Menakar Potensi Kilau Emas 2022 Imbas Kehadiran Omicron

Kemunculan varian baru virus corona omicron dapat menjadi katalis penguatan harga emas pada tahun 2022 mendatang. Namun, Bank Dunia memproyeksikan harga emas akan menurun pada tahun depan seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS.

Lorenzo Anugrah Mahardhika

5 Des 2021 - 16.13
A-
A+
Menakar Potensi Kilau Emas 2022 Imbas Kehadiran Omicron

Emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk./mind.id

Bisnis, JAKARTA — Kemunculan varian baru virus corona Omicron dapat menjadi katalis penguatan harga emas pada tahun 2022 mendatang. Meskipun demikian, potensi penguatan hingga menembus seperti level pucak pada 2020 lalu tampaknya masih akan sulit dicapai.

Berdasarkan data Bloomberg yang dilansir Bisnis.com, harga emas di pasar Spot terpantau naik 0,82 persen ke level US$1.783,29 per troy ounce pada penutupan perdagangan Jumat (3/12) lalu. Sementara itu, harga emas Comex juga menguat 1,2 persen ke posisi US$1.783,90 per troy ounce.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan, harga emas dunia akan sulit menembus level US$2.000 per troy ounce seperti pada masa awal pandemi virus corona. Meski demikian, menurutnya prospek logam mulia tersebut pada tahun depan masih cukup positif.

Ibrahim memaparkan, salah satu katalis positif yang akan menopang pergerakan harga emas adalah kebijakan bank sentral AS, the Fed, yang diprediksi belum akan menaikkan suku bunga pada tahun depan.

Ia mengaku pesimistis the Fed akan mulai menaikkan suku bunga pada tahun depan. Pasalnya, saat ini pemerintah AS sedang fokus mencari pengganti sejumlah deputi gubernur dan gubernur the Fed yang masa jabatannya akan berakhir pada 2022.

Selain itu, sejumlah nama yang beredar untuk mengisi posisi tersebut seperti Gubernur the Fed saat ini, Jerome Powell, dan Lael Brainard merupakan orang-orang yang cenderung dovish dalam mengambil kebijakan dan memberikan testimoni kepada pasar.

“Sikap the Fed yang kemungkinan akan tetap dovish ini dapat mengangkat harga emas ke kisaran US$1.900 per troy ounce pada tahun depan,” jelasnya pada pekan ini.

Sentimen positif lain yang dapat menopang harga emas pada 2022 adalah varian baru virus corona omicron. Ibrahim menjelaskan, kemunculan varian baru ini telah menimbulkan gangguan pada pertumbuhan ekonomi global.

Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal III/2021 yang lebih rendah. Di sisi lain, angka ekspor impor, indeks manufaktur, serta klaim pengangguran di AS telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif.

Katalis penopang harga emas pada tahun depan juga berasal dari China. Di China saat ini tengah terjadi krisis di sektor properti dan Ibrahim pun memperkirakan ini akan berlanjut pada 2022.

Krisis properti di China saat ini tidak hanya terjadi di satu perusahaan, terang Ibrahim, melainkan hampir semua bisnis propertinya mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena bersamaan dengan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, Ibrahim mengungkapkan di China juga terjadi krisis energi dan kemungkinan akan menjalar hingga 2022. Lalu krisis energi dan pangan di China kemungkinan besar masih akan menjalar sampai awal 2022.

Ia memprediksi, harga emas akan bergerak pada kisaran US$1.780 per troy ounce hingga US$1.900 per troy ounce pada awal tahun depan. Seiring dengan hal tersebut, Ibrahim mengatakan ini merupakan saat yang tepat untuk masuk ke instrumen emas sebelum mengalami kenaikan yang lebih tinggi.

Meski demikian, ia juga mengingatkan agar investor lebih berhati-hati mencari waktu yang tepat untuk melakukan pembelian.

Laporan Commodity Markets Outlook dari Bank Dunia menyebutkan, harga emas turun sekitar 1,3 persen pada kuartal III/2021. Koreksi tersebut didorong oleh penurunan minat investor di tengah kenaikan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury.

Perkembangan yield US Treasury Tenor 10 Tahun selama 6 bulan terakhir. Yield US Treasury 10 Tahun berakhir di level 1,356 persen pada akhir pekan lalu, Jumat (3/12). Sumber: worldgovernmentbonds.com.

Imbal hasil dari Treasury Inflation-Protected Securities (TIPS) tenor 10 tahun tercatat bertambah 10 basis poin pada September 2021. Sementara itu, dolar AS juga menguat seiring dengan dimulainya program tapering off.

Di sisi lain, tingkat kepemilikan pada exchange traded funds (ETF) emas juga menurun tajam sepanjang kuartal III/2021. Penurunan ini disebabkan oleh banyaknya investor asal wilayah Amerika Utara yang keluar dari aset ini

“Sementara itu, permintaan terhadap perhiasan emas di China dan India mampu menghambat penurunan harga emas sepanjang tahun ini,” demikian kutipan laporan tersebut.

KOREKSI

Harga emas diprediksi akan menguat sekitar 1,5 persen hingga akhir tahun 2021 sebelum terkoreksi sebesar 2,5 persen pada tahun 2022 mendatang. Koreksi tersebut disebabkan oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS.

Sementara itu, Société Générale dalam laporannya belum lama ini memproyeksikan harga emas akan mengalami reli yang signifikan pada kuartal I/2022 mendatang.

Menurut laporan tersebut, kebijakan moneter AS masih akan mendukung harga emas seiring dengan tekanan inflasi yang turut meningkat.

“The fed terlihat enggan untuk meningkatkan suku bunga dalam waktu dekat. Ini akan menciptakan kondisi suku bunga riil negatif (negative real rates) untuk emas jika digabungkan dengan tingginya inflasi,” demikian kutipan laporan tersebut.

Seiring dengan hal tersebut, Société Générale memproyeksikan harga emas berada di kisaran US$1.950 per troy ounce sepanjang kuartal I/2022.

Meski demikian, Société Générale menyebutkan, minat investor terhadap instrumen ini akan mulai menurun pada paruh kedua tahun 2022. Hal ini seiring dengan mulai melambatnya inflasi serta ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga pada semester II/2022.

Sebaliknya, jika tekanan inflasi terus terjadi dan kegiatan ekonomi kembali melambat, harga emas dapat menembus level US$2.000 per troy ounce pada kuartal II/2022 dan tetap menguat sepanjang tahun depan.

Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menjelaskan, sejauh ini harga emas cenderung bertahan pada fase konsolidasi. Hal ini kontras dengan pergerakan mata uang utama seperti Euro, Poundsterling dan lainnya.

Menurut Wahyu, harga emas pada tahun ini didukung oleh tren harga komoditas yang mengalami kenaikan. Sentimen ini juga ditambah dengan ancaman inflasi yang tinggi seiring dengan pemulihan ekonomi global.

Ia melanjutkan, kebijakan tapering yang dilakukan the Fed mulai tahun ini memang akan berimbas pada tertekannya harga emas. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan anjloknya harga emas seperti pada tapering 2013 – 2015 lalu.

Meski demikian, menurutnya sentimen tersebut tidak akan berimbas signifikan terhadap pergerakan harga emas. Wahyu mengatakan, kondisi tapering pada tahun ini cukup berbeda bila dibandingkan dengan tapering sebelumnya.

“Pada tahun 2022 faktor pemicunya adalah pandemi, yang berdampak pada rantai pasok dan keterbatasan komoditas. Sehingga, harga komoditas, termasuk emas, masih berpeluang naik di tahun depan,” jelasnya pada pekan ini.

Wahyu melanjutkan, potensi koreksi harga emas seiring dengan tapering yang terus berjalan pada tahun 2022 masih terbuka. Meski demikian, hal tersebut diyakini hanya bersifat sementara dan pergerakan harga emas akan cenderung menguat dalam jangka panjang.

Ia menambahkan, melihat data historis pada 2013 – 2015 lalu, harga emas cenderung mengalami rebound setelah tapering the Fed. Bahkan, harga logam mulia sempat mencatatkan level tertinggi yang baru.

Selain tapering the Fed, Wahyu mengatakan sentimen lain yang akan mempengaruhi harga emas pada 2022 adalah wacana kenaikan suku bunga global serta potensi tingginya inflasi.

Sentimen tersebut juga ditambah dengan ancaman perlambatan ekonomi global seiring dengan kemunculan varian baru virus corona.

Seiring dengan sentimen tersebut, Wahyu mengatakan emas masih dapat menjadi pilihan investor untuk berinvestasi. Selain sebagai safe haven, emas juga dapat menjadi aset lindung nilai (hedging) ditengah ancaman inflasi.

"Pada tahun depan, harga emas saya perkirakan berada di kisaran US$1.500 per troy ounce hingga US$2.000 per troy ounce. Untuk investor yang berminat masuk ke emas sebaiknya buy on weakness,” pungkasnya.

Sementara itu, laporan Commodities Outlook TD Securities menyebutkan prospek harga emas pada tahun depan cukup menjanjikan. Harga emas diprediksi akan reli selama semester I/2022 hingga ke level US$1.900 per troy ounce.

Laporan tersebut memaparkan, risiko politik terkait pemilihan umum di AS, pembelian emas oleh bank sentral global, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan AS akan menjadi sentimen positif yang menarik minat investor kembali ke instrumen ini.

Global Head of Commodity Markets Strategy TD Securities Bart Melek dalam laporan tersebut menjelaskan, pelaku pasar akan memantau data ekonomi serta langkah terkait yang akan diambil oleh The Fed.

Menurutnya, dengan rilis data ekonomi yang lemah dan pertemuan FOMC yang berfokus pada peningkatan angka pekerja, the Fed diprediksi tidak akan menaikkan suku bunga secepat prediksi pelaku pasar. Skenario ini akan membuat suku bunga tetap rendah dan memicu investor untuk membeli emas.

Seiring dengan hal tersebut, TD Securities memproyeksikan rerata harga emas sebesar US$1.875 per troy ounce pada kuartal I/2022, US$1.824 per troy ounce pada kuartal II/2022, US$1.800 pada kuartal III/2022, dan US$1.750 per troy ounce pada kuartal IV/2022.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.