian komersial Blok Masela menjadi krusial untuk mengantisipasi lebarnya posisi LNG yang belum terkontrak (uncommitted cargo) pada 2030. Proyek LNG Abadi ini bakal berkontribusi signifikan terhadap posisi kargo tidak terkontrak selepas rencana operasi komersial pada 2029 nanti.

Kementerian ESDM mencatat potensi uncommitted cargo LNG mencapai 304,6 kargo pada 2030. Proyeksi itu menjadi catatan kargo LNG yang tidak terbeli tertinggi seiring dengan tren meningkatnya produksi gas domestik beberapa tahun terakhir.

Market-nya [LNG] kan masih sangat tinggi belum lagi kalau kita sekarang bisa merencanakan beberapa kebutuhan dalam negeri untuk smelter itu kan sudah mulai tinggal kapan selesainya smelternya,” ujarnya.

Baca juga: Unjuk Gigi Gas Bumi, Potensi Surplus Kian Melebar

Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pemerintah terus meningkatkan serapan gas untuk kebutuhan industri di dalam negeri. “Kami tahu untuk pemenuhan dalam negeri dan luar negeri masih ada uncommited cargo cukup banyak kita akan lebih longgar setelah 2026 dan 2030 mencapai puncaknya,” katanya, Selasa (31/10/2023). 

Pada 2030, produksi LNG berada di level 432,6 kargo, sedangkan kontrak LNG domestik dan ekspor tidak banyak bergeser masing-masing di level 62 kargo dan 66 kargo. Hitung-hitungan otoritas hulu migas itu terbilang tinggi jika dibandingkan dengan neraca LNG pada tahun depan.

Saat itu, kargo LNG yang tidak terbeli hanya berada di kisaran 19,8 kargo, dengan asumsi produksi di angka 260,1 kargo. Adapun, kontrak LNG ekspor sepanjang 2024 berada di level tertinggi sebesar 173,4 kargo, menjadi catatan tertinggi yang dibarengi dengan kontrak domestik di level 67 kargo.


Sampai dengan Agustus 2023, tercatat volume pemanfaatan gas bumi domestik mencapai 3.725 BBTUD. Nilai pemanfaatan cenderung meningkat sejak 2012 lalu. Sementara itu, total lifting gas bumi pada periode Januari—Agustus 2023 mencapai 5.446,90 Bbtud. 

Adapun, sebagian besar pemanfaatan gas bumi domestik digunakan oleh industri (28,52%), pupuk (12,62%), dan ketengalistrikan (12,22%). Di sisi lain, porsi ekspor dari total pemanfaatan gas bumi nasional dialirkan untuk LNG (23,43%) dan gas pipa (8,18%).

Adapun, secara nasional Indonesia memiliki sumber daya energi yang melimpah ruah, termasuk gas bumi dengan cadangan terbukti yang mencapai sekitar 41,62 triliun kaki kubik (Tcf). Selain itu, Indonesia juga masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi. 

Mengacu pada Neraca Gas Indonesia 2022—2030, Indonesia diyakini mampu memenuhi kebutuhan gas dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia bahkan diperkirakan mengalami surplus gas hingga 1.715 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) yang berasal dari sejumlah proyek potensial. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.