Isu Ketimpangan Cold Chain Iringi Vaksinasi Booster di Indonesia

Perusahaan-perusahaan farmasi swasta belum menyiapkan infrastruktur cold chain lantaran menyita investasi yang relatif besar bagi industri farmasi dalam negeri yang bakal terlibat dalam program vaksinasi Covid-19 dosis ketiga nanti.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

7 Jan 2022 - 13.30
A-
A+
Isu Ketimpangan Cold Chain Iringi Vaksinasi Booster di Indonesia

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada seorang pelajar di gedung Taman Budaya, Banda Aceh, Aceh, Senin (6/12/2021). Pemerintah akan melakukan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau booster/penguat secara paralel pada Januari 2022 kepada masyarakat secara gratis dan sebagian lainnya berbayar. ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.

Bisnis, JAKARTA — Pelaku industri farmasi nasional belum menemukan solusi menjembatani defisit rantai dingin atau cold chain untuk mendukung distribusi vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster pada tahun ini. 

Menurut pengakuan Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi, perusahaan-perusahaan swasta belum menyiapkan infrastruktur cold chain lantaran menyita investasi yang relatif besar bagi industri farmasi dalam negeri yang bakal terlibat dalam program vaksinasi Covid-19 dosis ketiga nanti. 

Sekretaris Jenderal GP Farmasi Andreas Bayu Aji mengatakan asosiasinya juga belum diundang oleh Kementerian Kesehatan untuk membahas rencana pelibatan swasta dalam program vaksinasi booster tersebut. 

“Belum ada teman-teman anggota GP Farmasi yang melakukan persiapan khusus dalam penyediaan atau pengadaan fasilitas cold chain storage ini,” kata Aji saat dihubungi, Kamis (6/1/2022). 

Aji meminta pemerintah segera memberikan peraturan penjelasan terkait dengan program vaksinasi booster yang melibatkan swasta itu. Harapannya, industri farmasi dapat menyiapkan sejumlah infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung program tersebut. 

“Tadi pagi, sebagian pengurus GP Farmasi ada pertemuan di Kementerian Kesehatan juga belum diberitahu apapun terkait dengan program vaksinasi tahap ketiga ini,” kata dia. 

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan memastikan tidak bakal memberi insentif atau kemudahan usaha bagi perusahaan farmasi yang ingin mengadakan fasilitas rantai pasok dingin atau cold chain storage untuk distribusi vaksin booster tahun ini. 

Infrastruktur penyimpanan itu bakal menyita investasi yang relatif besar bagi industri farmasi dalam negeri kelas menengah ke bawah.

“Tidak ada [insentif kebijakan], tergantung kesiapan masing-masing perusahaan ya,” tegas Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi, saat dimintai konfirmasi.

Nadia berpendapat isu rantai pasok dingin itu tidak menjadi masalah bagi perusahaan farmasi swasta yang akan dilibatkan dalam program vaksin booster tahun ini. 

Dia beralasan permasalahan infrastruktur penyimpanan vaksin itu tidak dialami oleh fasilitas layanan kesehatan di tingkat pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas selama ini. 

Kendati demikian, Nadia mengatakan, program vaksinasi booster itu bakal melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk upaya percepatan kekebalan komunitas dari Covid-19. 

“Vaksinasi adalah kolaborasi bersama, pasti [hal-hal yang] terkait dengan kebijakan akan disiapkan terlebih dahulu,” tuturnya. 

Sekadar catatan, Kemenkes sebelumnya telah memberi wewenang kepada perusahaan farmasi swasta untuk mengimpor vaksin booster menyusul rencana pemberian vaksin dosis ketiga kepada masyarakat tahun ini. 

Rencananya, program booster bakal dimulai pada 12 Januari 2022.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kebutuhan vaksin booster itu mencapai 231,4 juta dosis yang akan disuntikan kepada 208,3 juta jiwa. 

Pemerintah hanya akan menanggung pengadaan vaksin sebanyak 92,4 juta dosis lewat alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. 

Pengadaan dosis vaksin lewat APBN itu diberikan kepada kelompok masyarakat lanjut usia atau lansia sebesar 21,5 juta jiwa dan penerima bantuan iuran atau PBI nonlansia yang mencapai 61,6 juta jiwa. 


REGULASI KEMITRAAN

Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan pemerintah untuk menyiapkan regulasi berbasis kemitraan untuk mengurangi kesenjangan akses perusahaan farmasi berkaitan dengan program vaksinasi booster Covid-19 yang dimulai pada tahun ini. 

Alasannya, terdapat ketimpangan infrastruktur pengadaan vaksin booster di antara perusahaan farmasi dalam negeri. 

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menerangkan regulasi itu dapat mengamanatkan perusahaan farmasi besar untuk menggandeng mitra yang berasal dari kelas menengah atau bawah. 

Kemitraan pengadaan vaksin booster itu dinilai dapat membantu peningkatan kualitas industri farmasi dalam negeri. 

“Untuk mengurangi ketimpangan harapannya ada kemitraan antara perusahaan besar dan menengah kecil ke bawah,” kata Heri. 

Kemitraan itu misalnya, dapat terlaksana lewat pembagian fungsi impor vaksin, produksi, distribusi hingga pelayanan jasa di tengah masyarakat. Hanya saja, kata Heri, kemitraan program vaksin booster itu mesti diatur pemerintah lewat regulasi yang mengikat. 

“Pemerintah membuat aturan itu, regulasi bagaimana yang kecil-kecil ini bisa naik level dan yang besar bisa transfer pengetahuan,” tuturnya. 

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menegaskan belum berencana untuk menginstruksikan anggotanya membayar biaya vaksinasi pekerja atau buruh di lingkungan industrinya masing-masing. 

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Adi Mahfudz mengatakan sebagian besar perusahaan saat ini masih berfokus pada upaya pemulihan arus kas setelah terkoreksi serius akibat pandemi Covid-19. 

“Kami belum ke sana arahanya, kami sedang pemulihan terlebih dahulu di usaha kami, saat ini masih ada beberapa kesulitan di beberapa sektor usaha untuk pemulihan” kata Adi melalui sambungan telepon, Kamis (6/1/2022). 

Di sisi lain, Adi menerangkan, torehan vaksinasi gotong royong yang dipungut biaya juga tidak berjalan optimal. 

Program Vaksinasi Gotong Royong itu dikerjakan oleh Kadin menggunakan vaksin Sinopharm. Dia mengakui program vaksinasi itu akhirnya lebih banyak diambilalih oleh pemerintah. 

“Untuk vaksinasi pertama dan kedua saja ketergantungan pada pemerintah masih tinggi walaupun kami sudah berupaya untuk melakukan itu yang Vaksinasi Gotong Royong belum terealisasi 100 persen,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.