Kritik Bos OJK, Dividen Bank Ketinggian

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar mengkritisi kebijakan perbankan yang memberikan dividen terlalu tinggi. Hal ini dikhawatirkan mengganggu inovasi dan transformasi digital perbankan. Namun, OJK juga mengakui perbankan Indonesia tahan banting.

Rinaldi Azka

5 Jul 2023 - 12.42
A-
A+
Kritik Bos OJK, Dividen Bank Ketinggian

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar./BISNIS

Bisnis, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tren besaran rasio dividen (dividend payout) yang diberikan oleh industri perbankan kepada pemegang saham dinilai terlalu besar. Hal ini dikhawatirkan bakal mengganggu kemampuan bank transformasi dan inovasi digital.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar melihat di tengah segala tantangan yang ada, peningkatan alokasi laba untuk upaya implementasi manajemen risiko dinilai perlu menjadi perhatian industri perbankan.

"Kami mencermati bahwa rasio dividend payout dari berbagai bank nampak terlalu besar yang dapat membatasai kemampuan bank untuk melakukan investasi dalam mendukung transformasi dan inovasi digital yang sangat diperlukan," jelasnya dalam agenda Rapat Umum Anggota Ikatan Bankir Indonesia di Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Mahendra menambahkan di tengah kondisi seperti saat ini, investasi pada sistem digital dipandang sangat diperlukan untuk memperkuat industri jasa keuangan dari sejumlah ancaman serangan siber.

Di samping itu, seiring dengan akan berakhirnya program restrukturisasi kredit industri perbankan pada Maret 2024 mendatang, OJK mengimbau industri jasa keuangan untuk dapat mempersiapkan penebalan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

"Membentuk CKPN yang memadai dalam menjaga proses exit dari restrukturisasi kredit pasca-pandemi secara mulus. Terlebih lagi, semua itu terjadi di tengah risiko yang ditimbulkan oleh gejolak bank di berbagai negara," pungkasnya.

Untuk diketahui sebelumnya, sejumlah bank memang terpantau sempat memberikan dividen jumbo tahun buku 2022. 

Dividen jumbo tersebut umumnya diguyurkan oleh 4 emiten big caps salah satunya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang membagikan dividen tunai senilai Rp43,5 triliun, mencapai 85 persen dari total laba bersih tahun lalu.

Baca Juga : Top 5 News: Musim Semi Industri Transportasi & APBN Surplus 

Kemudian, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) telah memutuskan akan membagikan dividen tunai sebesar Rp25,3 triliun. PT Bank Mandiri (persero) Tbk. (BMRI) sebelumnya menetapkan pembagian dividen tunai sebesar Rp24,7 triliun atau 60 persen dari total laba bersih perseroan tahun buku 2022. 

Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp7,3 triliun atau 40 persen dari total laba bersih tahun buku 2022. 

Baca Juga : Penyebab Redenominasi Rupiah Tak Kunjung Diterapkan

Tahan Banting

Kendati mengkritisi, OJK melaporkan kondisi perbankan Indonesia saat ini masih tahan banting atau resilien terhadap gejolak ekonomi global. Kondisi perbankan dari sisi intermediasi hingga permodalan pun terjaga dengan baik.

Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan di tengah kebijakan hawkish negara-negara maju, tensi geopolitik tinggi, serta penurunan ekspor, perbankan Indonesia tetap resilien. "Intermediasi terjaga dan permodalan kuat," kata Dian dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Selasa (4/7/2023).

Berdasarkan laporan OJK, penyaluran kredit perbankan pada Mei 2023 tumbuh 9,39 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp6.577 triliun. Pertumbuhan kredit bank pada Mei 2023 itu lebih pesat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,08 persen yoy.

Kemudian, bank meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp8.007 triliun pada 2023, tumbuh 6,55 persen yoy. Dari sisi permodalan, bank mencatatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 25,2 persen per Mei 2023. 

"Likuditas perbankan pada Mei 2023 juga memadai dilihat dari rasio likuiditas yang terjaga, jauh di atas ambang batas ketentuannya," katanya.

Alat likuid per non core deposit (AL/NCD) serta alat likuid per DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 123,27 persen dan 27,52 persen pada Mei 2023.

Baca Juga : Gairah Tinggi Calon Emiten Baru, Ada 65 Perusahaan Antre IPO

Adapun, Mahendra mengungkapkan bahwa stabilitas sistem keuangan di Indonesia, termasuk perbankan tetap terjaga dengan baik mengacu laporan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

"Dalam rilis IMF The Global Bank Stress Test, dalam skenario ekonomi memburuk stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap dapat terjaga dengan baik. Hal ini didukung dengan buffer permodalan serta likuiditas perbankan Indonesia, mampu menyerap risiko yang muncul," kata Mahendra dalam kesempatan yang sama.

Menurut Mahendra, sektor jasa keuangan juga terjaga stabil di tengah divergensi perekonomian global. Divergensi yang dimaksud Mahendra adalah perbedaan langkah-langkah yang diambil berbagai otoritas di dunia terutama di negara besar terkait kondisi ekonomi masing-masing.

Baca Juga : Ambisi Erick Thohir untuk BUMN di Pasar Modal

Dia mengatakan, The Fed menahan laju suku bunga acuannya seiring dengan meredanya inflasi. Lalu, di Eropa suku bunga acuan masih dalam tren kenaikan sejalan dengan inflasi yang persisten tinggi.

Di tengah divergensi itu, OJK menilai sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga stabil dengan permodalan kuat dan intermediasi kembali meningkat.

"Di domestik, kinerja perekonomian nasional positif dan tekanan inflasi mereda kembali ke target 4 persen yoy," tutur Mahendra.(Alifian Asmaaysi, Fahmi Ahmad Burhan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.