Jalan Panjang Pemulihan Emiten Sektor Tekstil

Kinerja emiten di sektor tekstil tidak begitu menggairahkan sepanjang tahun ini. Dua emiten tekstil besar dalam negeri, yakni PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, mendapatkan gugatan pailit oleh para krediturnya.

Annisa Kurniasari Saumi

26 Nov 2021 - 18.28
A-
A+
Jalan Panjang Pemulihan Emiten Sektor Tekstil

Seorang karyawan tengah menjahit seragam militer di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. Divisi garmen merupakan salah satu pilar usaha perusahaan tekstil berbasis di Solo tersebut./sritex.co.id

Bisnis, JAKARTA — Tekanan bisnis bertubi-tubi terutama selama masa pandemi telah mendera kalangan emiten tekstil. Perjuangan emiten sektor ini untuk pulih ke kondisi normal pun tampaknya harus berjalan lebih lambat dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Kinerja emiten di sektor tekstil tidak begitu menggairahkan sepanjang tahun ini. Dua emiten tekstil besar dalam negeri, yakni PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, mendapatkan gugatan pailit oleh para krediturnya.

Pan Brothers tercatat telah lolos dari gugatan pailit yang diajukan Maybank Indonesia. Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan pailit yang diajukan Maybank untuk seluruhnya.

"Majelis hakim juga memutuskan menghukum Maybank untuk membayar biaya perkara yang timbul akibat permohonan pernyataan pailit ini," tulis Manajemen PBRX dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan lalu.

Setelah lolos dari gugatan pailit ini, Manajemen PBRX mengatakan pihak mereka bersama penasihat keuangan maupun penasihat hukum, telah menyelesaikan skema-skema restrukturisasi dan menyampaikan proposal term sheet kepada bank-bank di sindikasi maupun bilateral.

Di dalam term sheet, perseroan dan group meminta perpanjangan jatuh tempo atas fasilitas yang diberikan 2 tahun untuk bilateral aktif dan sindikasi, dan 3 tahun untuk bilateral pasif.

"Secara umum bank-bank dimaksud telah menyetujui proposal term sheet sebagaimana dimaksud," kata Manajemen PBRX.

Manajemen PBRX melanjutkan, sejak Oktober 2020 sampai saat ini, Pan Brothers dan Grup selalu dan tetap membayar kewajiban bunga secara rutin. Utang kepada para bank adalah utang modal kerja dan diperlukan untuk kepentingan modal kerja perseroan, agar penjualan perseroan tidak mengalami penurunan yang drastis.

Proses penjahitan produk tekstil di pabrik PT Pan Brothers Tbk. /panbrotherstbk.com

Berbeda dengan PBRX, Sritex masih belum bisa lolos dari gugatan pailit kreditornya. Emiten tekstil asal Sukoharjo, Jawa Tengah, ini tercatat masih mendapatkan perpanjangan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga 6 Desember 2021 dari Majelis Hakim.

Perseroan tercatat telah mengajukan proposal perdamaian ke kreditur pada Selasa (7/9). Dalam proposal tersebut, SRIL meminta perpanjangan restrukturisasi hingga 15 tahun.

Head of Corporate Communication SRIL Joy Citradewi mengatakan, Sritex mengambil waktu jatuh tempo yang panjang karena mengantisipasi dan mempertimbangkan keberlanjutan usaha jangka panjang, mengingat faktor eksternal yang masih belum menentu hingga beberapa tahun ke depan.

Menurutnya, dampak pandemi Covid-19 masih terjadi hingga hari ini, yang terlihat dari permintaan pasar yang melemah dan isu logistik global yang belum menunjukkan pemulihan.

"Butuh waktu pemulihan yang cukup panjang, terlihat dari keputusan OJK untuk memperpanjang masa relaksasi atau restrukturisasi kredit atau pembiayaan perbankan," ujar Joy kepada Bisnis, beberapa waktu yang lalu.

Dia melanjutkan, dengan skema yang diajukan, pihaknya berharap pemulihan perusahaan dapat memberikan aspek keberlanjutan kepada keuangan perusahaan, seiring dengan membaiknya kondisi makro dalam negeri dan negara tujuan ekspor lainnya.

Adapun dalam proposal perdamaiannya, Sritex menyampaikan porsi utang 'tidak berkelanjutan' perseroan senilai US$753 juta dan refinancing sebesar US$850 juta atau Rp12,12 triliun, baru bisa diselesaikan pada tahun ke-15 tahun, berdasarkan proyeksi arus kas perusahaan.

Senior notes perseroan yang berjumlah US$150 juta dengan bunga 6,875 persen dan jatuh tempo pada 2024, serta senior notes sebesar US$225 juta dengan kupon 7,25 persen yang jatuh tempo pada 2025, akan ditukar dengan kombinasi obligasi baru bertenor 15 tahun.

Selain itu, Sritex juga mengusulkan untuk membatalkan semua bunga, denda, dan biaya lain terkait utang hingga Sritex ditetapkan berada dalam posisi PKPU sementara.

Pemulihan Masih Panjang

Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan, industri tekstil merupakan industri yang membutuhkan modal besar. Dengan kondisi tersebut, menurutnya tidak mengherankan jika perusahaan-perusahaan tekstil memiliki utang yang besar.

Teguh melanjutkan, utang besar di industri tekstil tidak hanya dimiliki oleh PBRX dan SRIL. Emiten tekstil milik taipan Sri Prakash Lohia, PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR) juga disebut memiliki utang yang besar.

“Kalau untuk Sritex, saat pandemi pada 2020 dengan adanya lockdown, permintaan tekstil anjlok. Akan tetapi, manajemen SRIL berspekulasi mengambil utang jangka pendek dengan jumlah besar,” kata Teguh, dihubungi Jumat (26/11).

Menurut Teguh, manajemen Sritex berasumsi jika kondisi telah kembali normal, maka perusahaan bisa melakukan produksi. Namun, kenyataannya hingga hari ini, pandemi belum pulih.

Sementara untuk PBRX, Teguh melihat tidak seagresif Sritex dalam menambah utang baru. Namun, Teguh mengingatkan PBRX untuk segera memperbaiki kinerja dan menaikkan penjualan.

Hingga kuartal III/2021, Pan Brothers mencatatkan penjualan senilai US$507,8 juta atau setara Rp7,24 triliun (kurs Jisdor 24 November 2021 Rp14.272 per dolar AS), selama periode Januari hingga September 2021. Penjualan ini turun 3,05 persen dari US$523,7 juta.

Sementara laba periode berjalan yang diatribusikan ke pemilik entitas induk turun sebesar 1,19 persen, menjadi US$19 juta, dari US$19,2 juta yoy.

Dengan faktor-faktor tersebut, Teguh melihat perjalanan pemulihan industri tekstil masih panjang. Ditambah lagi dengan pandemi yang kembali meningkat di Eropa, yang menjadi salah satu tujuan ekspor emiten-emiten tekstil.

“Mungkin di sana akan ada lockdown lagi, mungkin sektor tekstil akan susah untuk bangkit. Untuk Sritex mungkin saja tidak akan pailit, tapi perjalanan menyelesaikan utangnya bisa memakan waktu satu hingga dua tahun lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyarankan investor untuk berhati-hati memasuki saham tekstil.

Nico menyebut kinerja saham-saham emiten tekstil secara year-to-date (YTD) juga masih kurang menguntungkan.

"Cari sektor lain, itu lebih baik. Karena emiten seperti SRIL, sudah mengajukan proposal perdamaian PKPU, itu akan menjadi berat. Jadi mesti hati-hati," ujarnya belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.