Memperkuat Persaudaraan Indonesia-Arab Saudi lewat Energi Baru

Kerja sama Indonesia dan Arab Saudi di bidang energi sebenarnya sudah lama terjalin karena sejauh ini Indonesia merupakan pengimpor minyak terbesar dari Arab Saudi. Indonesia lewat Pertamina bersama Saudi Aramco, perusahaan migas asal Arab Saudi, telah memiliki kesepakatan untuk modernisasi kilang.

Ibeth Nurbaiti

9 Nov 2022 - 18.30
A-
A+
Memperkuat Persaudaraan Indonesia-Arab Saudi lewat Energi Baru

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kedua kanan) bertemu dengan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud (kanan) di Istana Pribadi Raja di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (14/4/2019)./Sekretariat Presiden-Laily Rachev

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah terus berupaya memperkuat hubungan persaudaraan Indonesia dengan Arab Saudi, salah satunya melalui kerja sama di bidang energi.

Baru-baru ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melakukan pertemuan dengan Menteri Energi Kerajaan Arab Saudi Pangeran Abdulaziz Bin Salman bin Abdulaziz Al Saud.

Baca juga: Komitmen Bank Asing Pacu Pembiayaan Hijau Nasional

Pertemuan secara virtual yang dilakukan pada Jumat (4/11/2022) tersebut membahas tentang peluang investasi Arab Saudi di bidang petrokimia, kilang minyak, hingga pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, Arifin menekankan hubungan persaudaraan antara Indonesia dan Arab Saudi menjadi hal yang krusial bagi kedua negara. “Kerajaan Arab Saudi dalam bidang energi telah menjadi mitra utama kerja sama Indonesia, Saudi menjadi pemasok minyak mentah dan produk olahannya ke Indonesia,” kata Arifin dikutip Rabu (9/11/2022).

Baca juga: Menagih Komitmen Dekarbonisasi Negara Adidaya di COP27

Kerja sama Indonesia dan Arab Saudi di bidang energi sebenarnya sudah lama terjalin karena sejauh ini Indonesia merupakan pengimpor minyak terbesar dari Arab Saudi. Indonesia lewat PT Pertamina (Persero) bersama Saudi Aramco, perusahaan migas asal Arab Saudi, juga telah memiliki kerja untuk proyek modernisasi kilang di dalam negeri.

Dalam pertemuan dengan Arifin, Menteri Energi Kerajaan Arab Saudi Pangeran Abdulaziz Bin Salman menyebutkan bahwa negaranya membuka peluang kerja sama dan kolaborasi seluas-luasnya untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesadaran Circular Carbon Economy (CCE).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tertarik untuk ikut mengembangkan potensi EBT di kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara).

Kawasan industri dengan kebutuhan investasi sebesar US$132 miliar atau setara dengan Rp1.848 triliun tersebut juga akan membangun infrastruktur panel surya dan pembangkit hydro dengan daya masing-masing 10 gigawatt (GW).

Baca juga: Perdagangan Bilateral, Indonesia Perlebar Akses Bisnis Saudi

Untuk diketahui, hubungan persaudaraan antara Indonesia dan Arab Saudi memiliki sejarah panjang dan terus diperkuat melalui saling kunjung antarpemimpin kedua negara yang sudah dimulai sejak 1955.

Dikutip dari laman resmi kemlu.go.id, seluruh Presiden RI melakukan kunjungan ke Arab Saudi pada masa pemerintahannya. Kunjungan kenegaraan itu pertama kali dilakukan oleh Presiden Sukarno pada 1955.

Baca juga: Harga Minyak dan Gas Dunia, Negeri Petrodolar Panen Pendapatan

Sejak pertama kali memulai hubungan diplomatik (1950) hingga hari ini, terdapat lebih dari 40 perjanjian bilateral Indonesia-Arab Saudi.

Di bidang ekonomi, nilai perdagangan Indonesia-Arab Saudi tercatat sebesar US$5,5 miliar pada 2021. Ekspor Indonesia ke Arab Saudi selama periode Januari—Desember 2021 sebesar US$1,5 miliar, naik sebesar 12,78 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2020 senilai US$1,33 miliar. Selain itu, total nilai Foreign Direct Investment dari Arab Saudi ke Indonesia mencapai US$24,6 juta pada periode 2016—2021.


Dalam perkembangan terbaru, pemerintah juga mengundang para investor asal Abu Dhabi untuk ikut berinvestasi menggarap potensi gas di Tanah Air yang relatif besar, dengan 168 cekungan baru dan baru 20 cekungan yang telah berproduksi.

“Potensi ini menunjukkan Indonesia punya cadangan gas yang sangat besar sebagai sumber energi transisi menuju net zero carbon [NZE] pada 2060. Oleh karena itu, kami mengundang investor untuk mengembangkan dan memproduksi cadangan gas tersebut,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto saat menjadi pembicara dalam event Abu Dhabi International Petroleum and Conference (ADIPEC) 2022 di Abu Dhabi, belum lama ini.

Baca juga: Ironi di Negeri Kaya Sumber Energi, Surplus Gas tetapi Impor

Dalam kesempatan tersebut, hadir pembicara lain yakni CEO ADNOC LNG Fatema Al Nuaimi, Managing Director & CEO Petronet LNG Limited Akhsay Kumar Singh, CEO Technip Energies Arnaud Pieton, dan Chairman & CEO JOGMEC Tetsuhiro Hosono.

Dalam keterangannya, Dwi menjelaskan bahwa Indonesia mendukung kebijakan NZE di tengah meningkatnya kebutuhan energi nasional. Saat ini, Indonesia sedang melakukan transisi energi, antara lain dengan mengganti secara bertahap penggunaan sumber energi pembangkit listrik dari batu bara ke gas.

Baca juga: Mengenal Jenis Gas Bumi, Apa itu LNG, LPG, dan CNG?

Di sisi lain, Indonesia juga tetap memperhatikan pemenuhan kebutuhan akan gas terutama gas alam cair (liquified natural gas/LNG), baik untuk domestik maupun ekspor.

Sebagai negara produsen gas alam, Dwi menegaskan, Indonesia telah lama menjadi eksportir LNG. Meskipun penggunaan gas domestik akan meningkat, Indonesia tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

“Kami memiliki hubungan yang baik dengan para buyer. Hubungan baik tersebut kami jaga dengan memenuhi komitmen pasokan gas untuk ekspor,” ujarnya.

Sebagai gambaran, Indonesia telah menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan produksi gas 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) pada 2030. Khusus untuk gas, pada 2030 nanti Indonesia akan meningkatkan produksi dua kali lipat dari saat ini yang berada di level 6 Bscfd.

Adapun, ADIPEC 2022 yang diadakan pada 31 Oktober—3 November 2022 dihadiri oleh para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di bidang energi, inovator, dan perusahaan energi di seluruh dunia. Sebanyak 28 negara, 2.200 perusahaan termasuk di antaranya 54 perusahaan migas nasional dan internasional, serta 150.000 profesional bidang energi ambil bagian pada kegiatan ini.

Baca juga: Lampu Hijau, Program Biodiesel B40 Siap Melaju

Dari Indonesia Pavilion menghadirkan sembilan perusahaan penunjang industri migas dalam negeri binaan Pertamina yang dinilai mampu menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas standar internasional. Kesembilan pabrikan tersebut yakni Pertamina Patra Niaga, Starborn Chemical, Fajar Benua Grup, Molden Patra Sejahtera, Teknologi Rekayasa Katup, Daeshin Flange Fitting Industri, Krakatau Steel, Citra Tubindo Tbk., dan Bukit Baja Nusantara.

Baca juga: Menyulap Sampah Jadi Sumber Energi Bersih di Kota Minyak

Selama dua hari pertama eksibisi, Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas Erwin Suryadi selaku Ketua Tim Indonesia Pavilion ADIPEC 2022 mendatangi booth perusahaan-perusahaan eksplorasi dan produksi migas dunia seperti British Petroleum, ENI, dan Mubadala guna memperkenalkan sembilan pabrikan dalam negeri tersebut.

“Ini menjadi kesempatan baik untuk memperkenalkan produk dan layanan yang mereka miliki di hadapan audiens ADIPEC,” katanya. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.