Makin Bertaji, PMI Oktober 2021 Pecah Rekor Ekspansi Manufaktur

PMI manufaktur bertengger di level 57,2, sekaligus menjadi refleksi keyakinan terhadap bisnis di Indonesia secara keseluruhan membaik pada Oktober dengan harapan perbaikan terus berlanjut.

Reni Lestari

1 Nov 2021 - 09.10
A-
A+
Makin Bertaji, PMI Oktober 2021 Pecah Rekor Ekspansi Manufaktur

Aktivitas karyawan di pabrik pengolahan udang beku milik PT Panca Mitra Multiperdana di Situbondo, Jawa Timur, Minggu (18/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Kinerja manufaktur Indonesia memasuki kuartal IV/2021 kembali menunjukkan tajinya, terefleksi dari torehan Purchasing Managers' Index (PMI) Oktober yang menyentuh 57,2 alias rekor tertinggi ekspansi manufaktur.

Dengan demikian, dalam dua bulan berturut-turut, PMI manufaktur Indonesia telah meninggalkan zona kontraksi setelah bulan lalu bertengger di level 52,2.

Untuk diketahui, PMI di atas ambang 50 menunjukkan adanya ekspansi pada sektor industri pengolahan nonmigas. Sebaliknya, di bawah 50 mencerminkan kontraksi.

Menurut data terkini IHS Markit, angka tersebut menunjukkan keyakinan terhadap bisnis di Indonesia secara keseluruhan membaik pada Oktober dengan harapan perbaikan terus berlanjut.

Selain itu, IHS Markit mencatat tingkat pertumbuhan itu merupakan yang tertinggi sejak survei dimulai pada April 2011.

"Kenaikan permintaan dan output juga diterjemahkan menjadi kepercayaan sektor manufaktur yang lebih baik, sebagaimana terlihat pada output masa depan dan aktivitas pembelian dan perekrutan perusahaan, semua tanda-tanda positif kemajuan sektor," kata Direktur Asosiasi Ekonomi di IHS Markit Jingyi Pan dalam laporan yang dilansir Senin (1/11/2021).

Selain itu, dia mengatakan, yang mendukung kenaikan PMI manufaktur Indonesia yakni kenaikan tajam pada lapangan pekerjaan baru dan produksi (output) pada Oktober. Keduanya kembali mengalami ekspansi pada kisaran angka rekor.

Melihat permintaan secara keseluruhan menguat, perusahaan manufaktur ingin memperluas kapasitas pengoperasina ddengan meningkatkan jumlah tenaga kerja untuk pertama kalinya dalam empat bulan meski pada kisaran kecil.

Dengan demikian, penumpukan pekerjaan naik, meski tingkat pertumbuhan berkurang dibandingkan dengan September.

Perusahaan manufaktur juga kembali menaikkan aktivitas pembelian pada Oktober. Baik kuantitas maupun stok pembelian juga memecahkan rekor pertumbuhan. Sebaliknya,  karena kenaikan permintaan dan kekurangan bahan baku (input), tingkat inventaris pasca produksi menurun.

Dari segi kinerja pemasok, kekurangan pasokan dan permasalahan pengiriman menyebabkan waktu pemenuhan pesanan diperpanjang lagi pada Oktober.

Panelis  juga mengindikasikan  bahwa kondisi  permintaan yang lebih kuat memperburuk permasalahan pada Oktober.

"Namun, keterbatasan pasokan masih terjadi dengan perusahaan dengan melihat kenaikan tekanan harga dan waktu pemenuhan pesanan lebih lama pada Oktober," lanjut Pan.

Meski bukan hal yang baru bagi Indonesia, lanjutnya, hal ini layak untuk diamati apakah persoalan pasokan akan menghambat pemulihan ekonomi pada bulan-bulan mendatang.  

Di tengah kondisi pelemahan ekonomi global, pemerintah optimistis industri pengolahan nonmigas atau manufaktur Indonesia masih bertumbuh.

Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan resiliensi industri manufaktur dibuktikan dengan kinerja ekspor yang meningkat 31,36% pada periode Januari—Juli 2021.

Selain itu, pada kuartal II/2021 manufaktur juga mencatatkan pertumbuhan 6,91% dengan kontribusi 17,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Resiliensi industri manufaktur setidaknya telah teruji dalam dua krisis, yaitu krisis ekonomi 1998 dan krisis pandemi Covid-19, di mana industri manufaktur mampu kembali bangkit setelah sebelumnya mengalami tekanan yang sangat kuat," katanya.

Setala, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi baru-baru ini juga menyatakan optimisme terhadap peningkatan kinerja ekspor dalam negeri seiring tren ekspansif PMI sejak September 2021.

Adapun, neraca perdagangan pada bulan itu kembali mencatatkan surplus US$4,37 miliar. Surplus tersebut ditopang oleh surplus neraca nonmigas sebesar US$5,30 miliar dan defisit neraca migas mencapai US$0,93 miliar. 

Optimisme peningkatan ekspor ditunjukkan adanya peningkatan PMI manufaktur. Posisi PMI kembali memasuki periode ekspansif setelah selama dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi,” kata Lutfi. 

Lutfi menambahkan beberapa negara mitra dagang Indonesia penyumbang surplus perdagangan terbesar, di antaranya Amerika Serikat, India, dan Filipina dengan jumlah mencapai US$2,68 miliar.

Sementara itu, Australia, Thailand, dan Ukraina menjadi negara mitra penyumbang defisit perdagangan terbesar dengan jumlah US$0,91 miliar. 

Kinerja ekspor pada September 2021 tercatat sebesar US$20,60 miliar. Nilai ini turun dibanding Agustus yang tercatat sebesar US$21,43 miliar atau turun 3,84% secara month to month (MtM).

Penurunan September 2021 didorong melemahnya ekspor migas sebesar 12,56% dan nonmigas sebesar 3,38 persen. Namun, nilai tersebut naik 47,64% secara year on year (YoY). 

Pelemahan ekspor nonmigas September 2021, disebabkan kontraksi ekspor sektor migas yang turun 12,56% (MtM) dan sektor industri pengolahan alias manufaktur yang turun sebesar 5,29% (MtM).

Sementara itu, ekspor sektor pertanian naik sebesar 15,04% (MtM) diikuti sektor pertambangan sebesar 3,46% (MtM).  (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.