Jalan Berliku Melindungi Pembeli Proteksi

Di tengah tingginya ketidakpastian ternyata pembeli proteksi masih membutuhkan perlindungan lebih. Simak penjelasannya.

Denis Riantiza Meilanova

23 Des 2021 - 21.00
A-
A+
Jalan Berliku Melindungi Pembeli Proteksi

Di tengah tingginya ketidakpastian ternyata pembeli proteksi masih membutuhkan perlindungan lebih. (Bisnis/Abdullah Azzam)

Bisnis, JAKARTA— Para pembeli produk proteksi ternyata masih perlu mendapat perlindungan berlapis dari risiko yang timbul dari produk dan perusahaan asuransi jiwa.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah mengatakan regulator sudah memiliki aturan yang cukup lengkap terkait tata kelola industri asuransi. Bila aturan tersebut dijalankan dengan baik, menurutnya, permasalahan-permasalahan yang menimpa industri asuransi akhir-akhir ini tidak akan terjadi.

Oleh karena itu, dia menilai sejumlah polemik terkait produk proteksi berasal dari perusahaan-perusahaan penjaja proteksi. 
 
"Kalau boleh saya sampaikan permasalah-permasalahan yang sekarang terjadi, terutama di beberapa perusahaan asuransi yang besar, yang sekarang ini jadi berita, itu memang di masalah tata kelola," ujar Nasrullah dalam webinar Pembenahan Tata Kelola Asuransi Nasional, Kamis (23/12/2021).
 
Dia menuturkan OJK telah secara ketat mengatur tahapan bisnis asuransi, mulai dari pembuatan produk asuransi, pengelolaan investasi, hingga penanganan konsumen. Misalnya, ketika memberikan persetujuan terhadap sebuah produk yang diajukan oleh perusahaan asuransi, 

OJK akan memastikan perusahaan beberapa aspek seperti ketersediaan infrastruktur, sumber daya segmen pasar serta kecukupan permodalan dan aset perusahaan. OJK juga mengingatkan kepada perusahaan asuransi jiwa untuk memperhatikan proses distribusi produk asuransinya agar tidak terjadi kesalahan penjualan atau misselling kepada nasabah.


Dalam pengelolaan investasi, OJK juga telah memberikan rambu-rambu yang cukup ketat, baik batasan-batasan secara kualitatif maupun kuantitatif. Namun, kata Nasrullah, rambu-rambu yang dibuat memang tidak bisa membatasi secara spesifik instrumen investasi yang digunakan perusahaan asuransi.
 
"Kami hanya buat rambu-rambu, Anda (perusahaan asuransi jiwa) boleh beli saham, tetapi porsinya sekian, reksa dana sekian. Ada batasan kualitatif juga, misal harus terdaftar di kustodian, investment grade, dan segala macam," kata Nasrullah.
 
Dia menilai permasalahan investasi yang sekarang terjadi di industri asuransi kebanyakan karena perusahaan cenderung agresif dalam berinvestasi di instrumen pasar modal yang risikonya terlalu tinggi dan tidak dikelola dengan baik.
 
Terlepas dari itu, dia meminta agar perusahaan asuransi memperbaiki pelayanan kepada nasabah, terutama dalam menangani keluhan nasabah dan layanan klaim. Dia melihat ramainya aduan nasabah atas produk unit-linked di DPR baru-baru ini, menjadi contoh bentuk ketidakpuasan nasabah atas layanan penanganan konsumen yang diberikan perusahaan asuransi.
 
"Jangan sampai ini mengganggu industri bahkan meluas ke kestabilan sistem keuangan, apalagi distrust kepada industri asuransi," katanya. 

Selain dari regulasi yang sudah ada, OJK masih memproses pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP). Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK Muhamad Ridwan mengatakan, OJK tengah bekerja sama dengan Badan Kebijakan Fiskal untuk mendesain bentuk kelembagaan penjamin polis tersebut.
 
Dia menuturkan, pendirian LPP ini menjadi prioritas OJK karena pembentukannya telah molor dari yang diamanatkan oleh Undang-Undang No.40/2014 tentang Perasuransian. Dia berharap pembentukan LPP dapat cepat dilakukan sehingga ke depan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dapat meningkat.

“Ini terus berproses dan ini jadi prioritas agar lembaga ini kemudian bisa segera dijalankan, baik dari sisi kelembagaan maupun fungsinya," katanya.
 
Pembentukan LPP ini terus didesak oleh berbagai pihak seiring munculnya berbagai permasalahan di industri asuransi. Pengawas dan Pembina Dewan Asuransi Indonesia Kornelius Simanjuntak mendorong agar OJK dan pemerintah secepatnya mendirikan Lembaga Penjamin Polis atau Lembaga Penjamin Pemegang Polis dan semua perusahaan asuransi wajib menjadi anggotanya.
 
Dia yakin kehadiran LPP ini akan mampu memperbaiki tata kelola industri asuransi di Indonesia. Dia mencontohkan di industri perbankan yang memiliki LPS bahwa bank-bank terbukti tidak berani melakukan permainan dalam menjalankan bisnisnya.
 
"Kalau di asuransi segera diadakan, saya punya keyakinan dan harapan besar ini bisa diperbaiki," kata Kornelius.

PENGADUAN

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat 2.152 pengaduan terkait sektor jasa keuangan sepanjang tahun ini. Wakil Ketua BPKN, Mufti Mubarok mengatakan aduan tersebut didominasi oleh sektor asuransi.
 
"Data yang masuk ke kami di 2021 ini, sebanyak 2.152 pengaduan, cukup besar, dan didominasi sektor asuransi. Ini saya kira angka yang dari tahun ke tahun kenaikannya sampai 200 kali lipat soal pengaduan di jasa keuangan," imbuhnya.
 
Dia menyebut, aduan terkait sektor asuransi didominasi oleh penolakan klaim dari perusahaan asuransi. Kemudian, diikuti dengan aduan tentang misselling produk asuransi jiwa. Lalu, kepailitan dan gagal bayar perusahaan asuransi yang dinilai menjadi alibi perusahaan tidak membayarkan klaim.
 
Menurutnya, persoalan-persoalan asuransi tersebut sudah dalam tahap mengkhawatirkan dan telah menjadi catatan kelam bagi negara dan konsumen.
 
"Penyakit asuransi ini sudah stadium empat, dalam kategori mengkhawatirkan karena hampir semua tidak terselesaikan," katanya.
 
Oleh karena itu, kata Mufti, perbaikan tata kelola industri asuransi mendesak dilakukan. Pengawasan terhadap penerapan Undang-Undang No.40/2014 tentang Perasuransian harus dimaksimalkan. Bila perlu, pemerintah membentuk satgas asuransi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyeruak dalam beberapa waktu terakhir.
 
Terkait misseling produk asuransi, BPKN juga meminta agar agen-agen asuransi mendapat pendidikan yang lebih intens dari OJK agar dapat melakukan penjualan produk yang sesuai.
 
"Klausa baku tolong dibenahi OJK maupun pelaku usaha supaya ada kejelasan di awal. Kadang konsumen juga tidak paham," kata Mufti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyanti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.