Menakar Plus Minus Sistem e-Voting untuk Pemilu 2024

Perlu adanya regulasi terkait dengan pengamanan data hasil Pemilihan Umum 2024 jika Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI serta pemilu anggota legislatif menggunakan sistem e-voting.

23 Agt 2021 - 01.17
A-
A+
Menakar Plus Minus Sistem e-Voting untuk Pemilu 2024

Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan pemilu anggota legislatif dijadwalkan pada tanggal 21 Februari 2024, sedangkan pilkada serentak nasional pada tanggal 27 November 2024. ANTARA/ilustrator/Kliwon

Bisnis, JAKARTA — Wacana penggunaan sistem pemungutan suara elektronik (e-voting) pada Pemilihan Umum 2024 mengemuka, seiring dengan belum adanya kepastian kapan akan berakhirnya pandemi Covid-19.

Namun demikian, praktik e-voting memerlukan proses dan payung hukum yang kuat, terutama terkait dengan keamanan data.

Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha mengatakan pengguaan e-voting dalam pemilu 2024 sangat memungkinkan dan waktu penyiapan teknologinya tidak membutuhkan waktu lama.

"Apalagi, sudah ada data kependudukan yang dimanfaatkan secara digital oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri," katanya dikutip Antara, Minggu (22/8/2021).

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), imbuhnya, juga sudah memiliki teknologi e-voting, bahkan pada 2019 sudah diimplementasikan di 981 pemilihan kepala desa di Tanah Air.

Hanya saja, sistem yang dikembangkan BPPT adalah e-voting di lokasi TPS, yang secara fungsi menghilangkan surat suara dan mempercepat hitungan karena tidak ada hitung manual.

Model ini, menurut Pratama, nantinya bisa dilengkapi dengan teknologi voting via internet.

Pakar keamanan siber dari CISSReC Dr. Pratama Persadha. ANTARA/HO-CISSReC

Namun, dia menegaskan perlu adanya regulasi terkait dengan pengamanan data hasil Pemilihan Umum 2024 jika Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI serta pemilu anggota legislatif menggunakan sistem e-voting.

"Ketentuan e-voting ini perlu diatur melalui undang-undang agar jangan sampai di kemudian hari menjadi celah digugat yang berujung pada pembatalan hasil pemungutan suara elektronik," katanya.

Pratama yang pernah menjadi Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi KPU pada Pemilu 2014 menjelaskan bahwa perlu adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) guna memaksa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI benar-benar mengimplementasikan keamanan pada sistem dan data masyarakat yang dikelolanya.

Selain itu, juga berkaitan dengan kesiapan pusat data nasional. Tanpa ada pusat data nasional, menurut Pratama, akan mempersulit e-voting di Tanah Air.

"Indonesia memerlukan pusat data nasional yang aman dan benar-benar teruji sehingga nanti tidak ada lemot dengan alasan traffic penuh dan alasan teknis lain berkenaan dengan jaringan serta pusat data," katanya.

Ditekankan pula bahwa keamanan harus dijadikan prioritas utama karena dalam berbagai kasus e-Voting di Amerika Selatan yang terjadi adalah saling retas hasil pemilu.

"Harus ada proses enkripsi yang kuat dengan algoritma enkripsi buatan dalam negeri. KPU bisa bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara [BSSN]," katanya.

Tak kalah penting, lanjut dia, adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) di lapangan. Ini tugas berat bagi KPU untuk melakukan edukasi kepada petugasnya di lapangan, baik dari sisi regulasi, teknis, maupun keamanan sistem itu sendiri.

Selain itu, lanjut pakar keamanan siber ini, praktik e-voting juga memerlukan proses, misalnya berawal di kota-kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan, dengan memilih model e-voting apakah langsung dari smartphone atau harus lewat tempat pemungutan suara (TPS) khusus, seperti halnya Amerika Serikat yang masih menyediakan tempat khusus untuk e-voting.

Sementara itu, di Estonia, pemilu elektronik disebut sebagai i-voting, yang terdiri atas voting lewat mesin elektronik khusus yang disiapkan pemerintah; atau, voting secara remote lewat internet dengan personal computer (PC) serta smarphone.

Jika melihat sejarah e-voting, kata Pratama, awalnya dibuat untuk mempercepat penghitungan suara.

Dalam hal ini, pemilih melakukan pilihan di TPS khusus dengan alat pilih dan hitung elektronik sehingga hasil pemilu bisa diketahui langsung pada hari yang sama atau sehari setelahnya.

Dengan adanya pandemi, kata dia, kebutuhan e-voting telah bergeser ke voting secara remote lewat internet, yakni bisa dengan PC maupun smartphone pemilih. Namun, hal ini yang lebih rumit dan membutuhkan pengamanan sistem yang lebih maju.

"Apakah dalam jangka waktu 3 tahun ke depan bangsa ini mampu menyiapkan infrastruktur terkait dengan e-voting? Hal itu tergantung pada model e-voting seperti apa dan sejauh mana kota yang akan uji coba yang sudah siap secara infrastruktur,” tuturnya.

Di sisi lain, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan KPU lebih baik fokus pada rekapitulasi suara secara elektronik (e-recap) bernama Sirekap daripada menghabiskan waktu memikirkan sistem e-voting.

"Daripada KPU menghabiskan waktu memikirkan e-voting, akan lebih realistis dan berdaya guna penyelenggara pemilu ini berkonsentrasi dan serius menyiapkan teknologi e-recap atau e-tabulation," katanya, Minggu (22/8/2021).

Apalagi, imbuhnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum belum mengatur soal penerapan pemungutan suara secara elektronik, baik untuk pemilu anggota legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI.

Dia menegaskan bahwa peluang e-voting baru terbuka untuk pemilihan kepala daerah (pilkada), sebagaimana termaktub dalam UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) Pasal 85 Ayat (1).

Sementara itu, lanjut dia, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 147/PUU-VII/2009 menyebut bahwa frasa mencoblos untuk penyelenggaraan pilkada dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diartikan pula menggunakan metode e-voting dengan syarat kumulatif.

Syarat kumulatif ini meliputi tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, kemudian daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan.

"Bisa dibilang hampir tak terbuka ruang untuk menggunakan e-voting pada Pemilu 2024," kata Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Petugas merapikan kotak suara dari kardus Pemilu Bupati Bandung 2020 di Gudang Logistik KPU Kabupaten Bandung, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/11/2020). Sebanyak 6.874 kotak suara dan 13.748 tinta sidik jari siap didistribusikan ke tiap TPS dari 31 kecamatan di Kabupaten Bandung untuk pelaksanaan Pilkada Kabupaten Bandung 2020 pada Desember mendatang. ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Selain belum tersedia kerangka hukum yang melandasi, lanjut dia, persiapan, penentuan teknologi yang akan digunakan, serta sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat juga waktunya sangat tidak memadai.

Untuk itu, dia menyarankan agar KPU lebih baik berkonsentrasi menyiapkan penggunaan teknologi rekapitulasi suara secara elektronik atau lebih populer dengan istilah Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) sehingga hasil pemilu benar-benar bisa transparan dan akuntabel dalam penghitungannya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia melalui pernyataan anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (17/8/2021), menegaskan bahwa meski pemilu tetap pada 2024, perlu antisipasi dengan menyiapkan sistem e-voting guna mencegah klaster baru penularan virus corona.

“Mudah-mudahan pandemi Covid-19 sudah berakhir sebelum pesta demokrasi 5 tahunan yang rencananya pada tanggal 21 Februari 2024 dan pilkada pada tanggal 27 November 2024,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.