Bisnis, JAKARTA – PT AstraZeneca Indonesia berkomitmen untuk mencapai nol emisi karbon pada 2030.
Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Se Whan Chon mengatakan keberlanjutan merupakan inti dari strategi global sehingga berinvestasi pada kesehatan planet dan masyarakat. Terlebih sekitar 5 persen emisi gas rumah kaca (GRK) global dihasilkan dari sektor kesehatan.
“Bagi kami, nol emisi karbon bukan hanya sebuah slogan. Dari tahun 2015, kami telah mengurangi 59 persen jejak karbon, hingga sekarang, Kami menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari operasi dan armada kami sebesar 98 persen pada 2026,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (8/9/2023).
Untuk mencapai target emisi karbon pada 2030, AstraZeneca akan melakukan penghijauan 200 juta pohon. Saat ini, AstraZeneca telah menanam 4 juta pohon di Indonesia.
“Kami akan melakukan penghijauan 200 juta pohon hingga 2030, di mana 20 juta akan ditanam di Indonesia,” katanya.
Bagi AstraZeneca, keberlanjutan berarti memanfaatkan kekuatan ilmu pengetahuan, inovasi serta jangkauan global perusahaan untuk membangun masa depan yang sehat bagi manusia, masyarakat, dan planet bumi.
“Kami berupaya menciptakan nilai, di luar manfaat obat-obatan dengan menanamkan keberlanjutan dalam segala hal yang kami lakukan mulai dari laboratorium hingga pasien. Maka kami hari ini mengundang berbagai pemangku kepentingan sektor Kesehatan di Indonesia untuk bersatu mendukung visi bersama menciptakan sektor kesehatan yang berkelanjutan,” katanya.
Komitmen sektor kesehatan untuk membangun layanan kesehatan berkelanjutan di Tanah Air dituangkan dalam penandatanganan sustainability pledge focus. Melalui ikrar tersebut, berkomitmen terhadap visi layanan kesehatan berkelanjutan di Indonesia, yang berpedoman pada prinsip-prinsip keadilan sosial, kepedulian terhadap lingkungan, kelayakan ekonomi, dan ketahanan sistem.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan layanan kesehatan berkelanjutan ini sangat penting dilakukan di tengah perubahan iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati.
“Delapan miliar manusia yang hidup di bumi saat ini sangat tergantung pada keanekaragaman hayati yang menyediakan kebutuhan dasar manusia, diantaranya makanan, air, energi, obatobatan, dan bahan lain yang dibutuhkan manusia untuk berkembang. Namun, pesatnya perkembangan yang dilakukan manusia turut menghadirkan konsekuensi yang mengganggu keanekaragaman hayati,” tuturnya.
Menurut Dante, polutan penyebab polusi udara disebabkan akibat kendaraan bermotor, pemanfaatan energi fosil (batu bara), industri, dan debu konstruksi. Berbagai aktivitas tersebut merupakan konsekuensi dari ekspansi aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan keanekaragaman hayati dan mengakibat tingginya kejadian penyakit respirasi, seperti ISPA dan asma.
Baca Juga: Luhut Peringatkan Krisis Iklim Ancam Ekonomi Global
Komitmen Hijau
Kementerian Kordinasi bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kesehatan dan berbagai pemangku kepentingan bidang kesehatan, termasuk AstraZeneca Indonesia bersama Kimia Farma, Kalbe Farma, Biotis Pharmaceuticals Indonesia, BioFarma, Anugra Pharmindo Lestari dan rumah sakit yaitu Siloam Hospital Group, Mitra Keluarga Hospital Group, dan Premier Hospital Group.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Saya berharap agar organisasi dan perusahaan di sektor lain dapat meniru langkah yang dilakukan hari ini. Dan saya sangat yakin, komitmen dalam menjaga biodiversity dapat menciptakan lingkungan yang sehat untuk anak cucu kita hidup,” tuturnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti menambahkan Indonesia memiliki komitmen dan ambisi besar dalam hal perubahan iklim. Pemerintah juga berkolaborasi dengan pihak swasta, salah satunya dengan AstraZeneca melalui AZ Forest.
“Perhatian kita akan lingkungan seperti komitmen penurunan emisi dan aksi perubahan iklim adalah komitmen dan ambisi dengan pendekatan melibatkan kontribusi dari industri,” ujarnya.
Dalam hal komitmen tersebut, Nani mengatakan bahwa sebanyak 17 persen komitmen dari sektor perhutanan. Dari sektor ini, menurutnya pencapaian pemerintah sudah baik dalam hal peran hutan dalam mengurangi emisi karbon.
“Kolaborasi AZ Forest adalah contoh baik, karena di sini kita ada restorasi tanam 10 juta pohon di DAS Citarum dimana program ini memberikan keuntungan bagi alam dan komunitas sekitar,” katanya.
Sungai Citarum sempat dinobatkan sebagai sungai terkotor di dunia. Namun sekarang sudah banyak kemajuan di bagian hulu karena upaya restorasi pohon. Aksi tersebut merupakan salah satu contoh kerja sama lingkungan oleh pemerintah, swasta, dan komunitas.