Jurus Kunci Pacu Ekspor ke Pasar Nontradisional

Preferensi produk di mitra nontradisional cenderung berbeda dengan negara-negara yang menjadi pangsa utama RI. Dalam hal ini, Indonesia harus jeli menawarkan produk yang sesuai dengan kriteria.

Iim Fathimah Timorria

22 Des 2021 - 14.30
A-
A+
Jurus Kunci Pacu Ekspor ke Pasar Nontradisional

Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis, JAKARTA — Upaya Indonesia memacu ekspor ke mitra dagang nontradisional dinilai tidak cukup hanya mengandalkan promosi lewat pameran seperti Trade Expo Indonesia atau TEI. Pemerintah membutuhkan upaya ekstra untuk menjual produk lokal ke pasar-pasar baru. 

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio mengatakan pemerintah bisa mengandalkan pola bisnis ke bisnis atau business to business (B2B) untuk memasuki pasar-pasar baru. Hal ini bisa dimulai melalui hubungan bisnis antara perusahaan milik negara.

“Masuk ke pasar baru dan nontradisional memang bukan perkara mudah. Namun, bisa dimulai dari penjajakan bisnis, salah satunya lewat peran BUMN,” kata Andry, Rabu (22/12/2021).

Dalam hal pendekatan bisnis ke bisnis menghadapi kendala, Andry mengatakan pemerintah bisa turun tangan dengan menginisiasi kerja sama perdagangan. Namun, pendekatan ini perlu digarap dengan hati-hati demi memastikan Indonesia tak berakhir hanya sebagai pasar.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai porsi transaksi dengan mitra nontradisional bisa ditingkatkan, tetapi harus diiringi dengan perubahan strategi.

Dia mengatakan preferensi produk di mitra nontradisional cenderung berbeda dengan negara-negara yang menjadi pangsa utama RI. Dalam hal ini, Indonesia harus jeli menawarkan produk yang sesuai dengan kriteria.

“Kendala utama untuk masuk pasar no tradisional adalah channel distribusi maupun logistik yang terbilang cukup mahal. Permintaan pasti ada, tetapi biaya pengiriman bisa mahal,” sambungnya.

Dia juga mengatakan perdagangan dengan mitra nontradisional kerap diadang hambatan tarif, mengingat negara-negara tersebut belum menjalin kerja sama perdagangan dengan Indonesia. 

Idealnya, lanjut Bhima, Indonesia memiliki fasilitas dagang dengan negara-negara tersebut dalam bentuk tarif preferensi. Dengan demikian, produk yang memiliki potensi ekspor paling besar bisa menikmati penjualan yang optimal.


Bagaimanapun, kalangan pengusaha menilai kehadiran pameran produk RI seperti Trade Expo Indonesia-Digital Edition (TEI-DE) di tengah pandemi cukup efektif dalam mendorong penetrasi ekspor ke mitra dagang nontradisional, meski mayoritas transaksi yang dicapai menyasar pasar tradisional.

Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani berpendapat TEI memiliki peran signifikan dalam promosi produk ekspor RI yang bernilai tambah, termasuk ke mitra dagang nontradisional.

Meski nilai potensi dagang yang dicapai tak sebesar capaian ekspor sepanjang tahun, dia mengatakan kehadiran pameran memberi eksposur produk nasional untuk mendorong diversifikasi.

“Kalau memang transaksi terbesar ke China, tidak lantas bisa dibandingkan dengan negara nontradisional karena China merupakan buyer terbesar di dunia. Efektivitas TEI terletak pada fokusnya memberi eksposur produk RI ke buyer baru,” ujarnya.

Shinta tidak memungkiri penjualan produk ke buyer baru dari mitra nontradisional cenderung lebih sulit selama pandemi. Dia mengatakan pembeli lebih suka melihat produk dan berinteraksi langsung dengan eksportir sebelum memutuskan transaksi.

“Meskipun eksposur pameran digital bisa lebih besar, untuk menciptakan penjualan relatif lebih sulit karena mulanya bisa melihat langsung,” kata dia.

Untuk menjalankan transaksi secara virtual selama pandemi, eksportir setidaknya harus mengirim contoh produk terlebih dahulu sehingga prosesnya lebih lama. 

Hal ini pulalah yang menyebabkan transaksi selama pameran lebih banyak dilakukan dengan pembeli lama atau dari negara mitra tradisional.

“Namun saya kira promosi selama pandemi tetap penting agar para pembeli tetap aware dengan produk RI dan pelaku usaha tetap terpacu memanfaatkan peluang yang lebih luas,” katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan bahwa produk yang dihasilkan anggota telah menjangkau 52 negara mitra dagang RI. 

Dia menyebutkan kinerja ekspor produk jamu dan herbal memperlihatkan tren pertumbuhan selama pandemi dan bahkan masuk ke negara dengan jumlah penduduk kecil.

“Pameran-pameran selalu kami ikuti karena bisa jadi ajang promosi. Setidaknya sudah ada 52 negara yang dimasuki produk kita, tidak hanya negara besar seperti China dan Amerika Serikat, tetapi juga yang penduduknya hanya ratusan ribu,” kata dia.

Dwi Ranny mengatakan para produsen kerap terkendala masalah standar ketika memasuki pasar baru. Namun dia mengatakan asistensi dari perwakilan dagang RI di luar negeri turut membantu proses masuknya produk.

 “Kami terus upayakan masuk ke pasar-pasar baru, apalagi selama pandemi permintaan produk suplemen dan herbal yang natural meningkat,” kata dia.

Produk herbal dan suplemen menjadi salah satu produk yang paling banyak diminati para pembeli dalam TEI-DEI 2021. Kementerian Perdagangan mencatat nilai transaksi produk tersebut setidaknya mencapai US$300 juta selama masa promosi TEI-DE.

JARING MITRA

Kementerian Perdagangan menyebutkan kehadiran TEI-DE berhasil memperluas eksposur produk ekspor ke negara-negara mitra nontradisional. Hal ini terlihat dari capaian transaksi dengan pasar-pasar baru yang cukup prospektif.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi mengatakan sejumlah negara di kawasan Afrika, Teluk, Asia Selatan, dan Eropa telah memperlihatkan minat pada produk RI dalam ajang TEI edisi digital. 

Sebagai contoh, nilai transaksi dengan Nigeria mencapai US$208.000 dan ke Hungaria sebesar US$270.000.

“Dari angka-angka ini terlihat bahwa mitra nontradisional cukup prospektif dan sesuai dengan arah promosi yang didorong ke mitra nontradisional,” kata Didi.

Menurutnya, pameran digital tetap efektif menjaring pembeli, meski Indonesia tak banyak menggelar misi dagang ke pasar-pasar baru selama pandemi.

“Selama 2021 ini saja misalnya, misi dagang hanya sekali ke Uni Emirat Arab dengan capaian US$180 juta. Namun, ternyata lewat pameran digital nilainya juga tetap besar. Ini memberi paradigma baru,” tambahnya.

Ke depannya, Kementerian Perdagangan bakal mempertahankan promosi secara digital untuk memasarkan produk ekspor RI. Pemerintah bahkan mempertimbangkan menggelar pameran berdasarkan kelompok produk agar calon pembeli yang disasar lebih spesifik.

Untuk diketahui, nilai total transaksi yang diperoleh dari pelaksanaan TEI-DE ke-36 tahun ini mencapai US$6,06 miliar. 

Nilai ini jauh melampaui target yang dipatok Kementerian Perdagangan sebesar US$1,5 miliar dan naik hampir lima kali lipat dibandingkan dengan capaian 2020 yang bernilai US$1,3 miliar.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan capaian TEI-DE kali ini sejalan dengan kinerja ekspor Indonesia sepanjang Januari sampai November 2021. Total ekspor RI selama periode tersebut menembus US$209 miliar dan menjadi yang tertinggi dalam sejarah.

"Kinerja ini juga setara dengan yang dihasilkan oleh Trade Expo Indonesia ke-36, meskipun digelar secara digital, tetapi capaian nilai transaksi mencapai US$6,06 miliar," kata Lutfi saat upacara penutupan TEI-DE ke-36, Selasa (21/12/2021).

Lutfi menjelaskan transaksi terbesar disumbang oleh kontrak penjualan komoditas energi fosil atau batu bara sebesar US$2,52 miliar dan disusul dengan produk pertanian senilai US$792 juta. 

Produk kimia menyusul di peringkat ketiga senilai US$316,7 juta dan produk minyak sawit senilai US$307,8 juta di peringkat keempat.

"Kemudian dari herbal dan suplemen, ini mungkin karena terjadi Covid-19, ternyata biodiversity kita bisa menjadi tonggak baru dengan nilai US$300 juta dan kertas olahan senilai US$298 juta," paparnya.

Beberapa negara yang menjadi mitra transaksi terbesar adalah China dengan nilai US$1,68 miliar, Mesir US$560,2 juta, Brasil senilai US$285,8 juta, Jepang senilai US$252 juta, dan India sebesar US$204 juta.

Jumlah kunjungan virtual tercatat mencapai 32.030 yang terdiri atas 8.220 pembeli dari 136 negara. Setidaknya ada 3.720 pembelia mancanegara yang mengikuti transaksi dalam TEI-DE ke-36.

"Meskipun dalam kondisi pandemi, tetapi kita tetap berhasil untuk mencetak rekor baru di dalam hasil TEI dan juga menjadi atraksi tersendiri dengan cara digital untuk pengunjung, baik pengunjung yang membeli maupun pembeli dengan hasil yang sangat baik," kata Lutfi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.