Menakar Harapan Pulihnya Indeks Saham-Saham Islami di Bursa

Kinerja indeks saham-saham syariah, khususnya Jakarta Islamic Index (JII) menjadi yang terburuk tahun ini. Meskipun demikian, peluang bagi pembalikan arah menuju penguatan masih terbuka.

Ika Fatma Ramadhansari & Lorenzo Anugrah Mahardhika

9 Des 2021 - 21.12
A-
A+
Menakar Harapan Pulihnya Indeks Saham-Saham Islami di Bursa

Karyawan melintas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/5/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis, JAKARTA — Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII) menjadi indeks tematis dengan kinerja terlemah sepanjang tahun ini, terutama akibat komposisi konstituen yang kurang optimal. Kendati demikian, sudah ada tanda-tanda peningkatan pada kinerjanya beberapa bulan ke belakang.

Indeks ini pun diyakini masih memiliki peluang untuk rebound tahun depan, terutama karena pelemahannya sudah cukup dalam. Prospek penguatan cukup terbuka, baik pada akhir tahun ini maupun di tahun mendatang.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang tahun berjalan hingga Kamis (9/12), indeks JII telah melemah sebanyak 9,52 persen year-to-date (YtD).

Jika diperhatikan, indeks JII sepanjang tahun ini berada di urutan kedua dengan kinerja terburuk di antara kalangan indeks tematis setelah indeks IDX-MES BUMN 17 yang turun 10,26 persen YtD.

Kendati demikian, di kalangan indeks sektoral, ada juga kelompok indeks yang kinerjanya lebih buruk, yakni IDX Sector Properties & Real Estate yang turun 15,10 persen YtD dan IDX Sector Consumer Non-Cyclicals yang turun 14,15 persen YtD.

Pada perdagangan hari ini, Kamis (9/12), JII terpantau menguat 1,01 persen, lebih tinggi ketimbang kenaikan IHSG yang sebesar 0,61 persen. Dalam tiga bulan terakhir semenjak Oktober, kinerja indeks JII terpantau telah naik 6,60 persen.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Roger M.M., menyampaikan bahwa pelemahan indeks JII sepanjang tahun ini dikarenakan beberapa emiten yang didalamnya mendapatkan sentimen negatif.

Sentimen negatif tersebut di antaranya terkait dengan pemberlakuan pembobotan baru oleh BEI yang kemudian memberikan tekanan pada saham UNVR dan TPIA. Selain itu, dia menyampaikan adanya emiten yang membukukan penurunan kinerja di kuartal III/2021, seperti JPFA.

“Namun, secara umum efek perlambatan ekonomi pasca Covid-19 menjadi alasan utama penurunan tersebut,” ujar Roger kepada Bisnis, Kamis (9/12).

Kendati ada sentimen negatif seputar tapering oleh the Fed di Amerika Serikat dan varian baru Covid-19 Omicron, Roger tetap optimis untuk kinerja indeks JII di akhir tahun maupun di awal tahun 2022.

Hal tersebut, jelasnya, berkaitan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang, 2022, yang akan lebih baik dibandingkan dengan saat ini.

Lebih lanjut, Roger mengatakan bahwa kemungkinan ke depan para pelaku pasar termasuk investor masih akan menghadapi tantangan kenaikan suku bunga di beberapa negara.

Berdasarkan sentimen dan proyeksi itu, Roger pun merekomendasikan saham ITMG, TLKM dan MNCN sebagai saham yang menarik yang berada dalam indeks JII untuk dikoleksi investor saat ini.

“Pergerakan indeks JII mulai memasuki fase bullish consolidation setelah berhasil rebound dari batas bawah pada pola segitiga simetris. Estimasi range pada 558 hingga 583,” papar Roger.

Sementara itu, analis Panin Sekuritas William Hartanto menyampaikan bahwa pergerakan  indeks kadang tergantung pada bobot saham.

Jika bobotnya besar terhadap indeks tersebut, walaupun banyak emiten yang mengalami peningkatan, maka tetap saja indeks akan terlihat menurun apabila saham yang berbobot besar ini melemah.

“Ada [sentimen] window dressing harusnya ada perbaikan, walaupun saya tidak tahu apakah kondisi akan berbalik jadi penguatan atau tidak,” ujar William saat dihubungi terpisah.

William pun mengungkapkan bahwa terkait dengan pergerakan indeks JII, alih-alih memperhatikan pergerakan indeks, dia menyarankan investor untuk memperhatikan laporan keuangan emiten yang terdapat dalam indeks tersebut.

Oleh sebab itu, William merekomendasikan beberapa saham yang ada di dalam indeks JII yang menarik untuk dikoleksi investor. Saham tersebut adalah ADRO, ANTM, INCO, MIKA, TLKM dan SMGR. Di akhir tahun, William memperkirakan indeks JII akan bergerak di rentang 580 - 594.

SEKTOR DIGITAL & PERBANKAN

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana memaparkan, salah satu faktor utama yang menekan kinerja JII adalah minimnya konstituen dari sektor digital dan perbankan. Padahal, sepanjang tahun ini kinerja indeks acuan IHSG banyak ditopang oleh saham-saham dari sektor komoditas, teknologi, dan juga perbankan.

BUKA baru saja dimasukkan ke dalam indeks JII melalui evaluasi fast entry oleh BEI pada akhir September lalu, tetapi sayangnya kinerjanya jelek. Sementara itu, saham BRIS menjadi satu-satunya penghuni JII yang berasal dari sektor perbankan.

“Saat ini kebanyakan penghuni indeks JII itu berasal dari sektor yang pergerakannya cenderung tertekan seperti konstruksi. Sehingga, JII juga ikut terbenam,” katanya.

Ia melanjutkan, potensi penguatan JII di sisa tahun 2021 masih akan ditekan oleh pelemahan saham-saham dari sektor konstruksi dan properti. Kendati demikian, Wawan menuturkan peluang perbaikan kinerja JII masih terbuka.

Menurutnya, performa sejumlah saham yang cukup positif seperti PTBA, ICBP, dan TLKM dapat membawa JII ke kisaran 575 – 580 pada akhir tahun ini.

Sementara itu, pada tahun 2022 mendatang, prospek pemulihan ekonomi akan menjadi sentimen utama yang mendorong pergerakan pasar saham. Seiring dengan hal tersebut, ia mengatakan sektor perbankan akan menjadi motor penggerak utama.

Dengan minimnya konstituen perbankan di JII, Wawan memprediksi indeks syariah tersebut masih akan cenderung tertekan sepanjang tahun depan.

“Kondisi pandemi di tahun depan akan sangat menentukan performa JII ke depannya, karena komposisi indeksnya yang cenderung lebih berat ke konstruksi dan properti,” jelasnya.

Adapun, beberapa saham yang masih layak dikoleksi pada indeks ini diantaranya adalah TLKM, ICBP, KLBF, INKP, dan ADRO.

Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menjelaskan komposisi konstituen menjadi salah satu penyebab koreksi indeks JII. Ia menjelaskan, kehadiran emiten dari sektor konsumer seperti UNVR dan konstruksi seperti WIKA dan PTPP menekan kinerja indeks ini.

Tertekannya emiten konsumer salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga komoditas yang turut berimbas pada harga jual barang yang lebih mahal. Di sisi lain, emiten terlihat belum membebankan kenaikan harga ini ke konsumer demi mempertahankan pangsa pasar.

“Untuk konstruksi memang harus melakukan restrukturisasi neraca agar pengeluarannya tidak membebani perseroan,” jelasnya.

Ke depannya, Janson mengatakan potensi penguatan JII masih cukup terbuka. Hal ini seiring dengan meredanya kekhawatiran pasar terhadap varian Omicron yang dapat diatasi dengan vaksin booster yang disiapkan.

Ia menjelaskan, menurunnya potensi penyebaran varian Omicron dapat menjadi motor penguatan ekonomi. Dengan demikian, keyakinan dan daya beli konsumen juga akan turut meningkat.

“Kenaikan harga komoditas bisa mendongkrak daya beli masyarakat walau perusahaan consumer goods yang akan menjadi korban,” tambahnya.

Janson menambahkan, indeks JII masih berpotensi menyentuh kisaran 590 hingga akhir tahun ini.

Seiring dengan hal tersebut, Janson mengatakan sejumlah emiten konstituen JII masih cukup menarik dikoleksi. Beberapa saham yang masih layak dicermati investor adalah TLKM, PTBA, INCO, ANTM, serta INTP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.