I-UAE CEPA Diinisiasi, Pakta Prioritas Lain Butuh Akselerasi

Perundingan yang semestinya selesai tahun ini mencakup Indonesia-European Union Comprehensive Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA), dan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Bangladesh, Tunisia, dan Maroko.

Iim Fathimah Timorria & Markus Gabriel Noviarizal Fernandez

30 Agt 2021 - 11.12
A-
A+
I-UAE CEPA Diinisiasi, Pakta Prioritas Lain Butuh Akselerasi

Burj Khalifa/Istimewa

Bisnis, Jakarta — Indonesia memenggawai kemitraan ekonomi komprehensif baru awal bulan ini, dengan menggandeng Uni Emirat Arab. Melalui pertalian tersebut, negara Teluk Persia itu dibidik menjadi hub ekspor produk nasional ke pasar Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Pakta Indonesia–United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-UAE CEPA) tersebut bakal diluncurkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dengan Minister of State for Foreign Trade UAE Thani bin Ahmed Al Zeyoudi pada Kamis (2/9/2021).

Penandatanganan pernyataan bersama tingkat menteri pada pekan ini sekaligus menandai dimulainya negosiasi I-UAE CEPA putaran pertama selama 2—4 September 2021.

“Peluncuran perundingan tersebut diharapkan dapat memperkuat hubungan kerja sama, terutama di sektor perdagangan dan investasi, sekaligus mendorong pemulihan perekonomian akibat pandemi Covid-19,” ujar Lutfi, Minggu (29/8/2021).

Lutfi menjabarkan Uni Emirat Arab (UEA) merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. Menjelang Expo 2020 Dubai, pemerintah ingin memanfaatkan momen untuk menggenjot ekspor produk lokal ke UEA.

“Selain itu, langkah ini akan memperlebar peluang penetrasi produk Indonesia, tidak hanya di kawasan Timur Tengah tetapi juga Afrika dan Eropa,” terang Lutfi.

Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah otoritas perdagangan, nilai perniagaan Indonesia dan UEA per semester I/2021  mencapai US$1,86 miliar.

Pada periode tersebut, ekspor Indonesia ke UEA tercatat sebesar US$0,85 miliar. Impor Indonesia dari UEA tercatat sebesar US$1 miliar.

Adapun, komoditas ekspor utama Indonesia ke UEA mencakup minyak sawit, perhiasan, tabung dan pipa besi, mobil dan kendaraan bermotor, serta kain tenun sintetis.

Sebaliknya, komoditas impor utama Indonesia dari UEA di antaranya produk setengah jadi besi atau baja, hidrokarbon acyclic, aluminium tidak ditempa, logam mulia koloid, dan polimer propilena.

Sementara itu, total perdagangan Indonesia–UEA pada 2020 tercatat sebesar US$2,93 miliar. Total ekspor Indonesia ke UEA pada 2020 senilai US$1,24 miliar, sedangkan impor Indonesia dari UEA tercatat senilai US$1,68 miliar.

NEGOSIASI PRIORITAS

Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengelaborasi sebagian besar negosiasi kerja sama perdagangan prioritas diperkirakan baru rampung pada tahun depan.

Perkiraan tersebut lebih lama dibandingkan dengan target awal yang dipatok pada 2021.

Perundingan yang diharapkan selesai tahun ini mencakup Indonesia-European Union Comprehensive Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA), dan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Bangladesh, Tunisia, dan Maroko.

Dia menjelaskan seluruh perundingan telah memperlihatkan kemajuan dengan komitmen para negara mitra untuk menyelesaikan negosiasi.

“Saat ini kami mengharapkan perundingan PTA dengan Tunisia dapat segera diselesaikan dan diimplementasikan. Sementara itu, perundingan lainnya [yang menjadi prioritas] diharapkan dapat selesai secara substansi tahun depan,” kata Djatmiko kepada Bisnis, Minggu (29/8/2021).

Indonesia-Tunisia PTA dia sebut telah melalui 3 putaran perundingan dan sejumlah pertemuan intersesi telah dilakukan selama pandemi Covid-19.

Meski perundingan tengah terkendala situasi pergolakan politik dan pandemi Covid-19 di Tunisia, Djatmiko mengatakan proses penyelesaian masih sesuai target.

“Perundingan tetap ditargetkan selesai tahun 2021 dan implementasi pada 2022. Adapun teks perjanjian [PTA] telah selesai dan disepakati,” lanjutnya.

Untuk Indonesia-EU CEPA, putaran ke-10 perundingan telah dilakukan secara virtual pada 22 Februari–5 Maret 2021. Putaran ke-11 yang semula dijadwalkan pada Juli 2021 tertunda akibat pandemi Covid-19.

Dia memperkirakan putaran ke-11 akan dilakukan pada September atau Oktober 2021. Secara umum telah tercapai kemajuan di seluruh isu runding. Indonesia dan EU juga berkomitmen untuk menyelesaikan perundingan secepatnya.

Indonesia-Pakistan TIGA telah melalui 2 putaran perundingan dan terakhir secara dilaksanakan secara daring pada April 2021. Pertemuan intersesi di tingkat working groups diharapkan dapat terlaksana pada Oktober 2021.

“Telah tercapai kemajuan berupa pertukaran data perdagangan dan data tarif terbaru, serta penyampaian usulan draft text dari Indonesia,” jelas Djatmiko.

Pembahasan teks perjanjian Indonesia-Bangladesh PTA sebagian besar telah dirampungkan. Djatmiko mengatakan Kemendag sedang berkoordinasi intensif dengan kementerian dan lembaga terkait untuk penyusunan revised offer. Putaran ke-4 perundingan diharapkan bisa dilaksanakan usai revised offer kedua negara dipertukarkan.

Terakhir, Maroko meminta agar dilakukan kerja sama sertifikasi halal sebelum melanjutkan pembahasan PTA.

Kemendag berkoordinasi dengan BPJPH dengan Lembaga Standardisasi Nasional Maroko (IMANOR), dan telah dilakukan pertemuan virtual pada 15 Juli 2021.

Menurut ekonom, di sisi lain, penyelesaian negosiasi perdagangan Indonesia yang membutuhkan waktu lebih lama turut dipengaruhi oleh tren negara-negara dunia yang lebih mementingkan kepentingan dalam negeri.

“Negara tujuan ekspor yang sebelumnya aktif dalam perdagangan bebas justru agak menarik diri karena pertimbangan self sufficiency untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Situasi nya berubah cukup signifikan selama pandemi,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Dia memberi contoh kebijakan India yang membatasi ekspor vaksin sampai kebutuhan di dalam negerinya dipenuhi.

Begitu pula dengan China yang memberlakukan pengetesan Covid-19 pada barang-barang impor yang masuk ke negaranya.

“Tren inward looking membuat negosiasi perdagangan bebas tertunda. Jadi bukan sekadar masalah komunikasi fisik dan perjalanan luar negeri para negosiator dagang melainkan masalah utama ada pada dinamika kebijakan ekonomi masing masing negara,” tambahnya.

Sebagai alternatif atas dinamika kepentingan nasional selama pandemi, Bhima lantas menyarankan pemerintah untuk melakukan penilaian ulang (assessment)  terhadap kepentingan masing-masing negara mitra.

Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan mana saja produk yang perlu dilindungi dan mana produk yang bisa diekspor.

Bhima berpendapat kerja sama perdagangan yang berkembang ke depan akan lebih berfokus pada kerja sama bentuk preferential trade agreement (PTA) alih-alih dalam model free trade agreement (FTA) dan kerja sama komprehensif seperti CEPA.

“Tren ke depan bukan lagi FTA semacam RCEP tapi lebih ke PTA karena jumlah barang yang dinegosiasikan lebih spesifik dan terbatas. Kita pernah ada PTA dengan Pakistan yang spesifik mengatur komoditas yang dipertukarkan,” kata dia.

Secara paralel, pemerintah disarankan meningkatkan peran market intelligence dalam memberikan peluang bagi eksportir untuk menembus pasar ekspor.

Dia menilai Indonesia memiliki berbagai potensi produk yang bisa didorong ekspornya selama pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.