Jauh dari Target, Intervensi Minyak Goreng Murah Baru 30 Persen

Hingga saat ini, realisasi penyaluran minyak goreng harga terjangkau yang dijual Rp14.000 per liter baru mencapai 30 persen atau setara dengan 3,3 juta liter dari alokasi 11 juta liter yang ditargetkan bisa didistribusikan seluruhnya sampai akhir Desember 2021.

Iim Fathimah Timorria

15 Des 2021 - 13.29
A-
A+
Jauh dari Target, Intervensi Minyak Goreng Murah Baru 30 Persen

Berbagai minyak goreng berbasis kelapa sawit yang beredar di pasaran Indonesia./dok. GIMNI

Bisnis, JAKARTA — Hingga saat ini, realisasi penyaluran minyak goreng harga terjangkau yang dijual Rp14.000 per liter baru mencapai 30 persen atau setara dengan 3,3 juta liter dari alokasi 11 juta liter yang ditargetkan bisa didistribusikan seluruhnya sampai akhir Desember 2021.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan penyaluran minyak goreng subsidi dari produsen tersebut telah menjangkau 18 provinsi.

Pemerintah menargetkan penyaluran bisa sampai ke seluruh provinsi melalui 45.000 gerai ritel modern.

"Untuk penyaluran minyak goreng kemasan sederhana dengan harga lebih terjangka, yang merupakan bentuk kepedulian produsen telah berjalan sesuai rencana. Saat ini baru tersalur sekitar 30 persen dari 11 juta liter yang direncanakan, dan tersebar di 18 provinsi, belum merata," kata Isy saat dihubungi, Selasa (14/12/2021).

(BACA JUGA: Dana BPDPKS Bakal Dipakai untuk Intervensi Harga Minyak Goreng)

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan realisasi penyaluran oleh anggota GIMNI telah mencapai 600.000 liter dari 5,5 juta liter yang dialokasikan.

Sahat mengatakan penyaluran sempat terkendala karena belum ada pemesanan dari jaringan ritel.

(BACA JUGA: Di Balik Pembatalan Larangan Perdagangan Minyak Goreng Curah)

"Sekarang sudah mulai disalurkan lewat ritel modern. Kami target sampai akhir bulan tersalur semua," kata Sahat.

Alokasi 11 juta liter minyak goreng subsidi dalam kemasan sederhana sendiri dipasok oleh GIMNI dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) dengan volume masing-masing 5,5 juta liter.

(BACA JUGA: Ritel Kurang Inisiatif, Intervensi Minyak Goreng Tak Efektif)

Sahat memperkirakan volume minyak goreng murah dari produsen bisa bertambah ke depannya, seiring dengan proyeksi harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih tinggi sampai pertengahan 2022.

Sahat mengatakan perusahaan perkebunan sawit perlu berpartisipasi dalam menyediakan minyak goreng murah untuk pasar dalam negeri.

SUBSIDI

Sementara itu, ekonom menilai pemberian subsidi harga pada minyak goreng bisa diarahkan untuk minyak goreng kemasan agar penyaluran dana lebih efisien. Minyak goreng kemasan juga lebih mudah diawasi daripada minyak goreng curah.

Guru Besar dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk stabilisasi harga minyak goreng memungkinkan dilakukan. Namun keputusan penggunaan dana tetap berada du Komite Pengarah.

"Saya kira secara aturan bisa. Logikanya sama dengan penggunaan dana sawit untuk mendukung biodieswl. Keputusan ada di Komite Pengarah," kata Bayu, Selasa (14/12/2021).

Bayu mengatakan tantangan pemanfaatan dana BPDPKS untuk subsidi minyak goreng akan sangat tergantung pada nilai dana yang digunakan. Namun dia mengatakan kendala tersebut bisa disiasati dengan menyasar segmen minyak goreng kemasan sederhana.

"Agar efisien, gunakan saja untuk minyak goreng kemasan sederhana. Dengan demikian sasaran utama dukungan dana sawit adalah masyarakat berpendapatan rendah dan usaha mikro atau kecil pengguna minyak goreng," tambahnya.

Dia memperkirakan kebutuhan dana berkisar  di angka Rp250 miliar sampai Rp300 miliar. Nilai tersebut terbilang kecil dengan penyaluran dana BPDPKS untuk program biodesel yang mencapai Rp 44,23 triliun per November 2021.

"Jika minyak goreng curah lebih sulit pengawasannya. Namun jika untuk kemasan sederyana kebutuhan dana tidak terlalu besar dibandingkan dengan ketersediaan dana yang ada," katanya.

Pemakaian dana yang dihimpun BPDPKS untuk pangan memungkinkan karena tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Presiden (Perpres) No. 66/2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Selain untuk peremajaan kebun kelapa sawit dan penelitian serta pengembangan, beleid tersebut menyebutkan dana yang dihimpun bisa digunakan dalam rangka pemenuhan hasil perkebunan sawit untuk pangan, penghiliran industri, dan pemanfaatan biodiesel.

BPDPKS sendiri mengelola dana yang bersumber dari pungutan ekspor CPO dan turunannya. Badan layanan umum tersebut sempat memproyeksikan potensi dana yang dihimpun pada 2021 bisa mencapai Rp45 triliun jika harga CPO stabil di kisaran US$870 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.