Ironi Ledakan Gagal Bayar THR di Tengah Pelemahan Daya Beli

Pelaku usaha meminta tindakan konkret dari pemerintah dengan memberikan subsidi bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar THR secara penuh sehingga beban yang ditanggung bisa terbagi.

4 Mei 2021 - 20.38
A-
A+
Ironi Ledakan Gagal Bayar THR di Tengah Pelemahan Daya Beli

Buruh menerima pencairan tunjangan hari raya (THR) Lebaran./Antara

Bisnis, JAKARTA — Dampak sistemik pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha di Tanah Air memicu banyaknya perusahaan yang tak sanggup membayar tunjangan hari raya (THR) Idulfitri tahun ini. Imbasnya terhadap daya beli masyarakat pun tak terelakkan.

Sesuai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan 2021, tunjangan wajib dibayar penuh paling lambat H-7 Idulfitri. Bagi perusahaan yang tidak mampu, pemerintah memberikan ruang untuk perundingan bipartit.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Adi Machfudz mengatakan saat ini terdapat sebanyak 20%—30% perusahaan di Tanah Air yang tidak mampu membayarkan THR mengikuti regulasi yang berlaku.

"Sebanyak 20%—30% [dari total] perusahan [di Indonesia] bermasalah dalam pembayaran THR tahun ini. Terutama perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata dan transportasi," ujar Adi ketika dihubungi, Selasa (4/5/2021).

Terkait dengan kondisi tersebut, pelaku usaha meminta tindakan konkret dari pemerintah dengan memberikan subsidi bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar THR secara penuh sehingga beban yang ditanggung bisa terbagi.

Misalnya, jelas Adi, pemerintah bisa 30% sisa kewajiban pembayaran THR oleh perusahaan. Intervensi tersebut dinilai paling tepat untuk dilakukan pemerintah saat ini mengingat cukup banyak perusahaan yang harus mengambil langkah realistis dalam hal pembayaran THR tahun ini.

"Tidak semua perusahaan mampu, kecuali perusahaan besar yang sudah mencadangkan dana untuk THR. Untuk yang tidak mampu, ada ruang untuk negosiasi. Pengusaha minta ke pemerintah untuk hadir. Tidak hanya wacana, apalagi hanya berdalih dengan stimulus" jelasnya.

Perlu diketahui, melonjaknya jumlah pengaduan terkait dengan pembayaran THR sampai dengan pekan terakhir menjelang Idulfitri 2021 menjadi perhatian serius baik bagi pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

Data Posko THR Keagamaan 2021 Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 776 laporan pembayaran THR selama periode tersebut. Jumlah tersebut melonjak tinggi dari jumlah laporan pada 23 April lalu, yakni 292 pengaduan yang terdiri atas 484 konsultasi dan 292 pengaduan THR.

Beberapa permasalahan yang diadukan antara lain; perusahaan tidak mampu membayar THR, rencana THR akan dicicil, dibayarkan 50%, serta pembayaran THR setelah Lebaran.

Ada berbagai kategori sektor usaha yang masuk dalam laporan posko THR 2021 ini, di antaranya ritel, jasa keuangan dan perbankan, konstruksi, manufaktur, migas, alat kesehatan, serta industri makanan dan minuman (mamin).

Terkait dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi mengatakan sekitar 90% permasalahan terkait pengaduan THR sudah diselesaikan.

"Sisanya masih dalam proses karena tidak murni soal THR, tetapi berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan lainnya," ujarnya.

Dia mengatakan Kemenaker langsung menindaklanjuti laporan yang masuk melalui tim penanganan dari Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja serta Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kemnaker.

Adapun, Posko THR Keagamaan 2021  tidak hanya dibentuk di pusat, melainkan juga di daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam pelaksanaannya, Posko THR 2021 melibatkan Tim Pemantau dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan dari unsur organisasi pengusaha yang duduk dalam keanggotaan Dewan Pengupahan Nasional.

Dia berharap Posko THR 2021 dapat berjalan dengan tertib dan efektif dalam memberikan pelayanan sesuai mekanisme dan ketentuan perundangan, serta menjadi solusi yang  diharapkan dapat memuaskan para pihak, baik pekerja maupun pengusaha.

TINDAK LANJUT

Sementara itu, organisasi pekerja mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti laporan terkait dengan pembayaran THR Idulfitri 2021. Sebab, waktu yang tersisa untuk berunding dikatakan tidak banyak.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mengatakan pihak pekerja saat ini menunggu tindak lanjut dari pemerintah agar perundingan bipartit bagi perusahaan-perusahaan yang memang tidak memiliki kemampuan membayarkan THR secara penuh pada H-7 Lebaran bisa berlangsung dalam waktu yang terlalu mepet.

"Jangan diurus ketika sudah hampir memasuki H-7 Lebaran. Dengan demikian, perundingan bipartit bisa dilakukan pekan sebelum H-7 sebelum Lebaran. Menaker harus memerintahkan pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan negosiasi sebelum H-7," ujar Timboel.

Bagi perusahaan yang masih terdampak parah akibat pandemi, pemerintah diharapkan dapat memberikan fleksibilitas dalam hal pembayaran THR. Dengan demikian, THR tidak menjadi beban yang merugikan perusahaan dan justru berpotensi membuat pekerja kehilangan pekerjaan.

Lebih lanjut, Timboel mengatakan dalam tindak lanjutnya Kemenaker diminta untuk mempublikasikan informasi perusahaan yang mampu menyelesaikan perihal pembayaran THR.

Selain memberikan kepastian kepada pekerja, sambungnya, keterbukaan tersebut juga diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan pekerja kepada pemerintah sehingga citra negatif yang masih melekat kepada pengawas ketenagakerjaan bisa diperbaiki.

"Setidaknya, nanti dilaporkan berapa persen dari aduan yang terselesaikan. Seluruh dinas-dinas ketenagakerjaan di seluruh provinsi harus memantau dengan komitmen," ujarnya.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan subsidi menjadi satu-satunya jalan untuk membantu 30% perusahaan di sektor pariwisata dan transportasi membayarkan THR tahun ini.

Kendatipun angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia ekspansif di level 54,6, tidak bisa dipungkiri ada dampak yang masih terasa di sektor-sektor tertentu.

“Jadi, tidak bisa digeneralisir. Industri yang bergerak di sektor terdampak paling besar mungkin bisa disubsidi untuk pembayaran THR,” ujar Fithra.

Pemerintah, sambungnya, harus melakukan pemetaan berdasarkan kemampuan perusahaan secara detil. Hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi agar masalah THR tidak menghambat momentum pertumbuhan industri.

Menurutnya, meskipun THR tidak serta merta memberikan kontribusi signifikan terhadap daya konsumsi masyarakat, hal tersebut setidaknya mampu menjaga level kesejahteraan 40% masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. (Rahmad Fauzan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.