Bisnis, JAKARTA — Banyaknya pekerjaan rumah yang masih menumpuk membuat minat investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di dalam negeri tidak setinggi investasi pada penghiliran nikel.
Kalaupun ada investor yang awalnya tertarik membangun smelter bauksit di Indonesia, satu per satu malah menarik diri. Sejauh ini, mayoritas investasi untuk pengolahan bauksit berasal dari China, salah satunya, Shandong Nanshan Aluminium Limited yang diketahui akan memperluas pabrik aluminanya di Pulau Bintan dengan membangun kompleks peleburan aluminium senilai US$6 miliar pada 2028.
Tak heran jika sampai saat ini progres pembangunan smelter bauksit di Tanah Air masih tersendat bahkan jalan di tempat. Dari 12 fasilitas pemurnian bauksit yang ditargetkan, saat ini hanya ada empat smelter yang sudah beroperasi dan delapan smelter masih dalam tahap pembangunan.
Secara keseluruhan, keempat smelter itu juga menghasilkan produk yang berbeda, yakni smelter grade alumina (SGA), chemical grade alumina (CGA), serta aluminium ingot, dan billet. Di sisi lain, Indonesia baru memiliki satu pabrikan aluminium milik PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum, Kuala Tanjung, dengan kapasitas input alumina sekitar 500.000 ton setiap tahunnya.