Janji Percepatan Kereta Cepat

Penyertaan modal negara kepada PT Kereta Api Indonesia selaku leading konsorsium dijanjikan bakal mengakselerasi pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung setelah sempat tersendat akibat dampak pandemi Covid-19

Rahmi Yati

2 Nov 2021 - 23.48
A-
A+
Janji Percepatan Kereta Cepat

Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020)./Bisnis-Rachman

Bisnis, JAKARTA – Tak butuh waktu lama sejak Peraturan Presiden No 93/2021 yang mengatur penyertaan modal negara untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terbit bulan lalu, dana Rp4,3 triliun kini telah disuntikkan pemerintah. Di tengah pro dan kontra, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku kontraktor proyek boleh bernapas lega.

Dana itu akan dipakai untuk membayar kewajiban modal dasar (base equity capital) yang disetor PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium perusahaan pelat merah Indonesia.

Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi memerinci KCJB didanai melalui 25% ekuitas dan 75% utang dari China Development Bank (CDB) senilai Rp4,55 miliar atau sekitar Rp64,9 triliun. Dari 25% ekuitas, 60% di antaranya berasal dari konsorsium Indonesia yang menggenggam saham mayoritas KCIC.   

Dengan begitu, total pendanaan dari konsorsium Indonesia sekitar 15% dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85% dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China tanpa adanya jaminan dari Pemerintah Indonesia.

Dwiyana mengatakan, dengan suntikan modal ini, KCIC dapat melanjutkan pembangunan proyek yang saat ini sudah lebih dari 79%, tanpa khawatir ada hambatan dari sisi pendanaan.

"Masuknya investasi pemerintah melalui penyertaan modal negara kepada PT Kereta Api Indonesia selaku leading konsorsium itu bakal mengakselerasi pengerjaan proyek setelah sempat tersendat akibat dampak pandemi Covid-19," katanya.

Dia menyebut saat ini rangkaian kereta atau electric multiple unit (EMU) proyek tersebut sudah memasuki tahap produksi di pabrik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC) Sifang di Qingdao, China, dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi internasional ISO 9001.

KCJB masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) pada Januari 2016. Peletakan batu pertama dilakukan pada 21 Januari 2016 dengan target awal penyelesaian kala itu pada 2019.

Pengerjaan proyek yang dibangun melalui kerja sama Indonesia dan China ini disebut menggunakan teknologi tinggi sehingga bisa menjadi lompatan yang baik bagi Indonesia. Terlebih, kedua negara juga telah melakukan transfer pengetahuan sehingga para pekerja di Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.

Namun, pada Juni 2021, terkuak tiga masalah utama pada proyek KCJB, yakni pemenuhan modal dasar, pembengkakan biaya, dan potensi defisit kas pada masa operasi.

Kekurangan modal disetor itu terjadi karena sisa setoran PTPN VIII berupa inbreng tanah tidak diakui China dan setoran Jasa Marga berupa pengakuan hak guna jalan (rights of ways) tol miliknya tidak dapat dilakukan. Pada saat yang sama, WIKA dan KAI sedang mengalami keterbatasan kemampuan keuangan karena dampak Covid-19.

Pada saat yang sama, terjadi pembengkakan biaya akibat keterlambatan pembebasan lahan, perencanaan yang terlalu optimistis, dan manajemen proyek yang kurang kuat. Kementerian BUMN mengestimasi cost overrun berkisar US$1,4 miliar-US$1,9 miliar dari nilai awal proyek US$6,07 miliar.

Kondisi darurat itu memantik Kementerian BUMN menelurkan ide permintaan talangan dana dari negara. Usulan itu dikabulkan Presiden Jokowi dan terbitlah Perpres 93 di tengah hujan kritik.  Kritikus menilai langkah itu tidak konsisten karena sejak awal pemerintah berkomitmen tak menggunakan APBN.

SERAHKAN KE KONSORSIUM

Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel tak luput mengkritik PMN pada proyek KCJB. Dia berpendapat masalah keuangan KCJB sebaiknya diserahkan kepada perusahaan konsorsium KCIC, bukan malah disuntik dana APBN.

Menurutnya, APBN sebaiknya difokuskan pada pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pembangunan infrastruktur dasar, dan pembangunan ibu kota negara yang baru.

Apalagi, saat ini banyak anggaran yang dipotong karena dialihkan untuk penanganan Covid-19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan membangun IKN yang tidak boleh mundur.

"Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita,” ujarnya.

Agar proyek KCJB konsisten dengan skema business to business, menurutnya, pembengkakan biaya semestinya diserahkan ke perusahaan konsorsium KCIC. Jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan, maka sahamnya otomatis terdelusi.

“Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” katanya.

Foto udara proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020)./Bisnis-Rachman

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan tak mempersoalkan pembatalan pembangunan stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung. Semula kontraktor merencanakan empat stasiun untuk melayani penumpang, yakni Tegalluar, Padalarang, Karawang, dan Stasiun Halim.

Menurutnya, penumpang yang ingin menggunakan kereta cepat nantinya difasilitasi kereta feeder dari Stasiun Bandung ke stasiun hub Padalarang di Kabupaten Bandung Barat.

"Sambil menunggu nanti investasinya memungkinkan membangun fundamentalnya di Tegalluar," katanya, Selasa (26/10/2021).

Ridwan memaklumi dinamika yang terjadi dalam proses pembangunan KCJB, mengingat proyek itu merupakan inovasi baru yang bisa menemui banyak tantangan. (Wisnu Wage)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.