Kinerja Masih Tertatih, Saatnya Masuk Reksa Dana Saham

Perbaikan perekonomian di Tanah Air mendorong penguatan di pasar saham. Seiring dengan hal itu, sejumlah indeks pun ikut tumbuh sejalan dengan pertumbuhan indeks acuan. Namun, hal tersebut tidak serta merta membuat kinerja instrumen reksa dana saham ikut menguat.

Ika Fatma Ramadhansari & Rinaldi Mohammad Azka

14 Des 2021 - 19.16
A-
A+
Kinerja Masih Tertatih, Saatnya Masuk Reksa Dana Saham

ilustrasi investasi reksa dana

Bisnis, JAKARTA — Perbaikan perekonomian di Tanah Air sepanjang tahun ini mendorong penguatan di pasar saham. Namun, hal tersebut tidak serta merta membuat kinerja instrumen reksa dana saham ikut menguat. Lantas, seberapa menarik peluang kinerja instrumen ini?

Berdasarkan laporan mingguan PT Infovesta Utama, dana kelolaan reksa dana indeks per November 2021 berdenominasi rupiah mengalami penurunan dari Rp9,39 triliun menjadi Rp9,15 triliun. Sepanjang tahun berjalan kinerjanya melemah 2,66 persen, sedangkan dari bulan ke bulan tumbuh 5,37 persen.

“Hal ini disebabkan oleh pergerakan harga yang cenderung fluktuatif,” tulis Infovesta dalam laporan mingguan, dikutip Selasa (14/12).

Sementara itu, dijelaskan bahwa tren musiman atau seasonal trend di akhir tahun yang dikenal dengan istilah window dressing juga menjadi katalis positif pergerakan pasar modal, setelah sebelumnya ditopang oleh kinerja perbaikan perekonomian.

Infovesta menyampaikan, tren window dressing tersebut berpeluang melanjutkan tren positifnya hingga Januari mendatang yang dikenal dengan istilah January Effect.

Menurut Infovesta, adanya tren tersebut berdampak pada penguatan kinerja indeks acuan atau indeks harga saham gabungan (IHSG), kendati sebelumnya sempat tertekan akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dan kekhawatiran penyebaran varian Omicron.

“Meredanya sentimen tersebut berhasil mengangkat kembali IHSG naik 11,27 persen YtD ke level 6.653,” papar Infovesta.

Tak hanya IHSG, kinerja indeks saham lainnya kemudian juga berjalan dan meniru indeks acuannya. Infovesta menyampaikan, mayoritas kinerja indeks mengalami penguatan.

Berdasarkan laporan statistik harian Bursa Efek Indonesia per Selasa (14/12), indeks LQ45 memimpin pertumbuhan yakni sebesar 0,58 persen year-to-date (YtD). Kemudian, indeks Bisnis-27 turut tumbuh menjadi 0,02 persen YtD, serta indeks SRI-KEHATI naik 0,43 persen YtD.

Meski kinerja reksa dana saham belum selaras dengan penguatan indeks, Infovesta menyampaikan bahwa ke depannya, reksa dana indeks berpeluang melanjutkan kenaikan seiring dengan pulihnya ekonomi.

“Dan saham-saham blue chip yang kembali menarik perhatian para pelaku pasar di tengah menurunnya pamor saham-saham yang masuk dalam kategori new economy digital,” tutupnya.

Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menyampaikan tidak sejalannya kinerja indeks dengan produk reksa dana disebabkan perbedaan strategi dari masing-masing reksa dana berbasis saham yang berbeda.

“Dan fund manager dalam pengelolaan reksa dana, terutama yang pasif, memiliki strategi pemilihan dan pembobotan portofolio yang berbeda juga. Walaupun secara tidak langsung, pasti perbaikan indeks di bursa akan menyebabkan kinerja sebagian kinerja reksa dana juga meningkat,” papar Guntur kepada Bisnis, Selasa (14/12).

Terkait dengan kinerja produk reksa dana saham di Pinnacle, Guntur mengungkapkan pada produk flagship perusahaan yaitu Pinnacle Strategic Equity Fund, memiliki kinerja yang cukup baik.

Kemudian pada saat indeks membaik, kinerja produk reksa dana tersebut lebih unggul. Uniknya, jelas Guntur, saat kinerja indeks secara keseluruhan kurang baik, produk Pinnacle Strategic Equity Fund masih dapat mencatatkan kinerja yang cukup baik.

Sebagai contoh, ungkapnya, secara year-to-date (YtD) atau sepanjang tahun telah mencatatkan kenaikan kinerja 14,83 persen per Senin (13/12). Kinerja tersebut berada jauh di kinerja sejumlah indeks tematis di pasar dan juga jauh di atas indeks reksa dana saham yang tumbuh 1,83 persen.

Dia menjelaskan, underlying produk reksa dana tersebut merupakan saham-saham kapitalisasi besar dan likuid, dan seharusnya karakteristik kinerjanya akan mirip dengan indeks LQ45.

“Tapi karena kami menerapkan strategi kuantitatif dengan factor-based investing, kami dapat mengkonstruksi portofolio yang optimal dari sisi return dan risiko, secara pembobotan juga lebih efisien, dan beberapa faktor (momentum dan volatility) terbukti bekerja dengan baik,” jelasnya.

Menurutnya, komitmen dan fokus perusahaan terhadap strategi dan kinerja reksa secara tidak langsung juga akan menjaga dan mempertahankan dana kelolaan Pinnacle. Di mana dari awal tahun sudah mengalami pertumbuhan positif lebih dari 26 persen YtD.

Terkait dengan hal tersebut, Guntur melihat bahwa prospek pertumbuhan reksa dana saham masih cukup baik di akhir tahun ini, meski memang saat ini pasar saham masih dalam keadaan volatile.

Selain itu, katanya, dalam seminggu ini juga mengalami fluktuasi cukup tinggi dan ketidakpastian pasar terhadap varian Covid-19 Omicron.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa jika varian Omicron tersebut terkendali dalam beberapa minggu ini maka tidak menutup kemungkinan ekspektasi pasar juga akan berbalik positif di sisa tahun 2021.

“Faktor lainnya mungkin dari tingkat inflasi jika tidak signifikan dan masih terkontrol, dan ada perbaikan juga di sejumlah indikator ekonomi yang menunjukan bahwa situasi ekonomi di Indonesia sedang bergerak ke arah pemulihan. Ini juga bisa jadi sentimen positif untuk industri pasar modal dan reksa dana di Indonesia,” ujarnya.

LEBIH BERSAHABAT

Direktur PT Panin Asset Management Rudiyanto berharap tahun 2022 mendatang lebih bersahabat untuk kinerja instrumen reksa dana saham setelah tahun ini tidak sejalan dengan IHSG.

“Portofolio reksa dana saham kebanyakan terdiri dari saham likuid seperti IDX30 dan LQ45 sehingga kinerja reksa dana saham di bawah IHSG,” jelas Rudiyanto, saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/12).

Dia menjelaskan, kenaikan indeks yang ada di BEI pada tahun ini lebih banyak terjadi pada saham digital, kesehatan, atau saham-saham yang memiliki fundamental belum terlalu jelas, sehingga kebanyakan produk reksa dana saham tidak memiliki ataupun hanya mengambil proporsi yang kecil dalam portofolio investasinya.

Berdasarkan hal tersebut, Rudiyanto mengungkapkan bahwa kinerja produk reksa dana Panin Asset Management ada yang memiliki kinerja di bawah kinerja indeks, tetapi juga ada yang berada di atas kinerja indeks.

Menurutnya, hal tersebut tergantung pada strategi pengelolaan yang dilakukan dan pilihan portofolio masing-masing manajer investasi.

Dia menjelaskan, jika kebetulan pilihan produk reksa dana saham tersebut beriringan dengan sektor saham yang naik saat ini, maka kinerjanya sama atau di atas indeks. Namun, untuk yang belum, produk reksa dana saham yang ada memperimbangkan valuasi yang murah, sehingga jika rotasi sektor terjadi diharapkan kinerjanya dapat mengejar.

Rudiyanto pun mengharapkan pada tahun 2022 kinerja reksa dana akan lebih bersahabat, mengingat perekonomian saat ini semakin mendekati normal. “Diharapkan juga terjadi sector rotation sehingga kenaikan saham akan lebih merata,” ungkap Rudiyanto.

Kemudian untuk valuasi yang tinggi pada sektor teknologi atau digital, menurutnya ada batasnya walaupun sulit untuk diperkirakan ada di level berapa. Dia meneruskan, semakin tinggi valuasi, maka semakin besar pula kemungkinan investor beralih ke saham lain yang valuasinya lebih murah.

MOMENTUM TEPAT

Sementara itu, Director of Business Development Buka Investasi Bersama Angganata Sebastian mengatakan bahwa dalam jangka panjang, seiring dengan meningkatnya ekonomi pasca pandemi, instrumen investasi reksadana saham menjadi pilihan yang menarik.

Menurutnya, di tengah lemahnya kinerja reksa dana saham, justru menjadi momentum tepat bagi investor untuk mulai berinvestasi. Kendati demikian, investor perlu memperhatikan profil risiko dan menyebar asetnya dalam beberapa produk.

Perbandingan kinerja indeks reksa dana saham (IRDH), indeks reksa dana campuran (IRDCP), indeks reksa dana pendapatan tetap (IRDPT), dan indeks reksa dana pasar uang (IRDPU) Infovesta Utama terhadap indeks acuannya masing-masing. IRDSH tercatat menjadi indeks reksa dana terlemah sepanjang tahun ini hingga Jumat, 10 Desember 2021.

Menurutnya, ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam momentum pertumbuhan setelah pandemi. Hal ini terlihat dari tiga pilar utama yang menopang pemulihan tersebut.

Pertama, membaiknya kondisi ekonomi Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021, posisi current account yang surplus, hingga inflasi yang meningkat.

Kedua, harga komoditas yang naik sangat signifikan. Sejak akhir tahun lalu hingga saat ini harga batu bara dan kelapa sawit meningkat 3 hingga 4 kali lipat.

"Naiknya harga komoditas berdampak secara langsung pada neraca perdagangan yang turut naik. Neraca dagang sudah surplus US$145 miliar. Kali pertama transaksi neraca perdagangan surplus, defisit biasanya, jadi surplus. Ini bantu stabilitas nilai tukar mata uang," paparnya.

Dampak tidak langsung dari kenaikan harga komoditas yakni meningkatkan konsumsi masyarakat dan membuka lapangan kerja.

Ketiga, teknologi yang menjadi sumber pertumbuhan baru. Jika memperhatikan kemunculan bisnis rintisan di Indonesia, bisnis rintisan di bidang teknologi sangat membantu sektor UMKM.

Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 57 persen sehingga dampak ke perekonomian cukup signifikan. Sementara itu, ruang bertumbuh sektor ekonomi juga masih tinggi.

Selain itu, digitalisasi juga mempercepat pergeseran kebiasaan berbelanja masyarakat.  Sebelum Covid-19, belanja kebutuhan sehari-hari yang secara online hanya dilakukan 3 persen populasi, saat pandemi mencapai 46 persen populasi.

Sementara itu, belanja makanan segar secara online dari 2 hingga 3 persen populasi menjadi 46 persen secara online. Begitu pula belanja elektronik dan peralatan rumah tangga.

"Dalam jangka panjang, reformasi produksi pemerintah Indonesia, pembangunan infrastruktur, pabrik, penyulingan minyak, ini bisa turunkan impor signifikan. Outlook ekonomi dengan pilar katalis ini, jangan ragu memulai investasi, ini potensi pertumbuhan ekonomi indonesia sangat besar, baik untuk jangka pendek, menengah, panjang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.