Memadamkan Bara Polemik Industri Perunggasan Nasional

Segmentasi pasar unggas dinilai justru akan memperkecil ruang bagi peternak mandiri dalam menjual produknya. Sejauh ini, penyebabnya, serapan di luar konsumen rumah tangga atau pasar tradisional masih mendominasi.

Iim Fathimah Timorria

11 Okt 2021 - 19.16
A-
A+
Memadamkan Bara Polemik Industri Perunggasan Nasional

Peternak memanen telur ayam di peternakan kawasan Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/2/2020)./ANTARA FOTO-Yulius Satria Wijaya

Bisnis, JAKARTA — Bola panas anomali harga ayam ras dan telur nasional terus bergulir. Ketangkasan pemerintah untuk mereformasi tata niaga industri perunggasan di dalam negeri pun benar-benar diuji dalam jangka pendek.  

Hari ini, Senin (11/10/2021), peternak ayam ras dan petelur kembali menggelar demonstrasi ke hadapan pemerintah, menyusul harga dua komoditas bahan pokok tersebut yang fluktuatif dan kerap berada di bawah harga acuan setahun terakhir.

Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio mengatakan aksi damai dilakukan oleh gabungan peternak mandiri bersama dengan mahasiswa dari berbagai universitas di Pulau Jawa.

Aksi digelar di Istana Negara, gedung DPR RI, Kantor Kementerian Pertanian, Kantor Kementerian Sosial, kantor PT Charoen Pokphand Indonedia Tbk. (CPIN) dan kantor PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JAPFA).

"Aksi ini sebagai bentuk dukungan kami kepada pemerintah dalam memperbaiki tata niaga ayam ras pedaging dan telur. Saat ini harga sarana pokok produksi tinggi, tetapi harga jual ayam hidup dan telurnya murah sehingga sangat merugikan para peternaj rakyat mandiri," kata Alvino.

Sejumlah tuntutan disuarakan oleh peternak dalam aksi kali ini. Salah satunya adalah tuntutan agar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan diganti karena tidak bisa melindungi peternak mandiri.

Para peternak juga kembali menyuarakan tuntutan agar penjualan produk unggas di pasar tradisional hanya diizinkan untuk hasil peternakan mandiri, bukan peternakan yang berafilisasi dengan perusahaan besar.

"Perusahaan yang memiliki GPS [grand parent stock], PS [parent stock], pakan dan afiliasinya termasuk pinjam nama perorangan dilarang berbudidaya, menjual ayam hidup dan telur ke pasar tradisional," demikian bunyi tuntutan tersebut.

Peternak mengharapkan pula harga ayam hidup (livebird) dan juga telur dapat dinaikkan, setidaknya sesuai harga pokok produksi (HPP) Rp20.000 per kg.

Harga anak ayam usia sehari atau day old chick (DOC) dan pakan diharapkan dapat mengacu pada Permendag No. 7/2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.

"Kami meminta jaminan suplai DOC, jaminan harga jual ayam hidup dan telur diatas HPP [harga pokok produksi] sesuai dengan Permendag No. 7/2020 yakni minimal Rp20.000 per kg."

Dalam hal harga di tingkat peternak mengalami penurunan, Alvino mengatakan perlu ada mekanisme penyerapan dalam rangka stabilisasi. Penyerapan bisa dilakukan oleh pemerintah untuk kebutuhan bantuan sosial.

Pedagang menata telur di Pasar Benhil, Jakarta, Senin (13/4/2020)./Bisnis-Eusebio Chrysnamurti 

Di sisi lain, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) berkomitmen untuk menurunkan harga pakan ternak dan melakukan penyerapan telur peternak, menyusul tuntutan para peternak mandiri di tengah anjloknya harga ayam broiler dan telur.

General Manager Marketing CPIN Agoes Haryoko mengatakan perusahaan akan membeli 20 ton telur dari peternak Blitar dengan harga Rp1.700 per kilogram (kg) di atas harga pasaran.

"Beberapa solusi yang telah dan akan dilakukan adalah membeli telur langsung dari peternak di Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan harga Rp2.000 di atas harga pasar di kandang peternak untuk setiap kilogram dan akan melanjutkan pemberian subsidi pakan sebesar Rp100 per kilogram seperti yang sudah dilakukan sebelumnya," kata Agoes.

Perusahaan berharap solusi yang diberikan dapat memberikan dampak langsung yang bisa dirasakan oleh para peternak. Meski besaran dukungan tidak sebanyak yang diharapkan, langkah ini diharapkan bisa mendorong jalinan hubungan yang baik antara para peternak dan perusahaan.

Suryono,salah satu peternak layer yang hadir dalam aksi damai di kantor CPIN, mengatakan peternak meminta agar budi daya ayam petelur bisa sepenuhnya diserahkan oleh peternak rakyat.

“Kami berharap budi daya layer ini 100% bisa diserahkan kepada kami para peternak rakyat. Para perusahaan besar tidak perlu ikut berbudidaya,” kata dia.

Selain itu, peternak juga meminta telur tetas (hatching egg) tidak dijual ke pasar ketika proses pengurangan populasi dilakukan. Beredarnya telur HET di pasar konsumsi bisa merusak harga pasar, dan menyebabkan harga telur merosot.

PERHITUNGAN CERMAT

Sementara itu, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menilai aksi protes para peternak unggas yang terus berulang terjadi tidak lepas dari harga ayam hidup (livebird) dan telur ayam yang kerap anjlok di bawah biaya produksi.

Berdasarkan pantauan Pataka, harga livebird menyentuh Rp16.000—17.000 per kilogram di tingkat peternak sejak September 2021. Sementara itu, harga telur berkisar Rp14.000—17.000 per kg, jauh di bawah acuan dalam Permendag No. 7/2020 yang dipatok Rp19.000—21.000 per kg.

Ketua Pataka Ali Usman menilai penurunan harga ini dipicu oleh daya beli yang turun akibat PPKM di berbagai daerah, terutama Jawa dan Bali.

“Banyak hotel, restoran, katering [horeka] ditutup. Padahal serapan pasar horeka cukup tinggi. Selain pasar utama ayam karkas segar dan telur ayam yang diserap konsumen rumah tangga melalui pasar tradisional dan toko ritail,” kata Ali dalam keterangan resminya, Senin (11/10/2021).

Selain itu, dia menyebutkan kondisi harga dipicu oleh oversupply yang masih terjadi. Kementerian Pertanian sejauh ini masih mengandalkan kebijakan pengendalian di hulu dengan pengurangan populasi.

Pekerja memanen telur ayam ternaknya di kelurahan Rangas, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (5/11/2020). Menurut peternak memasuki bulan Maulid, harga telur di pasar mengalami kenaikan dari harga Rp38.000 per rak isi 30 butir menjadi Rp43.000. ANTARA 

Berdasarkan Surat Edaran (SE) terbaru oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan No. 06066/PK.230/F/1021 yang dikeluarkan pada Oktober 2021, pemerintah kembali meminta usaha perbibitan memangkas produksi bibit ayam (cutting).

Produksi day old chick final stock (DOC FS) atau bibit ayam diperkirakan mencapai 300,25 juta ekor, sedangkan kebutuhan hanya 212,67 juta ekor sehingga terjadi potensi surplus sebesar 87,58 juta ekor.

"Salah satu tuntutan aksi peternak yaitu ingin mencabut SE Dirjen karena tiap dilaksanakan berdampak harga DOC FS melambung tinggi. Namun, harga livebird masih berfluktuasi cenderung rendah," katanya.

Sebenarnya, kata dia, banjirnya pasokan DOC FS pada Oktober ini merupakan dampak dari alokasi kuota impor grand parent stock (GPS) sebanyak 675.999 ekor pada 2020.

Meskipun, realisasi kuota impor 2020 sudah dikurangi sebanyak 31.001 ekor dari pada 2019 sebelumnya yakni sebanyak 707.000 ekor, data menunjukkan kelebihan GPS sebanyak 53.229 ekor.

“Jumlah ayam oversupply sepanjang 2021 merupakan dampak kuota impor ayam GPS pada 2020. Jadi pemerintah harus cermat menghitung kebutuhan ayam di masayarakat, terutama semasa pandemi Covid-19,” papar Ali.

Dengan mengutip data BPS, dia menjabarkan angka konsumsi ayam masyarakat pada masa normal mencapai sebesar 12,79 kg per kapita per. Konsumsi ayam pun turun jadi 9,08 kg per kapita per tahun selama pandemi Covid-19.

Melihat data supply-demand 2021, data Ditjen PKH Kementan menyebutkan kebutuhan karkas ayam sebanyak 3,13 juta ton, sedangkan produksi ayam karkas 3,50 juta ton. Terdapat surplus 377.839 ton atau 12,46% dari kebutuhan.

"Artinya, setelah dipangkas pun masih terjadi oversupply. Seharusnya pemerintah mengurangi jumlah kuota impor GPS sebesar 30% ke masing-masing perusahaan, bukan melakukan pemusnahan ayam DOC FS yang berpotensi melanggar animal welfare," katanya.

Hal yang sama terjadi pada komoditas telur ayam. Ali menyebut juga terjadi kelebihan pasokan karena beberapa perusahaan pemain besar berbudidaya ayam layer.

Dia mengatakan pemerintah sejatinya hanya mengizink pelaku usaha integrasi melakukan budidaya hanya 2%, sedangkan 98% ditujukan untuk peternak rakyat.

"Saat ini pelaku usaha integrasi mengusai ayam petelur mencapai 15% secara nasional. Pasokan telur berlebih sehingga harga telur anjlok sejak awal September, banyak peternak ayam melakukan adkir dini karena tidak mampu menanggung kerugian yang berkepanjangan. Terutama peternak di Blitar Jatim dan Kendal Jateng," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar pemerintah menyerap ayam dan telur peternak untuk bantuan sosial selama masa PPKM untuk solusi jangka pendek. Pemerintah juga disarankan memanfaatkan APBN agar dapat melakukan intervensi saat harga turun.

Bansos selain distribusi kepada masyarakat tersampak. Bansos daging olahan juga dapat disalurkan kepada siswa tingkat SD, SMP dan SMA yang sekarang sudah mulai masuk tatap muka.

Hal ini mendukung peningkatan konsumsi protein hewani guna meningkatkan imunitas dan kecerdasan di masyarakat. 

SEGMENTASI

Pada perkembangan lain, segmentasi pasar unggas dinilai justru akan memperkecil ruang bagi peternak mandiri dalam menjual produknya. Sejauh ini, serapan di luar konsumen rumah tangga atau pasar tradisional masih mendominasi.

Ekonom pertanian dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan struktur pasar unggas, terutama untuk daging ayam ras, paling banyak mejangkau konsumen di luar pasar tradisional.

Dia mencatat 35% produk unggas dijual ke pasar rakyat. Sementara itu, sekitar 30% disalurkan ke pasar perusahaan seperti supermarket.

"Horeka sekitar 25% dan industri pengolahan sekitar 10%. Jika dilakukan segmentasi, justru akan membatasi pasar bagi peternak mandiri karena hanya sekitar sepertiga dari total pasar," kata Bayu, Senin (11/10/2021).

Menurutnya, kunci solusi masalah perunggasan terletak pada kehadiran industri daging beku dengan rantai dinginnya dan tepung telur. Kapasitas gudang-gudang berpendingin juga perlu dipastikan untuk optimasi penyerapan saat surplus terjadi.

"Agar stok di rantai dingin tidak menjadi masalah baru, perlu dikelola dengan baik. Oleh karena itulah perlu ada daging beku dan juga daging segar," katanya.

Segmentasi pasar menjadi satu dari beberapa tuntutan peternak yang disuarakan saat harga ayam hidup siap potong dan telur kembali terulang.

Peternak mendesak agar perusahaan besar yang mengelola bibit ayam GPS dan PS, serta pakan, tidak memasarkan produk di pasar tradisional.

Pekerja memeriksa kondisi kandang dan ayam di peternakan ayam modern Naratas, Desa Jelat, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). -Antara

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan usulan segmentasi pasar unggas memerlukan kajian yang komprehensif sebelum diterapakan.

Upaya pengendalian sejauh ini dilakukan dengan kalkulasi kebutuhan dan pasokan yang tepat serta penguranga populasi.

"Preferensi masyarakat yang cenderung lebih menyukai konsumsi daging ayam segar menyebabkan peternak skala besar enggan membangun cold storage dan RPHU [rumah potong hewan unggas]," kata Oke, Senin (11/10/2021).

Sejauh ini, usulan kebijakan untuk menyelesaikan masalah sektor perunggasan mencakup pengendalian importasi bibit ayam melalui larangan impor grand parent stock (GPS) untuk meminimalisir kelebihan suplai.

Pasokan berlebih saat ini dinilai terjadi akibat alokasi kuota impor GPS sebanyak 675.999 ekor pada 2020. Meskipun realisasi kuota impor 2020 telah dikurangi sebanyak 31.001 ekor dari pada 2019 yang mencapai 707.000 ekor, data menunjukkan kelebihan GPS  masih mencapai 53.229 ekor.

"Selain itu perlu adanya instrumen bagi pemerintah dalam melakukan intervensi melalui BUMN pada komoditas perunggasan seperti Bulog pada komoditas beras," tambah Oke.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah belum bisa berkomentar lebih jauh soal usulan segmentasi pasar. Dia mengatakan Kementerian Pertanian masih mempelajari tuntutan yang disuarakan peternak.

"Saya belum terima hasil lengkapnya, nanti kami akan kaji sebelum mengeluarkan pernyataan. Selain itu alokasi impor GPS untuk 2022 belum diputuskan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.