Menakar Daya Tarik Reksa Dana Dolar AS

Tren investasi di dalam produk reksa dana berbasis dolar AS dipercaya akan tetap berkembang, apalagi mengingat adanya tapering dari Federal Reserve di negeri Paman Sam tersebut.

Lorenzo Anugrah Mahardhika & Ika Fatma Ramadhansari

22 Sep 2021 - 19.05
A-
A+
Menakar Daya Tarik Reksa Dana Dolar AS

ilustrasi reksa dana

Bisnis, JAKARTA — Daya tarik instrumen reksa dana efek luar negeri, dalam hal ini reksa dana dolar Amerika Serikat masih cukup tinggi, apalagi prospek pemulihan ekonomi global dan perkembangan sektor teknologi menjadikan peluang pertumbuhan pasar modal asing kian tinggi.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kinerja reksa dana dolar secara rata-rata cenderung lebih baik dibandingkan dengan reksa dana konvensional berdenominasi rupiah.

Hal ini terutama terlihat dari kinerja reksa dana dolar saham yang lebih optimal dibandingkan dengan reksa dana saham biasa.

“Kinerja yang bagus ini karena perbaikan ekonomi di beberapa negara global lebih maju daripada di Indonesia,” jelasnya saat dihubungi pada Rabu (22/9).

Wawan melanjutkan, prospek kinerja reksa dana dolar secara umum masih cukup bagus seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus terjadi secara global. Hal tersebut menyusul penanggulangan pandemi virus corona yang mulai menunjukkan hasil pada beberapa negara di dunia.

Prospek reksa dana dolar turut ditopang oleh perkembangan sektor teknologi. Wawan menuturkan, saat ini semakin banyak investor yang tertarik untuk masuk ke bidang teknologi yang turut dibarengi dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan teknologi di dunia.

Adapun, Wawan mengatakan ada beberapa jenis reksa dana dolar yang dapat dicermati oleh para investor. Pertama, reksa dana pendapatan tetap dolar yang berbasis surat utang negara (SUN) Indonesia yang berdenominasi dolar AS.

Ia mengatakan, dari sisi risiko, reksa dana jenis ini cenderung lebih aman dan memiliki return yang cukup optimal pada kisaran 2% hingga 3% per tahunnya.

Selain itu, investor juga dapat mencermati reksa dana global syariah sebagai opsi. Wawan menuturkan, reksa dana ini dapat dipilih karena sektor teknologi justru terus berkembang di tengah pandemi virus corona.

Selain itu, saham-saham teknologi di luar negeri memiliki fundamental yang lebih baik dibandingkan dengan di Indonesia. Perusahaan teknologi di luar negeri cenderung memiliki pendapatan yang cemerlang serta likuiditas yang optimal.

Meski demikian, Wawan juga mengingatkan bahwa investasi pada produk reksa dana dolar idealnya dilakukan ket kebutuhan akhirnya untuk memitigasi risiko nilai tukar.

“Selain itu, tetap harus disesuaikan dengan risk profile dari sisi horizon investasi masing-masing,” pungkasnya.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto sepakat bahwa reksa dana dolar AS dapat menjadi salah satu pilihan investor yang ingin melakukan diversifikasi portofolio.

Menurutnya, jenis reksa dana dolar yang menarik adalah reksa dana yang diinvestasikan di luar negeri. Jenis instrumen ini akan sangat baik bila dikombinasikan dengan portofolio di Indonesia karena potensi return yang cukup optimal.

Meski demikian, ia juga mengimbau para investor untuk berhati-hati dan memperhatikan profil risiko sebelum masuk ke jenis reksa dana ini. Hal tersebut seiring dengan pergerakan reksa dana dolar AS yang cukup volatil dan valuasinya yang tinggi.

“Selain reksa dana dolar luar negeri, bisa juga mempertimbangkan reksa dana dolar AS yang dalam negeri,” katanya.

Adapun, Rudiyanto memprediksi kinerja reksa dana dolar AS akan cukup beragam di sisa tahun ini. Ia memaparkan untuk reksa dana dolar pendapatan tetap dalam negeri, kinerjanya akan cenderung tertekan seiring dengan risiko tapering the Fed.

Sementara itu, untuk reksa dana dolar saham masih cukup menarik untuk dikoleksi. Hal ini seiring dengan prospek kenaikan IHSG yang menurut Rudiyanto akan berada di kisaran 6.600 – 6.700.

“Risiko tambahan adalah fluktuasi kurs karena harus konversi setiap hari waktu penghitungan nilai aktiva bersih,” paparnya.

Adapun, kinerja reksa dana dolar luar negeri akan bergantung pada negara tujuan investasi. Reksa dana dolar yang masuk ke China dan Hong Kong, dalam waktu dekat kemungkinan akan mengalami tekanan seiring dengan risiko regulasi di sana yang meningkat.

“Sementara untuk yang selain negara itu, akan tergantung prospek negara dan saham tujuan investasinya,” pungkasnya.

Head of Investment Product & Advisory PT Bank DBS Indonesia Djoko Soelistyo menyampaikan bahwa adanya isu tapering off serta kemungkinan kenaikan suku bunga di AS di kemudian hari bisa menjadi acuan bahwa reksa dana berbasis dolar AS ini akan berkembang.

“Nah kami di DBS sendiri juga mengalami kenaikan double digit untuk produk syariah [reksa dana syariah berbasis dolar] ini. Dan kami melihat bahwa tren investasi di dalam produk berbasis US ini akan tetap berkembang,” ungkap Djoko dalam acara launching produk reksa dana saham global syariah, Rabu (22/9).

Berdasarkan perkembangan ini, menurut Djoko paling tidak reksa dana berbasis dolar AS bisa dijadikan investor sebagai sarana atau solusi untuk diversifikasi. Selain itu, dia juga melihat bahwa tren diversifikasi dalam mata uang dolar AS tersebut sebenarnya sudah dikenal cukup lama oleh investor.

Djoko pun mengungkapkan bahwa pada tahun mendatang, 2022, Bank DBS Indonesia juga akan meluncurkan produk reksa dana dolar lainnya yang sesuai dengan tren.

Untuk diketahui, pada Senin (20/9) lalu, PT BNP Paribas Asset Management (BNP Paribas AM) dan PT Bank DBS Indonesia meluncurkan produk reksa dana BNP Paribas DJIM Global Technology Titans 50 Syariah USD yang merupakan reksa dana saham syariah pertama di Indonesia dengan tema teknologi global.

“Jadi, kami berharap dengan investasi di mata uang dolar AS yang merupakan salah satu diversifikasi yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi khususnya di AS yang memang sedang menarik juga didukung oleh tema tema yang juga sesuai dengan yang berkembang di masa masa bersangkutan,” ungkap Djoko. 

Optimisme pertumbuhan reksa dana berbasis dolar ini terutama untuk reksa dana global syariah juga disampaikan oleh Presiden Direktur BNP Paribas AM Priyo Santoso. Menurutnya, perusahaannya selama 5 tahun terakhir tumbuh lebih 20% untuk produk tersebut.

Dia menyampaikan, minat investor di Indonesia sendiri sangat besar terhadap produk reksa dana syariah berbasis dolar AS.

“Jadi, dalam hal ini kami melihat bahwa ke depannya pertumbuhan produk syariah itu masih cukup besar,” ujar Priyo pada kesempatan yang sama.

Menurut Priyo produk reksa dana syariah berbasis dolar AS sendiri memiliki keunggulan pada etika investasi dengan menjalankan bisnis secara bertanggung jawab.

Selain itu, lanjut Priyo, dari sisi rasio keuangan biasanya perusahaan yang masuk dalam indeks syariah tersebut tidak memiliki hutang yang cukup tinggi.

Rasio utang dibandingkan dengan kapitalisasi pasar itu tidak boleh dari 33%, sehingga perusahaan itu memiliki ketahanan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki utang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.