Likuiditas Berlimpah, Bank Makin Agresif Pangkas Bunga Deposito

Suku bunga simpanan perbankan kembali berada dalam tren penurunan. Beberapa bank besar juga baru saja mengumumkan penyesuaian suku bunga deposito terbarunya.

Dionisio Damara

20 Sep 2021 - 19.16
A-
A+
Likuiditas Berlimpah, Bank Makin Agresif Pangkas Bunga Deposito

Bisnis, JAKARTA –Tingginya dana simpanan masyarakat di sistem perbankan serta suku bunga acuan Bank Indonesia yang masih terjaga di level terendah sepanjang sejarah menjadikan kalangan perbankan memiliki daya tawar yang lebih tinggi untuk terus menurunkan suku bunga simpanan.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total dana pihak ketiga perbankan hingga Juli 2021 mencapai Rp6.966 triliun. Nilai tersebut tumbuh 10,4% year-on-year (YoY). Tingkat pertumbuhan itu jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan kredit yang hanya 0,5% YoY.

Seiring dengan itu, rata-rata bunga deposito perbankan pun terus mengalami penurunan. Sebab, kini bank sedang kelimpahan likuiditas, sedangkan penyaluran kredit justru terhambat. Penurunan bunga deposito dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya dari deposito pada konsumsi atau investasi yang lebih menjanjikan.

PT Bank Central Asia Tbk., misalnya, menjadi salah satu bank yang paling aktif memangkas suku bunga deposito rupiah di antara bank besar lainnya. Selama periode September 2021, perseroan telah melakukan penyesuaian bunga deposito sebanyak dua kali.

Berdasarkan informasi di laman resminya, BCA menetapkan suku bunga deposito terbaru sebesar 2,68% per tahun yang berlaku untuk seluruh tier simpanan dan tenor.

Suku bunga deposito tersebut berlaku efektif 16 September 2021. Sebelum itu, penyesuaian suku bunga deposito telah dilakukan pada awal September ini. BCA memangkas suku bunga deposito yang semula di level 2,75% menjadi 2,70%.

Langkah penyesuaian suku bunga deposito juga ditempuh oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang berlaku pada hari ini, Senin (20/9).

Perseroan menetapkan suku bunga deposito rupiah dengan bunga dibayar bulanan dan jatuh tempo untuk tenor 1 bulan dan 3 bulan menjadi sebesar 2,70%, turun 5 basis poin dari sebelumnya, yakni 2,75%. Adapun, untuk tenor lain bertahan di angka 2,75%.

Sebelumnya, Bank Mandiri sempat menyesuaikan suku bunga depositonya pada Agustus 2021, yakni 2,75% per tahun dan berlaku untuk semua nominal dan tenor. Besaran suku bunga ini turun 10 basis poin dari sebelumnya, 2,85%.

Sementara itu, berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Juli 2021, produk deposito memiliki pangsa pasar terbesar dengan proporsi 40,15% dari total simpanan Rp7.038 triliun, diikuti oleh tabungan 32,01% dan giro 26,87%.

Namun, pertumbuhan deposito tidak terlalu agresif. LPS mencatat bahwa pertumbuhan simpanan tertinggi secara tahunan dipegang oleh giro sebesar 17,51%, disusul tabungan dengan raihan 13,66%, dan deposito 4,14%.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan bahwa penurunan suku bunga simpanan perbankan terjadi karena BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) masih rendah.

“Inflasi juga masih terjaga di angka 3%, dan likuiditas bank juga masih baik, sehingga ada ruang untuk menurunkan suku bunga simpanan yang akan berdampak pada penurunan biaya dana,” ujarnya saat dihubungi pada Senin (20/9).

Trioksa menilai bahwa penurunan ini tidak akan membuat produk deposito menjadi kurang menarik di mata nasabah. Hal ini akan sejalan dengan preferensi para nasabah. “Kalau aman, masih ke deposito,” pungkasnya.

BUNGA ACUAN

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,5% hingga akhir tahun ini.

VP Economist PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memperkirakan, BI baru akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan paling cepat di akhir 2022. Hal ini sangat bergantung pada tren inflasi domestik.

Dari sisi eksternal, Josua memperkirakan dampak kebijakan penarikan stimulus moneter atau tapering the Fed, bank sentral di Amerika Serikat, tidak akan sebesar tapering pada 2013.

Dia menjelaskan tapering the Fed pada 2013 memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan pasar surat berharga negara (SBN), terutama pada saat setelah pengumuman tapering, serta periode akhir tapering, hingga periode kenaikan suku bunga pertama.

Sementara itu, di masa pandemi ini, khususnya dalam 2 bulan terakhir, the Fed telah memberi sinyal akan mulai melakukan tapering pada akhir 2021.

“Reaksi pelaku pasar keuangan pun cenderung tidak berlebihan karena kebijakan tapering belum tentu akan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga Fed, seperti yang terjadi pada 2013 ketika taper tantrum,” kata Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.