Klaim Pasien Covid Tak Terbendung, Utang Pemerintah Menggunung

Kementerian Kesehatan akhirnya menyetop permintaan BPJS Kesehatan untuk terus menalangi klaim perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan. Pemerintah, dalam hal ini, terancam kekurangan uang sejumlah Rp28,52 triliun untuk melunasi tunggakan klaim untuk tahun anggaran 2021.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

23 Sep 2021 - 20.46
A-
A+
Klaim Pasien Covid Tak Terbendung, Utang Pemerintah Menggunung

Tenaga kesehatan mendorong brankar dari ruangan bekas isolasi pasien Covid-19 di Rumah Sakit Aisyiyah, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (26/8/2021)./Antara

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah terancam kekurangan anggaran senilai Rp28,52 triliun untuk melunasi tunggakan klaim perawatan pasien Covid-19 kepada rumah sakit rujukan untuk tahun anggaran 2021.

Direktur Jenderal Pelayanan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan perkiraan itu mempertimbangkan jumlah klaim perawatan pasien dari rumah sakit pada tahun lalu yang masih berlanjut hingga kuartal III/2021.

Menurut Kadir, Kemenkes mencatat adanya lonjakan tunggakan klaim dari 2020 yang masih bertambah mencapai Rp40,79 triliun per 17 September 2021. 

Atas pertimbangan itu, dia menegaskan, Kemenkes bakal menyetop permintaan atau usulan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait dengan klaim perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit.

“Mohon maaf karena jika kami buka terus, tidak akan pernah berhenti. Jadi, kami akan tutup supaya ada asersi yang menyebabkan kita bisa menghitung anggaran,” kata Kadir saat rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR, Jakarta, Kamis (23/9/2021). 

Berdasarkan bahan paparan Kadir di Komisi IX, pemerintah diketahui bakal mengalami kekurangan anggaran untuk membayar tunggakan kepada rumah sakit pada tahun ini mencapai Rp28,52 triliun. 

Perinciannya, perkiraan total klaim tahun 2021 dipatok senilai Rp64,72 triliun.

Angka itu diperoleh dari klaim Januari sampai dengan 8 Juli 2021 sejumlah Rp36,20 triliun dan klaim 9 Juli sampai dengan 10 September 2021 senilai Rp21,44 triliun.

Lalu, estimasi tunggakan klaim pada 11 September sampai dengan 30 November sebanyak Rp7,07 triliun, dengan asumsi pasien Covid-19 yang dirawat saat itu sejumlah 108.909 orang. 

Di sisi lain, anggaran yang tersedia untuk pembayaran tunggakan itu diproyeksikan mencapai Rp36,20 triliun. Angka itu berasal dari anggaran klaim 2021 tahap pertama setelah dikurangi tunggakan 2020 senilai Rp10,56 triliun.

Anggaran tunggakan 2021 tahap kedua dialokasikan sejumlah Rp11,97 triliun dan anggaran tahap ketiga direncanakan mencapai Rp13,66 triliun. 

“Kami sekarang juga harus disiplin menyampaikan ke rumah sakit [agar] memberikan pembatasan. Kalau tidak dibatasi, asersinya akan bergeser terus ini akan menyebabkan kita kacau untuk perencanaan mengenai keuangan,” kata dia. 

Hingga 20 September 2021, realisasi pelunasan utang kepada rumah sakit rujukan Covid-19 untuk tahun anggaran 2021 baru tercapai 67,36% dari pagu atau Rp28,13 triliun dan tunggakan tahun 2020 hanya 24% dari pagu atau Rp3,92 triliun. 

Dengan demikian, total pembayaran tunggakan kepada rumah sakit rujukan itu mencapai Rp32,06 triliun hingga akhir triwulan tahun ini. 

“Untuk layanan 2021, kami sudah melakukan pembayaran untuk rumah sakit swasta Rp16,15 triliun, rumah sakit daerah Rp10,39 triliun sedangkan rumah sakit Kemenkes Rp1,8 triliun, jadi rumah sakit swasta paling banyak,” kata dia. 

Pada kesempatan yang sama, BPJS Kesehatan mencatat jumlah tunggakan perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan sepanjang tahun 2020 hingga 2021 mencapai di angka Rp101,5 triliun.

Dari jumlah itu, pemerintah telah membayar Rp91,4 triliun untuk melunasi sebagian tagihan tersebut. 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan total kasus pengajuan klaim perawatan pasien Covid-19 pada tahun lalu mencapai 686.129 laporan dengan biaya mencapai Rp40,7 triliun. 

Tunggakan tahun lalu itu, kata Ghufron, telah berhasil dilunasi pemerintah sebesar Rp40,3 triliun atau 99% dari nilai pengajuan rumah sakit. 

“Jadi cukup besar memang. Adapun, yang sudah selesai diverifikasi dengan biaya sebesar Rp40,3 triliun atau sebanyak 99% dari total klaim yang diajukan yang telah diverifikasi, sisanya masih proses” kata Ghufron. 

Ghufron menambahkan pengajuan klaim perawatan pasien Covid-19 pada tahun ini sudah mencapai 1.112.262 kasus dengan nilai tunggakan mencapai Rp60,8 triliun. Pemerintah pun telah membayar sebesar Rp51,1 triliun atau 84% dari nilai tagihan tersebut. 

“[Klaim] yang 2020 itu memang yang masih pending atau dispute. Itu ada beberapa yang diserahkan kepada BPJS pagi tadi, baru kami terima Rp2,7 triliun untuk diselesaikan,” kata dia. 

Pada perkembangan lain, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menyebut terdapat klaim perawatan pasien Covid-19 sekitar Rp8 triliun dari 350 rumah sakit swasta yang belum dibayarkan oleh pemerintah dari tahun anggaran 2020.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengatakan pemerintah semestinya membayarkan tunggakan itu lantaran asosiasinya sudah merampungkan berkas pengajuan klaim tahun lalu sebelum tenggat pada Mei 2021.

“Sudah beres persyaratannya tetapi belum dicairkan, sebetulnya ada rumah sakit yang dari Februari, Maret belum dibayarkan,” kata Ichsan saat dihubungi di tempat terpisah.

Ichsan mengatakan rumah sakit swasta menunggu kepastian pemerintah untuk dapat mencairkan pengajuan klaim perawatan pasien Covid-19 itu. Menurutnya, rumah sakit swasta tengah mengalami kesulitan untuk pembayaran obat, karyawan dan biaya operasional. 

“Kami berharap kementerian keuangan membantu untuk mencairkan paling tidak nyawa dari teman-teman rumah sakit ini bergeraklah,” katanya. 

Tenaga medis berkomunikasi menggunakan walkie-talkie saat merawat pasien positif Covid-19 di ruang isolasi Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020)./Antara

INSENTIF NAKES

Tidak hanya tunggakan klaim untuk rumah sakit, pemerintah rupanya masih terbelit utang pelunasan insentif tenaga kesehatan (nakes) selama pandemi.

Kemenkes mencatat tunggakan insentif tenaga kesehatan mencapai Rp6,44 triliun hingga kuartal III/2021. Angka itu berasal dari tunggakan insentif sejumlah Rp1,23 triliun kepada tenaga kesehatan di tingkat pemerintah pusat dan Rp5,21 triliun pada tingkat daerah. 

Plt. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Kirana Pritasari mengatakan pemerintah menetapkan pagu anggaran untuk insentif tenaga kesehatan di tingkat pusat senilai Rp7,42 triliun pada tahun ini. 

“Untuk tagihan 2021 sejak Januari hingga 22 September, dengan seluruh tipe fasilitas kesehatan, telah dibayarkan sebesar Rp6,19 triliun dengan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 908.070 orang,” kata Kirana. 

Dia menjabarkan tingginya pencatatan tagihan insentif tenaga kesehatan itu juga terlihat di seluruh pemerintah daerah. Menurutnya, kenaikan kurva pandemi pada pertengahan Juni 2021 mengakibatkan permintaan tenaga kesehatan relatif tinggi saat itu. 

Dengan demikian, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk insentif tenaga kesehatan itu turut mengalami peningkatan signifikan tahun ini. 

“Daerah telah mendapatkan anggaran dan telah ditetapkan 8% dari dana DAU [dana alokasi umum] dan DBH [dana bagi hasil] bisa untuk pembayaran insentif, vaksin dan pengendalian pandemi,” tuturnya. 

Berdasarkan pemaparan Kirana, refocussing anggaran dana DAU/DBH 2021 bagi pemerintah daerah untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan mencapai Rp10,43 triliun.

Hingga 16 September 2021, realisasi pembayaran insentif tenaga kesehatan itu sudah mencapai Rp5,22 triliun atau 50,08% dari pagu yang ditetapkan. 

“Kemendagri telah memberikan surat teguran kepada daerah-daerah yang memiliki realisasi yang sangat rendah,” ujar Kirana. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.