Menanti Berakhirnya Era Bunga Simpanan Murah

Tren suku bunga simpanan perbankan diperkirakan akan flat pada paruh kedua tahun ini. Selain karena posisi saat ini sudah mulai menyentuh titik terendah, potensi pemulihan ekonomi diperkirakan akan membuat bank lebih fokus pada penyaluran kredit.

12 Agt 2021 - 20.01
A-
A+
Menanti Berakhirnya Era Bunga Simpanan Murah

Karyawan menghitung uang pecahan Rp.100.000 di salah satu Bank yang ada di Jakarta, Senin (4/6). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis, JAKARTA — Tren penurunan suku bunga simpanan nasabah di perbankan kemungkinan akan segera terhenti pada paruh kedua tahun ini, seiring dengan potensi pemulihan ekonomi yang kemungkinan akan mendorong bank lebih fokus dalam menyalurkan kredit.

Saat ini, industri perbankan masih ditandai oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tinggi hingga dua digit, sedangkan kredit justru masih terkoreksi atau negatif. Dalam kondisi ini, bank memiliki posisi tawar yang lebih baik untuk menekan bunga simpanan.

Namun, jika ekonomi berbalik menguat dan permintaan kredit meningkat lagi, bank kemungkinan harus mulai memikirkan ulang strategi bunga rendahnya jika ingin mempertahankan likuiditas dana nasabahnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), DPK perbankan per Mei 2021 tercatat Rp6.836,96 triliun, naik 10,71% secara tahunan atau year-on-year (YoY). Adapun, suku bunga simpanan berjangka 12 bulan rupiah bank umum berada pada 4,92%, turun dari periode sama tahun lalu 6,56%.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Samual mengatakan penurunan suku bunga simpanan sejauh ini merupakan dampak dari tren suku bunga global. Selain itu, dari dalam negeri, ekonomi sektor riil belum begitu kuat dan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya ke level terendah.

Di sisi lain, masyarakat juga lebih nyaman untuk meningkatkan simpanannya di tengah pandemi sehingga membuat likuiditas perbankan semakin berlimpah.

Namun, David menuturkan tren suku bunga simpanan ke depan akan lebih flat seiring dengan pandemi yang mulai terkendali sehingga berdampak pada pemulihan ekonomi.

Pemulihan ekonomi ini akan berdampak pada belanja masyarakat dan peningakatan produksi pelaku riil sehingga mendorong kredit.

"Jika melihat tren tersebut, maka tren suku bunga simpanan akan lebih cenderung flat. Bahkan jika kinerja ekonomi kuat pada akhir tahun, bank pun akan menaikkan suku bunga simpanannya perlahan," katanya, Kamis (12/8).

Lebih lanjut, David menyampaikan tren suku bunga simpanan ini mampu memberi dispensasi profitabilitas bagi perbankan. Namun, perbankan tidak akan dapat menarik tingkat profitabilitas seperti pra pandemi karena banyak pendapatan bunga terpangkas akibat restrukturisasi.

Bahkan, perbankan masih perlu memikirkan pencadangan untuk berjaga-jaga kualitas kredit tidak terlalu terperosok di tengah masa pemulihan ini.

"Namun, setidaknya OJK sudah punya komitmen untuk melanjutkan relaksasi restrukturisasi kredit, sehingga potensi penurunan kualitas kredit dapat tetap dikelola," sebutnya.

Adapun, banjir likuiditas memang masih terjadi di industri perbankan. Meskipun penyaluran kredit tertahan, kondisi ini tidak selalu buruk bagi bank, sebab bank dapat memanfaatkan dana tersebut untuk ditempatkan di instrumen surat berharga negara untuk mendapatkan imbal hasil.

Banjir likuiditas di industri perbankan menunjukkan masyarakat masih enggan berbelanja. Terbaru, data distribusi simpanan yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat nominal simpanan pada Juni 2021 sebesar Rp7.037 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 10,9% YoY.

Simpanan dengan nominal di atas Rp5 miliar tercatat meningkat 15,8% YoY, atau naik paling tinggi dibandingkan dengan tier simpanan lainnya. Adapun jumlah rekening simpanan di atas Rp5 miliar naik 9,9% YoY menjadi 113.846 rekening.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menilai perkembangan simpanan tersebut cukup menggembirakan. Hal itu menunjukan kepercayaan terhadap sistem perbankan tetap tinggi.

Sementara itu, simpanan di atas Rp5 miliar tumbuh lebih tinggi dibandingkan yang lain, merupakan indikator bahwa orang berduit masih enggan belanja. Kemungkinan lainnya yakni sebagian perusahaan masih wait and see.

"Tapi kalau saya lihat ke depan, peluang mereka untuk belanja akan semakin besar. Artinya, dorongan terhadap perekonomian juga akan semakin besar," katanya ketika dikonfirmasi, Kamis (12/8).

Menurutnya, hal itu dipengaruhi sejumlah faktor. Pertama, suku bunga deposito atau simpanan yang cenderung turun mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia maupun LPS berada pada level yang rendah. Bahkan ke depan masih ada ruang bagi suku bunga penjaminan LPS kembali turun.

Selain itu, ada perubahan implementasi kebijakan moneter dan fiskal yang amat signifikan. Saat ini, pertumbuhan uang yang ada di sistem perekonomian nasional jauh lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya.

"Artinya, akan ada lebih banyak uang yang memperebutkan kredit. Hal ini akan memberikan tekanan ke bawah kepada suku bunga kredit," imbuhnya.

Sementara itu, lanjutnya, bank tidak perlu memberi iming-iming bunga deposito tinggi karena likuiditas sudah bertambah secara nyata. Hal ini terlihat dari bertambahnya uang di sistem perekonomian.

"Jadi, untuk semester II saya melihat suku bunga deposito akan cenderung turun, demikian juga dengan suku bunga kredit," katanya.

KEMBALI PANGKAS

Sementara itu, kalangan perbankan juga masih melanjutkan pemangkasan terhadap bunga deposito atau dana mahal mereka.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. kembali melakukan penyesuaian suku bunga deposito, khususnya untuk tenor 1 dan 3 bulan, dan berlaku mulai pekan depan.

Dikutip dari situs resmi perseroan, suku bunga simpanan berjangka dalam bentuk rupiah untuk semua nominal dengan tenor 1 dan 3 bulan dipatok sebesar 2,75% per tahun. Suku bunga ini berlaku efektif mulai 16 Agustus 2021.

Besaran suku bunga itu menurun 10 basis poin dari sebelumnya sebesar 2,85% yang berlaku mulai 13 April 2021. Adapun suku bunga deposito untuk semua nominal dengan tenor 6, 12, dan 24 bulan tetap dipatok 2,85%, atau tidak berubah dari yang berlaku sebelumnya.

Sebelumnya, BCA lebih dulu melakukan penyesuaian suku bunga deposito memasuki semester II/2021. Suku bunga deposito rupiah ditetapkan sebesar 2,80% per tahun untuk semua nominal dan tenor yang berlaku efektif mulai 19 Juli 2021.

Selanjutnya, BCA kembali memangkas suku bunga deposito menjadi 2,75% per tahun yang berlaku mulai 1 Agustus 2021. Suku bunga tersebut berlaku untuk semua nominal dan jangka waktu simpanan.

Sementara itu, PT Bank Pan Indonesia Tbk. mengumumkan suku bunga simpanan pada Agustus 2021 telah mencapai 2,5%.

Presiden Direktur PaninBank Herwidayatmo memaparkan suku bunga simpanan di bawah Rp2 miliar untuk tenor 1 bulan hingga 12 bulan adalah 2,5% per tahun. Untuk simpanan dengan tenor lebih lebih kecil, yakni 7 hari dan 14 hari masing-masing berada pada 1,5% dan 1,75% per tahun.

Adapun suku bunga simpanan di atas Rp2 miliar untuk tenor 1 bulan hingga 12 bulan adalah 2,75% per tahun. Untuk simpanan dengan tenor lebih lebih kecil, yakni 7 hari dan 14 hari masing-masing berada pada 1,75% dan 2% per tahun.

"Saat ini kami masih fokus untuk melakukan efisiensi dari sisi dana," katanya kepada Bisnis.

Dia menuturkan penurunan suku bunga pun adalah salah satu strategi agar perseroan dapat mempertahankan tingkat profitabilitas di tengah kredit yang belum tumbuh begitu baik.

Kendati demikian, Herwidayatmo tetap berharap pemulihan ekonomi dapat terjadi pada akhir kuartal ketiga tahun ini guna mendorong permintaan kredit.

"Kita lihat nanti, mudah-mudahan permintaan kredit sudah mulai bergerak positif. Jadi tingkat bunga simpanan tidak usah turun lagi," katanya. (Reporter: M. Richard & Azizah Nur Alfi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.