Bisnis, JAKARTA — Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta harga minyak mentah dunia yang terus memanas mulai membuat pemerintah ketar-ketir akan kinerja keuangan PT Pertamina (Persero).
Terlebih, sebagian besar belanja perusahaan migas pelat merah itu selama ini menggunakan mata uang dolar AS, sementara mayoritas pendapatan perseroan berbentuk rupiah.
Selama ini, Pertamina harus melakukan pembelian valuta asing (valas) berdenominasi dolar AS dalam jumlah yang cukup besar, untuk kemudian digunakan dalam pengadaan minyak mentah, produk minyak, dan gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG).
Tak hanya itu, kegiatan operasional dan pembiayaan belanja modal (capital expenditure/capex) Pertamina untuk proyek-proyek investasi juga menggunakan dolar AS. Di sisi lain, sebagian besar pendapatan Pertamina dari penjualan di dalam negeri, terutama di sektor hilir diterima dalam mata uang rupiah.