Menanti Penguatan LQ45 di Penghujung Tahun

Sejumlah analis meyakini tren pelemahan LQ45 sudah akan berakhir sehingga selanjutnya akan beralih ke tren penguatan hingga akhir tahun ini.

Pandu Gumilar

3 Sep 2021 - 17.51
A-
A+
Menanti Penguatan LQ45 di Penghujung Tahun

Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis, JAKARTA — Kinerja indeks LQ45 masih terperangkap di zona merah hingga saat ini, di saat IHSG sudah lama bertengger di zona hijau. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap emiten-emiten blue chip paling likuid masih rendah di tengah kondisi ekonomi yang masih belum pasti.

Pada perdagangan akhir pekan pertama September 2021 ini, Jumat (3/9), kinerja indeks 45 emiten paling likuid di bursa ini tercatat tumbuh 1,28% dibanding hari sebelumnya ke level 873,92. Kinerja LQ45 ini outperform terhadap IHSG yang hanya meningkat 0,80% menjadi 6.126,92.

Namun, jika diukur sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (YtD), LQ45 masih tersungkur di zona merah dengan tingkat penurunan 6,52% YtD, padahal IHSG sudah menguat 2,47% YtD. Sejatinya, LQ45 tidak sendiri. Semua indeks tematis yang berisi saham-saham blue chip masih berkinerja negatif.

Sepanjang tahun ini, umumnya pasar modal masih digerakkan oleh saham-saham berkapitalisasi pasar kecil-menengah. Hal ini terlihat dari kinerja indeks IDX Small-Mid Cap Composite yang tercatat naik 14,59% YtD.

Demikian pula indeks Development Board yang berisi saham-saham kecil di papan pengembangan, berhasil tumbuh 51,76% YtD.

Tekanan yang terjadi pada indeks LQ45 sepanjang tahun ini terutama disebabkan oleh pelemahan di sektor konstruksi dan konsumer. Pelemahan terdalam pada indeks ini terjadi pada dua emiten BUMN konstruksi, yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP).

Kedua emiten itu melemah masing-masing -52,14% YtD dan -50,67% YtD ke level Rp950 dan Rp920. Di posisi ketiga ada emiten konsumer PT Unilever Indonesia Tbk. yang melemah -42,31% YtD menjadi Rp4.240.

Sementara itu, sektor industri yang menopang kinerja LQ45 adalah sektor telekomunikasi, terutama dari kedua emiten menara yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) yang naik masing-masing 88,34% YtD dan 44,79% YtD menjadi Rp1.390 dan Rp3.070.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan indeks saham-saham paling likuid itu tengah dalam keterbatasan koreksi. Menurutnya, LQ45 berpotensi mengalami peningkatan dalam waktu dekat.

“[Secara teknikal pergerakan] sudah terbatas dan cenderung menuju kenaikan. Menurut saya LQ45 masih berpotensi naik hingga ke level 900,” katanya kepada Bisnis, Jumat (3/9).

William mengatakan bahwa LQ45 memang berada dalam kondisi turun sejak awal tahun, antara lain karena tekanan di sektor konstruksi dan konsumer. Bisnis sektor-sektor ini memang sedang tertekan saat ini sehingga wajar jika akhirnya LQ45 ikut terseret turun.

Meskipun demikian, menurutnya menjelang window dressing, LQ45 akan ikut mendidih sehingga indeks itu bisa melaju sesuai target. William memilih beberapa saham yang menarik untuk diperhatikan oleh investor.

“Top picks dari saya TLKM, PTBA, ADRO, ITMG, BBNI, KLBF, SMRA,” katanya. Adapun target harga TLKM yaitu Rp3.640, PTBA Rp2.500-Rp2.800, lalu ADRO Rp1800, dan ITMG Rp19.000-Rp23.000. Sementara itu, untuk BBNI Rp5.800, KLBF Rp1.500-Rp1.630, dan SMRA Rp930-Rp980.

Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani mengatakan indeks paling cair itu kekurangan dorongan dari sektor teknologi dan bank digital. Menurutnya, kinerja hijau IHSG secara tahun berjalan terjadi berkat kedua sektor tersebut.

“Kalau kemarin itu kan IHSG ditopang sama emiten teknologi dan digital bank yang naik tinggi. Sementara LQ45 yang isinya nonteknologi dan digital bank ketinggalan,” katanya kepada Bisnis.

Sebagai informasi, saham-saham yang menguat secara drastis tahun ini beberapa berasal dari kalangan bank mini yang berencana untuk transformasi menjadi bank digital. Mereka adalah PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) sebesar 664%. Lalu ada juga PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dengan kenaikan 389,57% dan PT Bank Jago Tbk. (ARTO) sebesar 277,79%.

Menurutnya, bila regulator memasukan emiten-emiten tersebut ke dalam LQ45, ada kemungkinan indeks acuan itu akan menghijau. Di sisi lain, lanjutnya, sektor bank konvensional justru jadi pemberat indeks.

Misalnya saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang menjadi pemberat laju indeks. Meski demikian, Hendriko menilai LQ45 masih memiliki prospek yang bagus.

Beberapa sentimen penunjangnya adalah ekonomi yang mulai tumbuh walaupun masih lambat. Selain itu, kondisi pandemi juga semakin membaik sehingga ketika pemerintah kian melonggarkan PPKM akan berdampak pada kinerja indeks.

“Secara teknikal LQ45 ada potensi uji resisten level 873,” imbuhnya.

Hendriko merekomendasikan saham tambang seperti UNTR dan ADRO dengan masing-masing target Rp28.200 dan Rp1.700. Lalu BBNI Rp8.000 dan TOWR Rp1.900

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan indeks LQ45 masih terkoreksi selama tahun berjalan akibat 33 perusahaan masih berada di posisi negatif.

Adapun enam saham yang menjadi pemberat adalah BBCA, BBRI, ASII, CPIN, UNTR, dan BBNI. Masing-masing saham terkoreksi 2,1%, 3,78%, 9,78%, 1,37%, 18,4% dan 11,48%.

“Dari sample sederhana di atas kita bisa simpulkan bahwa sektor finansial masih mengalami tekanan lebih besar dari sektor lainnya. Artinya kita masih berjuang dengan pemulihan ekonomi,” katanya kepada Bisnis.

Selain itu, kejelasan jadwal tapering oleh the Fed mengancam bank-bank nasional untuk terpaksa menaikkan suku bunga acuan. Meski demikian, Liza meyakini LQ45 masih bisa rebound hingga level 955.

Menurutnya, secara teknikal LQ45 mempunyai potensi bullish setelah minggu ini mulai mematahkan pattern downtrend falling wedge. Hal itu membuka potensi penguatan menuju target-target berikut 890, ke 920, dan 955.

“Dengan demikian, para investor dan trader bisa mulai menambah posisi pembelian pada portfolio LQ45 masing-masing. Support LQ45 jangka pendek 860,” katanya.

Liza merekomendasikan saham-saham finansial yang baru break out hari ini dari pola konsolidasinya. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif kepada sektor finansial seperti memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.

Saham pilihan Liza adalah BMRI dengan target Rp6.550 sampai dengan Rp6.650. Adapun stoploss berada pada level Rp5.900. Menurutnya dibandingkan dua bank BBCA dan BBRI, BMRI termasuk yang valuasinya lebih murah secara PE dan PBV.

PBV dan PE BMRI terpantau di level 1,5 kali dan 11 kali sedangkan BBCA 4,3 kali dan 28 kali. Adapun BBRI berada di posisi 2,4 kali dan 19 kali.

“Kami perkirakan selepas September sektor perbankan akan lebih jelas pergerakannya menyusul FOMC meeting sekitar tanggal 21-22,” katanya.

Dia menambahkan isu tapering kali ini lebih jelas dibandingkan dengan 2013. Bank sentral Amerika, lanjutnya, juga memilih kebijakan yang tidak begitu agresif dengan memertahankan suku bunga rendah.

Selain sektor finansial, Liza juga merekomendasikan ASII yang mulai menunjukkan kegigihannya untuk mempertahankan uptrend. Dia menambahkan dalam jangka pendek yang mempunyai peluang target di Rp5.700.

Chart jangka pendek ASII sejak awal Augustus menunjukkan posisi dan urutan moving average 10, 20, dan 50 days. “ASII, rekomendasi beli dengan target Rp5.700 dan stoploss Rp5.125,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.