Larangan Penjualan Rokok Eceran Dinilai Tak Perlu

Wacana larangan penjualan rokok eceran yang didukung oleh Presiden memicu pro dan kontra. Selain dinilai sarat kepentingan, revisi beleid bisa melemahkan pendapatan pedagang kecil. Sementara itu, beleid soal produk tembakau diharapkan menjadi awalan untuk menekan jumlah perokok anak.

Nindya Aldila

28 Des 2022 - 17.08
A-
A+
Larangan Penjualan Rokok Eceran Dinilai Tak Perlu

Sejumlah buruh rokok memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (2/9/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis, JAKARTA - Wacana larangan penjualan rokok eceran yang didukung oleh Presiden memicu pro dan kontra. Selain dinilai sarat kepentingan, revisi beleid bisa melemahkan pendapatan pedagang kecil. Sementara itu, beleid soal produk tembakau diharapkan menjadi awalan untuk menekan jumlah perokok anak. 

Rencana larangan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden No. 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Dalam beleid itu tercantum rencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 109/2012 pada Pasal 116 yang inisiasinya telah lama digaungkan.

Pemerintah terutama Kementerian Kesehatan dan lembaga lainnya mendorong revisi beleid ini karena dinilai tidak efektif menurunkan perokok anak dan jumlah kematian akibat rokok.

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Badruddin mengatakan implementasi dari PP No.109/2012 masih memberikan ruang untuk dioptimalkan, sehingga sejatinya tidak perlu ada usulan revisi.

Baca juga: Fakta Larangan Jual Rokok Batangan 2023 yang Ditolak Pengusaha

“Sebab aturan tersebut telah menyeluruh, termasuk mengatur larangan jual beli rokok kepada anak. Ini repotnya kalau kebijakan didorong oleh kepentingan-kepentingan dan titipan-titipan tertentu di balik usulan revisi tersebut,” ujarnya.


Di sisi lain, ada potensi bahwa isu ini sengaja dibuat menjelang tahun politik, katanya.

“Kenyataannya, isu ini sengaja didorong sedemikian rupa oleh kelompok antitembakau. Padahal pelarangan penjualan rokok eceran baru sebatas usul Kementerian Kesehatan kepada Presiden, bukan keputusan seperti yang beredar di belakangan ini,” kata Badruddin dalam keterangan resmi pada Selasa (27/12/2022).

Larangan itu juga telah memicu penolakan dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) karena berpotensi makin menggerus pendapatan para pedagang warung di tengah melemahnya daya beli masyarakat, apalagi harga rokok baru diumumkan naik.

“Pembatasan akses untuk mendapatkan rokok pasti akan berdampak kepada penjualan. Kami memperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, omzet kami bisa menurun lebih dari 30 persen,” tuturnya lewat rilis, Selasa (27/12/2022).

Muatan pokok revisi pada beleid itu di antaranya adalah larangan penjualan rokok batangan, pengetatan iklan, promosi, dan sponsorship yang berkaitan dengan produk rokok  agar diperketat, pengaturan rokok elektrik, hingga pengawasan konsumsi tembakau.

Selain itu, poin lainnya adalah penegakan, penindakan, penggunaan media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan prevalensi perokok terus melonjak menjadi 10,70 persen pada 2019, naik jauh dibandigkan 7,20 persen pada 2013.

Dalam sebuah kunjungan ke Jawa Barat, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa penjualan rokok batangan akan dilarang lantaran demi menjaga kesehatan masyarakat di Indonesia.

"Di beberapa negara justru sudah dilarang [jual rokok batangan]. Kita kan masih [boleh jual rokok], tetapi untuk yang batangan, tidak," tegasnya di Pasar Pujasera pada Selasa.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menggarisbawahi pentingnya revisi karena memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat, baik individu dewasa maupun anak-anak. "Jadi ini menyangkut masalah kesehatan, jadi ini untuk mencegah," tuturnya kepada wartawan di Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) Kabupaten Semarang.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Esther Sri Astuti menilai larangan penjualan rokok ketengan tidak efektif untuk menekan konsumsi dalam negeri dan hanya akan membuat para perokok mencari cara lain untuk membeli rokok.

Menurut dia, penjualan rokok ketengan tidak cukup untuk mengendalikan konsumsi rokok sehingga harus berjalan paralel dengan pengaturan cukai rokok. 

“Mereka bisa saja beli untuk ramai-ramai,” kata Esther saat dihubungi Bisnis.

(Indra Gunawan, Ni Luh Anggela)

Video terkait: 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Nindya Aldila

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.