Kritikan Pedas Pengembang MBR pada Janji Manis Capres–Cawapres

Target pembangunan hunian tiga pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebanyak membangun 2 juta hingga 3 juta hunian setiap tahunnya dinilai ambisius dan tak realistis.

Yanita Petriella

29 Nov 2023 - 21.36
A-
A+
Kritikan Pedas Pengembang MBR pada Janji Manis Capres–Cawapres

Rumah subsidi. /dok Bisnis

Bisnis, JAKARTA – Angka backlog hunian yang saat ini mencapai 12,7 juta unit rumah masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Diperkirakan angka backlog setiap tahunnya mengalami penambahan mencapai 700.000 hingga 800.000 keluarga baru.

Terlebih, mimpi mencapai zero backlog pada Indonesia Emas tahun 2045 mendatang. Untuk mencapai target tahun 2045 ini tentu perlu terobosan. Jika tidak, tahun 2045, pada saat Indonesia Emas, 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah backlog diperkirakan dapat mencapai 25 juta unit atau 25 juta kepala keluarga tidak memiliki rumah. 

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat sangat sulit untuk mencapai zero backlog pada 2045 mendatang. Pasalnya, setiap tahunnya terdapat pertumbuhan keluarga baru sehingga turut serta berdampak pada angka backlog

Namun demikian, angka backlog tersebut dapat ditekan selama 27 tahun mendatang menjadi hanya 5 juta di 2045. 

“Kalau zero tidak mungkin karena pertumbuhan penduduk bertambah terus kecuali dilarang menikah dan punya anak jadi bisa selesai zero backlog. Angka backlog bisa ditekan hingga 2045,” ujarnya menjawab Bisnis, Rabu (29/11/2023). 

Untuk menekan angka backlog tersebut dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan di sektor perumahan. 

Junaidi menyoroti sejumlah target pembangunan hunian tiga pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan membangun 2 juta hingga 3 juta hunian setiap tahunnya. Dia menilai target tersebut sangat ambisius dan tidak realistis. Pasalnya, merujuk realisasi pembangunan program sejuta rumah selama 9 tahun terakhir dimana tidak mencapai target yang dijanjikan setiap tahunnya. 

Di sisi lain, terdapat keterbatasan anggaran untuk dapat memenuhi pembangunan 2 juta hingga 3 juta unit hunian setiap tahunnya. 

“Untuk 1 juta pun rasanya berat sekali menuju ke sana apalagi 2 juta hingga 3 juta rasanya tidak mungkin. Capres dan cawapres mestinya buat program yang realistis sesuai dengan kenyataan yang ada bagaimana di lapangan,” katanya. 

Menurutnya, angka yang realistis untuk pembangunan hunian setiap tahunnya yakni mencapai 1,5 juta unit. Hal ini dengan catatan, pembangunan rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) maksimal sebanyak 500.000 per tahun, rumah komersial, dan program bedah rumah. 

Adapun setiap tahunnya Apersi mampu membangun 120.000 unit rumah yang terdiri dari 100.000 unit rumah subsidi dan 20.000 unit rumah komersial.

Pembangunan perumahan tidak hanya berbicara terkait konstruksi sebuah bangunan saja tetapi tentang sebuah keluarga untuk memperoleh rumah yang layak huni. Oleh karena itu, penyelesaian permasalahan perumahan tidak hanya target selama tahun tetapi dibuat secara menyeluruh selama 5 tahun.

Apalagi, setiap tahunnya harga rumah mengalami kenaikan akibat tanah dan material sehingga perlu adanya keseimbangan. Di sisi lain, penghasilan masyarakat mengalami kenaikan yang tidak signfikan setiap tahunnya. Kenaikan penghasilan masyarakat setiap tahunnya tidak sebanding dengan meroketnya harga rumah.

“Ini harus dilihat secara 5 tahun ke depan, pendapatan masyarakat sekian, harga rumah naik sekian, bagaimana subsidinya. Aspek permasalahan perumahan ini harus dibedah satu per satu,” ucap Junaidi.

Anggaran perumahan pun juga perlu dipersiapkan untuk lima tahun bukan hanya tahunan saja. Dia berharap alokasi anggaran perumahan pun bisa mengalami kenaikan menjadi 3% dari total APBN untuk mengatasi permasalahan perumahan. Pasalnya, selama ini alokasi anggaran perumahan hanya sekitar 0,4% saja. 

Adapun pada 2023, alokasi anggaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Perumahan mencapai Rp11,27 triliun dari total dana Kementerian PUPR mencapai Rp154,36 triliun.

Anggaran tersebut untuk program penyediaan rumah layak huni dalam bentuk rumah susun (rusun), rumah swadaya, rumah khusus (rusus), dan bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU). Di sisi lain, Pemerintah juga menyalurkan bantuan subsidi perumahan di tahun ini sebanyak 274.924 unit senilai Rp34,17 triliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp29,53 triliun dan dana masyarakat Rp4,64 triliun. 

Menurutnya, alokasi jumlah anggaran sektor perumahan menunjukkan keberpihakan pemerintahan dalam mengentaskan permasalahan perumahan. Apalagi, papan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi di luar sandang dan pangan.

Agar fokus menyelesaikan permasalahan backlog, maka dibutuhkan kementerian khusus perumahan dan perkotaan. Selama 9 tahun, digabungnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini membuat sektor perumahan menjadi kurang perhatian sehingga permasalahan backlog pun belum terselesaikan meski dicanangkannya program sejuta rumah sejak tahun 2015.

“Memang dibutuhkan kementerian khusus perumahan dan perkotaan. Apalagi migrasi ke kota ini sangat tinggi sehingga perlu penataan perkotaan,” tuturnya. 

Adapun kondisi pasar rumah subsidi saat ini terus mengalami pemulihan usai pandemi Covid-19. Dia pun optimistis pesta demokrasi yang dihelat pada 2024 mendatang tidak akan berpengaruh pada permintaan dan pasokan rumah subsidi.

“Saat ini kondisi mulai pulih, terlihat dari keaktifan anggota Apersi mencapai 3.500 pengembang dari saat pandemi yang hanya 2.700 anggota saja. Ini kami berharap ada kemudahan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Randah) dalam akad agar bisa punya rumah,” terangnya. 

Junaidi berharap pada pemerintahan baru mendatang dapat memberikan kepastian iklim investasi yang kondusif karena selama ini perizinan dan aturan terus mengalami perubahan yang tentu berdampak pada pembangunan rumah subsidi.

Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Djumali menambahkan selama ini aturan yang menyulitkan pengembang membangun rumah subsidi yakni lahan sawah dilindungi yang dibuat oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurutnya, aturan tersebut memiliki tujuan yang baik namun karena dibuat terburu-buru maka menjadi tumpang tindih dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Dasar Tata Wilayah (RDTW) sehingga timbul kemunduran progress pembangunan rumah MBR.

Selain itu, aturan perizinan bangunan gedung (PBG) yang prosesnya memakan waktu panjang dan membuat biaya lebih bengkak dua kali lipat di sejumlah daerah sehingga menyulitkan pengembang membangun rumah. 

“Perlu diberikan relaksasi dan percepatan serta pemangkasan biaya riil terhadap perizinan dan aturan di bidang perumahan. Apalagi, sektor properti ini memiliki multiplier effect terhadap 185 industri turunan,” kata Daniel. 

Baca Juga: Buka-bukaan Pasangan Capres-Cawapres Urai Benang Kusut Perumahan   




Target Perumahan Capres-Cawapres

Sementara itu, tiga pasang capres dan cawapres pada pemerintahan periode 2024 – 2029 mendatang berkomitmen dalam mengentaskan permasalahan angka backlog. Pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka mencanangkan visi misi berupa 8 misi asta cita, 8 program hasil terbaik cepat, dan 17 program prioritas. Mengenai janji penyediaan rumah murah, diketahui merupakan salah satu dari 8 program hasil terbaik cepat. Di dalamnya tertulis melanjutkan pembangunan infrastruktur desa, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan menyediakan rumah murah bersanitasi baik untuk yang membutuhkan. 

Tak hanya itu, penyediaan rumah murah juga termasuk dalam 17 program prioritas pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu. Program prioritas itu menjamin rumah murah dan sanitasi untuk masyarakat desa serta rakyat yang membutuhkan. 

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) KMI Panangian Simanungkalit menambahkan pasangan Prabowo – Gibran akan menempatkan sektor perumahan menjadi salah satu program prioritas yang sejajar dengan beberapa sektor penting lainnya.

Hal ini sebagai upaya komitmen pasangan Prabowo – Gibran komitmen dalam menyelesaikan kusutnya persoalan perumahan rakyat. Penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), milenial dan gen Z. Oleh karena itu, program-program yang dihadirkan sudah melalui analisis komprehensif dan berdasarkan data yang akurat sehingga aplikatif penerapannya. 

Menurut Panangian, selain akan mempercepat penyediaan perumahan bagi masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal, pasangan Prabowo – Gibran juga ingin membangun atau merenovasi sebanyak 25 unit rumah per desa per kelurahan setiap tahun sehingga akan dapat mencapai pembangunan yang ditargetkan 2 juta rumah di perdesaan. Selain itu, Prabowo Gibran akan membangun 1 juta unit berupa rumah tapak dan vertikal housing di perkotaan setiap tahunnya. Adapun alokasi anggaran yang dibutuhkan dalam membangun 3 juta unit hunian yakni mencapai Rp101 triliun per tahun. 

“Program ini dimulai pada tahun kedua mereka menjabat,” ujarnya. 

Pihaknya optimistis dengan target pasangan Prabowo – Gibran akan membangun 2 juta unit di perdesaan dan 1 juta unit rumah tapak dan vertikal housing di perkotaan setiap tahunnya akan mengurangi angka backlog mencapai 6 hingga 7 juta pada 2029. 

“Kami juga akan membenahi data backlog terlebih dahulu, untuk benar-benar mengetahui masyarakat mana yang membutuhkan rumah termasuk lokasi paling banyak dimana,” ucap Panangian. 

Baca Juga: Setumpuk Usulan Pengembang Atasi Backlog & Dorong Ekonomi RI



Pasangan capres Anies Baswedan – cawapres Muhaimin Iskandar (Cak Imin) akan memberikan kemudahan akses hunian. Hal itu dilakukan dengan menyediakan hunian layak, dekat pusat kota, dan dengan harga terjangkau bagi semua kalangan termasuk anak muda dan pekerja informal.
Kemudian, menyediakan program KPR bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk anak muda yang belum memiliki rumah; serta menyediakan hunian layak dengan sistem sewa yang terjangkau. Anies – Cak imin juga memiliki agenda khusus yang berisi manfaat bagi 28 kelompok masyarakat, atau disebut dengan 28 simpul kesejahteraan. 

Salah satunya bagi kelompok generasi Z dan milenial, yaitu dengan menyediakan minimal 2 juta hunian terjangkau di pusat kota yang tersambung dengan transportasi umum.  Pasangan ini juga akan melanjutkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi untuk MBR termasuk untuk anak muda yang belum memiliki rumah. 

Anies – Cak Imin menargetkan berkurangnya angka backlog kepemilikan rumah di Indonesia berkurang menjadi 8 juta unit pada 2029. Target tersebut Merujuk sumber data dari Kementerian PUPR, pasangan ini memaparkan data backlog kepemilikan rumah dalam lima tahun terakhir yaitu sebanyak 12,16 juta unit tahun 2018, 12,14 juta unit di tahun 2019, sebanyak 12,47 juta unit di tahun 2020, sebanyak 12,71 juta unit tahun 2021, dan sebanyak 10,5 juta unit di tahun 2022.

Capres dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan menegaskan pihaknya akan memberi kemudahan akses kredit kepemilikan rumah (KPR) untuk semua lapisan masyarakat. Dia menginginkan suku bunga KPR yang lebih terjangkau. Dia juga ingin mekanisme pembiayaan perumahan memudahkan masyarakat dalam memiliki rumah. Tak hanya itu, dia juga ingin pekerja di sektor informal maupun pekerja independen terfasilitasi KPR.

“Mereka yang bekerja di sektor informal, non formal, dan independen karena kelompok ini yang merasakan dampak sulit punya rumah. Jadi meningkatkan akses KPR pada semua, itu yang ingin kita lakukan,” ucapnya.  

Anies menuturkan untuk mewujudkan rencana kemudahan di bidang perumahan tersebut, akan ada 2 program yakni KPR 5% dan tepat serta KPR untuk pekerja informal dan independen. 

Menurutnya, perlu dilakukan reformasi KPR agar bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan bisa menurunkan angka backlog atau kesenjangan antara kebutuhan rumah dan jumlah rumah yang tersedia.

Dari data yang dimiliki oleh Anies, backlog di Indonesia mencapai 12,7 juta. Adapun rincian backlog tersebut antara lainnya 2,9 juta di Jabodetabek, Bandung 650.000 unit, Medan 570.000, Surabaya 450.000, Semarang 220.000, Yogyakarta dan sekitarnya sekitar 850.000 unit. Ditambah lagi, adanya keluarga baru tiap tahunnya sekitar 900.000 keluarga. 

Melalui sejumlah program tersebut, dia berharap dapat mencapai visi 2 juta hunian yang terintegrasi di Indonesia nantinya. Untuk mengentaskan permasalahan perumahan di Indonesia, dia berjanji untuk membuat kementerian ataupun badan yang berfokus pada perumahan dan perkotaan.

“Kalau selama sering jadi pertanyaan kapan punya rumah? Nah kita ingin tiap keluarga punya rumah, itu misi kita,” tutur Anies. 

Baca Juga: Mencari Jalan Keluar Pengentasan Angka Backlog 12,7 Juta Rumah

Terpisah, pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD dalam visi dan misinya memiliki program aksi yang salah satunya yakni Rumah Kita sebanyak 10 juta hunian. Program tersebut merupakan pembangunan hunian baru atau renovasi seperti rumah sederhana, rusunami, rusunawa yang disertai ketersediaan lahan yang strategis dan terjangkau dari pusat perekonomian serta transportasi umum. 

Program Rumah Kita ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, pekerja sektor informal, buruh, dan anak muda dengan skema pembiayaan yang mudah dan murah. Di samping itu, pasangan Ganjar – Mahfud juga akan menjalan program aksi yaitu tempat tinggal–tempat kerja–trotoar–transportasi publik atau program 4T terintegrasi. Program ini akan menghubungkan tempat tinggal dan tempat kerja dengan sarana transportasi yang masif, nyaman, murah, dan tepat waktu disertai penyediaan trotoar yang ramah pejalan kaki. 

Lalu, program aksi lainnya yang terkait yakni Kampung Sehat yakni memperbaiki kampung kumuh di desa dan kota,dengan hunian layak, sanitasi sehat, air minum dan air bersih, fasilitas umum dan sosial memadai, dan ruang terbuka hijau yang mencukupi.

Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar – Mahfud, Heru Dewanto menegaskan filosofi sektor perumahan selalu berkaitan dengan konteks perkotaan dan lingkungan hidup. Menurutnya, TPN Ganjar – Mahfud sudah mewacanakan untuk membuat kementerian yang akan mengurus perumahan, perkotaan dan lingkungan hidup.

“Kita melihat sektor perumahan itu penting dan harus ada politic will yang kuat. Di dalamnya juga ada politik anggaran dan juga ekosistem yang kuat, dan kita paham bahwa masalah untuk masyarakat berpenghasilan rendah adalah terkendala pembiayaan, bukan hanya bunga rendah tapi pembiayaan jangka panjang,” ujarnya. 

Adapun program yang diusung berupa 2 juta rumah per tahun dan KPR dengan bunga yang rendah. Menurutnya, program tersebut bukan hanya sekedar program membangun rumah tetapi juga termasuk merenovasi rumah yang belum memenuhi standard WHO. Program ini juga membawa filosofi bahwa rumah merupakan basis untuk membangun keluarga yang sehat untuk menciptakan manusia unggul.

“Rencananya, sumber anggaran untuk program ini bukan hanya APBN tetapi akan terdapat tambahan anggaran lainnya di luar APBN. Sekarang anggaran untuk perumahan enggak sampai 1,5%, sekitar Rp20 triliun, ini enggak cukup dan kami akan kaji kenaikannya,” kata Heru. 

Selain itu, Ganjar juga memiliki program untuk menyediakan KPR dengan bunga rendah dan dalam jangka waktu yang lama. Namun untuk jangka waktu KPR tersebut  tengah dalam kajian termasuk kriteria penerima KPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Asteria Desi Kartikasari
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.