Kinerja APBN: Belanja Mini Jelang Tahun Berakhir

Realisasi belanja APBN menjadi sorotan jelang akhir tahun. Meski angkanya telah direvisi, realisasi per 12 Desember 2023 masih jauh dari target.

Annasa Rizki Kamalina

15 Des 2023 - 19.34
A-
A+
Kinerja APBN: Belanja Mini Jelang Tahun Berakhir

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kata sambutan saat Bisnis Indonesia Business Challenges 2024 di Jakarta, Kamis (23/11/2023)./Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan belanja pemerintah malah turun jelang tutup tahun 2023. 

Berdasarkan data APBN Kita 2023, realisasi belanja negara hingga 12 Desember 2023 telah mencapai Rp2.588,2 triliun atau 83% dari target revisi Rp3.117,2 triliun.

Realisasi tersebut tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu atau terkontraksi hingga 4,1%. Sementara belanja yang dikeluarkan pemerintah pusat mencapai Rp1.840,4 triliun dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp747,8 triliun.

“Belanja masih kontraksi 4,1% dibandingkan tahun lalu per 12 Desember,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kita Desember 2023, Jumat (15/12/2023).

Sri Mulyani menekankan, bahwa rendahnya belanja yang terealisasi bukan karena belaja Kementerian/Lembaga (K/L) yang turun, melainkan dari belanja subsidi BBM di mana harganya lebih rendah dari asumsi makro 2023.

Lebih lanjut, Sri Mulyani memerinci bahwa penurunan yang cukup dalam terjadi pada belanja pemerintah pusat melalui belanja nonK/L yang terkontraksi 11,7%.

“Belanja non K/L yang menurun besar adalah subsidi BBM karena harga BBM turun atau lebih rendah dari harga asumsi,” ungkapnya.

Dalam APBN 2023, asumsi harga minyak mentah Indonesia di angka US$90/barel. Sementara mengutip harga minyak mentah yang ditetapkan Kementerian ESDM per November 2023 di level US$79,63/barel.

Belanja nonK/L, termasuk di dalamnya belanja subsidi BBM, baru terealisasi 71,8% dari APBN atau di angka Rp894,3 triliun.

Meski demikian, Sri Mulyani melihat realisasi nonK/L masih akan terus meningkat pada sisa Desember 2023, seiring dengan proses pembayaran berbagai program, seperti subsidi dan kompensasi.

Di sisi lain, belanja pemerintah pusat justru telah mencapai 94,5% hingga 12 Desember 2023 yang dipengaruhi oleh dukungan persiapan pelaksanaan pemilu, pembangunan IKN, percepatan penyelesaian infrastruktur prioritas, serta penyaluran bantuan sosial.

OPTIMISME SEMU

Sebelumnya,  Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara optimistis bahwa realisasi penyerapan anggaran APBN 2023 di angka 95% dapat tercapai.

Menurutnya, arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendesak seluruh kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah agar merealisasi persentase tersebut masih dapat untuk direalisasikan.

“Kami melihat bahwa itu masih sangat dimungkinkan jika kita memanfaatkan seluruh 2-3 minggu ke depan secara optimal,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (11/12/2023).

Terkait dengan 2024, dia melanjutkan bahwa Presiden Ke-7 RI itu juga menekankan pentingnya melihat stabilisasi harga dan memastikan kesiapan memasuki 2024 dalam pelaksanaan APBN.

Baca Juga : Neraca Dagang Surplus dengan Tekanan 

“Kepada Kementerian/Lembaga juga diarahkan supaya bisa mulai melaksanakan APBN seawal mungkin sedini mungkin sejak bulan Januari,” katanya.

Dia melanjutkan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang membahas kondisi perekonomian terkini dan persiapan Natal tahun 2023 dan Tahun Baru 2024 itu juga terdapat arahan mengenai penyaluran transfer ke daerah.

Suahasil mengatakan Kementerian Keuangan akan mempercepat pelaksanaannya pada akhir tahun ini.

“Estimasi kita akan ada transfer dan semoga nanti bisa melengkapi kesiapan pemda juga untuk memaksimalkan penyerapan anggaran pada 2023 sehingga mendapatkan efek maksimal kepada pertumbuhan ekonomi kita,” harapnya.

Baca Juga : Tugas Berat Akselerasi Ekonomi RI Jadi Negara Maju 

DEFISIT ANGGARAN

Sri Mulyani mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tercatat melanjutkan tren defisit dengan nilai Rp35 triliun per 12 Desember 2023.

Dia menyampaikan secara persentase, defisit tersebut jauh dari ketentuan Undang-undang (UU) APBN 2023, yang dirancang senilai Rp598,2 triliun.

“Jadi defisit hingga 12 Desember 2023 yang hanya Rp35 triliun atau 0,17% itu jauh lebih kecil dari desain defisit awal yang sebesar Rp598,2 triliun,” paparnya.

Dia menyampaikan keseimbangan primer hingga 12 Desember 2023 masih mencatatkan surplus sejumlah Rp289,6 triliun. Walaupun lebih rendah dari posisi surplus Oktober 2023 yang senilai Rp365,4 triliun.

Secara perinci, Sri Mulyani mengungkapkan pihaknya telah mengumpulkan pendapatan negara hingga 12 Desember 2023 sejumlah Rp2.553,2 triliun.

Capaian tersebut tercatat sudah melewati target awal APBN 2023 di angka Rp2.463 triliun. Namun, membandingkan dengan APBN 2023 yang sudah direvisi melalui Perpres No. 75/2023, masih di bawah target Rp2.637,2 triliun.

“Kami masih belum mencapai [target revisi], tetapi dari APBN awal sudah 103,66% sudah melewati,” lanjutnya.

KEJAR TARGET PENERIMAAN

Penerimaan pajak per 12 Desember 2023 tercatat senilai Rp1.739,84 triliun. Realisasi tersebut telah mencapai 101,3% dari target awal APBN 2023 di angka Rp1.718 triliun.

Sri Mulyani memaparkan penerimaan pajak pada periode ini mampu tumbuh sebesar 7,3%, setelah tahun lalu tumbuh tinggi sebesar 43%.

Melambatnya pertumbuhan penerimaan dari pajak dari tahun sebelumnnya tersebut, utamanya akibat penurunan harga komoditas yang signifikan, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan PPS.

“Pertumbuhan penerimaan pajak ini cukup baik, 7,3%. Ini tumbuh di atas tahun lalu yang tumbuh 43%. Jadi penerimaan pajak sudah tinggi banget dan masih tumbuh di atas tahun lalu,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita Desember 2023, Jumat (15/12/2023).

Sri Mulyani mencatat kelompok pajak tumbuh positif, kecuali penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) migas yang mengalami kontraksi akibat moderasi harga minyak bumi dan gas alam.

Baca Juga : Menutup Keran Stimulus di Kawasan Khusus

Secara perinci, penerimaan pajak terbesar berasal dari PPh nonmigas yang telah mencapai Rp951,83 triliun atau 108,95% dari target dan tumbuh 6,72% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, PPN dan PPnBM juga tumbuh 8,78% dengan nilai penerimaan sejumlah Rp683,32 triliun.

Penerimaan negara dari PBB dan pajak lainnya juga telah melampaui target. Tercatat mencapai Rp40,34 triliun atau tumbuh signifikan hingga 38,99%.

Untuk penerimaan dari PPh migas yang anjlok 11,85%, tercatat sebesar Rp64,36 triliun. Meski terkontraksi, angka tersebut telah mencapai 104,75% dari target pemerintah.

Di sisi lain, penerimaan pajak ini mampu melanjutkan kinerja positif di tengah penurunan harga komoditas.

Baca Juga : Dua Mata Pisau Insentif Fiskal 

“Penerimaan pajak mampu tumbuh positif dan melampaui target APBN pada saat terjadi penurunan harga komoditas,” ujarnya.

Sebagai informasi, target penerimaan pajak telah direvisi dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.75/2023 yang naik Rp100 triliun menjadi Rp1.818 triliun.

Untuk itu, Bendahara Negara tersebut berharap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mencapai target di sisa waktu Desember 2023 ini.

“Pak Suryo [Direktur Jenderal Pajak] sampai 2 minggu ke depan diharapkan bisa mencapai revisinya Rp1.818 triliun. Dibandingkan APBN awal itu, DJP targetnya naik Rp100 triliun dari Rp1.718 triliun,” tuturnya.(Akbar Evandio)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.