Kenaikan Harga Batu Bara Ancam Pemulihan Industri Semen

Produksi semen nasional mengalami tantangan baru di pertengahan 2021 berupa kenaikan harga batu bara, yang membuat daya saing harga produk melemah. Pemerintah justru menaikkan target pertumbuhan sektor industri ini.

Moh. Fatkhul Maskur

6 Sep 2021 - 15.19
A-
A+
Kenaikan Harga Batu Bara Ancam Pemulihan Industri Semen

Pekerja memindahkan semen untuk diangkut ke kapal di Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (25/2/2020). - Bisnis.com

Bisnis, JAKARTA – Produksi semen nasional mengalami tantangan baru di pertengahan 2021 berupa kenaikan harga batu bara, yang membuat daya saing harga produk melemah. Pemerintah justru menaikkan target pertumbuhan sektor industri ini.

Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat, harga batu bara untuk industri semen saat pengiriman atau freight on board (FoB) telah naik 60% secara tahunan per Juli 2021. ASI memprediksi harga batu bara untuk industri semen akan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun.

“Hal ini akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan industri semen, karena harga batu bara adalah sekitar 35–40 persen dari total biaya produksi,” kata Ketua Umum ASI Widodo Santoso kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).

Widodo menilai, pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap kenaikan harga batu bara tersebut. Pasalnya, permintaan semen di pasar domestik mulai menunjukkan perlambatan permintaan.

Widodo mendata, konsumsi semen di Pulau Jawa yang telah naik per Juni 2021 secara tahunan kembali susut. Menurutnya, permintaan di Pulau Jawa turun 5,5% secara tahunan per Juli 2021 menjadi 2,85 juta ton.

Selain itu, konsumsi di kawasan Maluku dan Papua juga turun 9,2% menjadi sekitar 151.000 ton. Penurunan tersebut merupakan pertama kalinya di Maluku dan Papua setelah 6 bulan berturut-turut mencatatkan kinerja positif.

Pertumbuhan permintaan tertinggi terjadi di Pulau Sulawesi, yakni sebanyak 40% menjadi sekitar 578.000 ton. Sementara itu, permintaan di Pulau Sumatra tumbuh tipis 0,9% menjadi 1,16 juta ton.

Alhasil, permintaan semen secara nasional per Juli 2021 hanya dapat tumbuh tipis 0,5% menjadi 5,46 juta ton. Adapun, konsumsi selama Januari–Juli 2021 mencapai 34,46 juta ton atau tumbuh 6,2% secara tahunan.

“Semoga kinerja industri semen bisa membaik dengan catatan ada kebijakan harga batu bara dalam negeri dari pemerintah,” ucapnya.

PASAR GLOBAL

Kenaikan harga batu bara yang membuat bengkak biaya produksi akan membuat perusahaan semen tidak bisa bersaing dengan kompetitor di pasar global. Kenaikan biya produksi diproyeksi naik sekitar 10%–15%. 

Widodo berujar, kenaikan biaya produksi berpotensi meniadakan program ekspor semen secara keseluruhan. Pasalnya, program ekspor dapat membuat perusahaan semen nasional justru merugi.

Widodo menilai, kinerja ekspor semen per Juli 2021 masih cukup bagus, karena tercatat volume penjualan ke luar negeri per Juli 2021 mencapai 855.000 ton atau naik sekitar 26,47% secara tahunan.

Namun demikian, kinerja ekspor tersebut merupakan yang terendah sepanjang Januari–Juli 2021. Sementara itu, kinerja ekspor tertinggi terjadi pada Maret dan April 2021, yakni sebanyak 1,28 juta ton pada dua bulan tersebut.

Di samping itu, kinerja ekspor semen selama Januari–Juli 2021 telah mencapai 7,58 juta ton atau tumbuh 70% secara tahunan.

Widodo berharap, pemerintah bisa memberikan perhatian khusus terhadap kenaikan harga batu bara tersebut untuk menjaga keberlangsungan industri semen. “Sehingga [harga batu bara] tidak naik begitu besar. [Jika tidak ditangani,] harga ekspor dapat membumbung tinggi sampai lebih dari US$130 per ton.”

UTILISASI PABRIK

Kenaikan harga batu bara dan rendahnya pasokan menambah beban utilisasi industri semen yang rendah akibat kelebihan kapasitas terpasang, yang diperburuh dengan pandemi Covid-19 yang menurunkan tingkat utilisasi sebesar 10% menjadi 62%.

"Kalah tahun ini konsumsi [minimal] bisa naik 8 persen ya, utilisasi [industri semen nasional] bisa naik [menjadi] sekitar 67 persen." 

Salah satu strategi yang dapat meningkatkan utilisasi pabrikan semen adalah program ekspor. Adapun, volume ekspor semen nasional pada kuartal I/2021 telah naik 130% secara tahunan menjadi 3,31 juta ton.

Semula, Ekspor digadang mempercepat pemulihan utilisasi industri semen nasional, meski level pertumbuhan itu belum dapat menutupi penurunan utilisasi akibat pandemi Covid-19 yang menyerang sejak tahun lalu.

Akan tetapi, masalah batu bara tengah mengadang. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyatakan tingkat ketersediaan batu bara di industri semen umumnya dapat menopang proses produksi hingga 1 bulan. Namun demikian, ketersediaan batu bara di kebanyakan industri semen saat ini hanya mampu mendukung kegiatan produksi 1–2 pekan.

“Ini betul-betul ancaman terhadap kelangsungan industri [semen] dalam negeri. Semoga hal ini segera dapat perhatian serius dari pemerintah,” kata Widodo Santoso.

Widodo menduga, rendahnya ketersediaan batu bara di industri semen saat ini disebabkan dua hal, yakni harga yang tinggi dan minimnya ketersediaan di pasar. Widodo mencatat, harga batu bara per Juli 2021 telah tumbuh 60% secara tahunan.

Menurutnya, penurunan ketersediaan batu bara di pasar lokal disebabkan oleh program ekspor yang eksesif, dan ada beberapa oknum melanggar aturan kewajiban pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

“Laporan dari anggota ASI, hampir semua produsen kritis stok batu bara untuk kebutuhan operasinya,” ucapnya.

Seperti diketahui, ASI terdiri dari 15 perusahaan semen yang tergabung dalam 11 grup semen nasional. Hingga akhir semester I/2021, kapasitas terpasang industri semen nasional mencapai 116,3 juta ton per tahun.

PROYEKSI PERTUMBUHAN

Sementara itu, Kementerian Perindustrian justru merevisi naik proyeksi pertumbuhan industri bahan bangunan, termasuk semen, keramik, dan produk pengolahan bahan. Industri ini ditarget tumbuh 2,79% pada tahun ini, naik dari proyeksi sebelumnya 2,32%.

Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan kenaikan tipis pada target pertumbuhan memperhatikan situasi ekonomi dalam negeri yang belum sepenuhnya pulih.

"Revisi pertumbuhan sedikit saja diperkirakan di angka 2,79%, memperhatikan dinamisasi keadaan Covid-19 dan recovery ekonomi yang tidak mungkin dapat segera tumbuh besar," katanya kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).

Pada paruh pertama tahun ini, Kementerian Perindustrian mencatat industri semen, keramik, dan bahan galian nonlogam mampu tumbuh 8,05%, setelah sebelumnya menorehkan kinerja negatif pada dua bulan pertama 2021. Kenaikan yang cukup besar itu karena kontraksi yang juga cukup dalam pada semester kedua tahun lalu.

"Dan dikerek dengan pertumbuhan positif sektor properti dan konstruksi," lanjutnya.

Vaksinasi yang terus meluas diharapkan mampu mengatasi kondisi pandemi di dalam negeri yang berimbas pada perbaikan ekonomi, sehingga pertumbuhan industri ini dapat dipacu di angka 4,01 persen pada tahun depan.

Sementara itu, Pemerintah tidak memasang target agresif untuk pertumbuhan industri pengolahan pada 2022, yakni sebesar 4,5%—5% atau hanya naik tipis dari target tahun ini sebesar 4%—4,5%.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memaparkan seiring dengan target pertumbuhan manufaktur tersebut, ekspor diharapkan mampu mencapai US$141—US$147 miliar pada tahun depan. Angka itu naik dari target tahun ini senilai US$136—US$141 miliar.

Adapun, untuk investasi manufaktur, tahun depan ditargetkan mencapai Rp368 triliun atau naik dari proyeksi tahun ini senilai Rp301 triliun.

“Dari sisi substitusi impor, kami proyeksi akan tercapai sesuai program yang sejak 2019 kami gencarkan, yakni 35% dari tahun ini 22%,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI, Rabu (25/8/2021).

Reporter : Reni Lestari, Andi M. Arief

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.