Jelang Masa Suram Emas Hitam, Apa yang Harus Dilakukan?

Teknologi carbon capture merupakan salah satu solusi untuk bisa tetap memanfaatkan batu bara tanpa bertentangan dengan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dalam mengurangi emisi karbon.

Zufrizal
17 Agt 2021 - 14.53
A-
A+
Jelang Masa Suram Emas Hitam, Apa yang Harus Dilakukan?

Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis, JAKARTA — Tekanan terhadap industri batu bara makin menguat seiring dengan dorongan dunia internasional untuk beralih ke energi bersih. 

Banyak negara yang mulai meninggalkan pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik sehingga permintaan terhadap emas hitam makin berkurang.

Presiden Direktur PT Pamapersada Nusantara Tbk. (PAMA) Frans Kesuma mengatakan bahwa ada dua kunci yang bisa dilakukan untuk memitigasi tekanan tersebut.

"Ada dua hal yang harus dipikirkan dan menjadi bagian dari studi kami di PAMA, yakni hilirisasi dan carbon capture, utilization, and storage [CCUS]. Kami sadar tekanan industri sangat kuat dan kita hanya bisa memitigasi dengan cara itu," ujar Frans dalam sebuah webinar, Senin (17/8/2021).

Menurutnya, teknologi carbon capture merupakan salah satu solusi untuk bisa tetap memanfaatkan batu bara tanpa bertentangan dengan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dalam mengurangi emisi karbon.

Sementara itu, pengembangan penghiliran batu bara juga dinilai akan mereduksi secara signifikan emisi karbon yang dihasilkan oleh penggunaan batu bara.

"Kami paham yang semua protes terhadap batu bara hanya satu sebetulnya, yakni karbon. Kalau itu bisa di-capture itu semuanya hilang. Hilirisasi juga merupakan salah satu cara untuk menurunkan karbon secara signifikan sehingga batu bara dapat dimanfaatkan tanpa bertentangan keras dengan Perjanjian Paris," katanya.

Selain menjalankan bisnis kontraktor tambang, PAMA melalui anak usahanya, PT Tuah Turangga Agung, juga memiliki konsesi tambang batu bara di Kalimantan Tengah.

Frans menambahkan bahwa upaya lain yang dilakukan perusahaan untuk menghadapi tekanan terhadap industri tambang batu bara adalah melakukan diversifikasi ke bisnis pertambangan emas dan pengembangan energi baru terbarukan.

"Kami tidak memiliki cadangan [batu bara] yang besar dan akan habis dalam 10-15 tahun sehingga mau tidak mau menghadapi kondisi yang sulit, terutama ESG [environmental, social, and governance] concern, kami mempersiapkan diversifikasi ke tambang emas dan mineral lain, serta masuk ke energi terbarukan, seperti hidro, solar PV [photovoltaic], dan lainnya," katanya.

CADANGAN MELIMPAH

Sementara itu, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) Suryo Eko Hadianto menilai bahwa cadangan batu bara di dalam negeri harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Langkah itu perlu dilakukan sebelum bisnis emas hitam itu memasuki masa suram di tengah tekanan perubahan iklim.

Menurutnya, bisnis batu bara suatu saat akan mengalami masa kegelapan dan tidak laku lagi dengan makin masifnya tekanan dunia internasional untuk meninggalkan penggunaan batu bara dan beralih ke energi bersih.

Namun, di sisi lain, cadangan batu bara di Indonesia masih sangat melimpah yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa.

Untuk itu, menurutnya, peranan batu bara ini tidak bisa diabaikan begitu saja dan serta-merta beralih mengadopsi teknologi energi bersih yang disodorkan oleh negara-negara maju.

"Apakah kita akan ternina bobo dengan teknologi energi bersih walaupun belum kita kuasai dan tinggalkan batu bara kita di dalam tanah. Begitu masa gelap bisnis batu bara kita baru sadar cadangan yang ada di perut bumi ini tidak pernah termanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia," ujar Suryo dalam sebuah webinar, Senin (16/8/2021).

Oleh karena itu, dia menilai bahwa selagi masih ada waktu, batu bara harus dieksploitasi besar-besaran dengan cara melakukan penghiliran untuk menghasilkan produk turunan batu bara yang lebih ramah lingkungan.

Selain itu, menurutnya, para pelaku usaha batu bara juga perlu mulai menyisihkan dana untuk investasi pengembangan carbon capture sehingga emisi karbon dari batu bara bisa ditekan.

"Ke depan, bisnis berbasis batu bara akan mengarah kepada penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan dalam operasinya dan comply terhadap aturan mengenai emisi karbon. Ini mau tidak mau harus diupayakan oleh seluruh insan penambangan batu bara. Upayanya antara lain, dekarbonisasi proses operasional dan carbon capture, utilization, and storage [CCUS] ini harus segera dikembangkan sehinga batu bara kita bisa eksploitasi tapi emisi karbon kita capture," kata Suryo. (Denis R. Meilanova)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.