Mencari Cara Kaum Milenial Bisa Memiliki Properti Hunian Pertama

Harga rumah yang semakin mahal kian terjangkau menyulitkan kalangan milenial penghasilan pas-pasan untuk memiliki rumah. Di sisi lain, meskipun rumah termasuk sebagai kebutuhan utama, namun masih banyak milenial yang masih enggan punya rumah dan memilih menyewa.

Yanita Petriella

18 Jul 2023 - 00.02
A-
A+
Mencari Cara Kaum Milenial Bisa Memiliki Properti Hunian Pertama

Ilustrasi beli rumah. /istimewa

Bisnis, JAKARTA – Bagi kalangan milenial yang memiliki penghasilan pas-pasan sangat sulit untuk membeli rumah terutama di kawasan perkotaan. Salah satunya karena harga rumah mengalami kenaikan setiap tahunnya tak seiring dengan besaran naiknya penghasilan. 

Adapun backlog hunian yang terjadi berdasarkan data Susenas BPS tahun 2021 sebanyak 12,75 juta, sebesar 12,75 persen disumbang dari non masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan sisanya 87,25 persen merupakan kalangan MBR.

Merujuk data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebanyak 81 juta milenial belum memiliki rumah. Adapun berbagai alasan yang membuat milenial belum memiliki rumah yakni belum menemukan rumah yang tepat, tidak mampu membayar down payment (DP) dan cicilan kredit rumah, masih ada cicilan lain, dan merasa belum memiliki rumah sehingga memilih mengontrak atau menyewa. 

Melejitnya harga rumah hingga kurangnya persiapan finansial menjadi kendala terbesar pembelian rumah bagi kalangan milenial di Tanah Air. Berdasarkan laporan survei nasional bertajuk Keterjangkauan Harga Perumahan Nasional dari UniTrend menunjukkan ketidakstabilan pendapatan, tabungan dan pekerjaan yang belum tetap memicu keraguan generasi muda untuk membeli hunian. 

Manager UniTrend Ignatius Ardhana Reswara mengatakan sebanyak 47,2 persen dari total 1.192 responden di berbagai daerah enggan membeli rumah karena belum stabilnya pendapatan, yakni di kisaran Rp2 juta hingga Rp5 juta.  

Kemudian diikuti 43,7 persen mereka merasa tabungannya belum mencukupi dan ketiga belum memiliki pekerjaan yang tetap sebanyak 8,5 persen,” ujarnya dikutip Senin (17/7/2023). 

Dia menilai generasi muda saat ini menghindari pembiayaan rumah secara kredit. Mayoritas masyarakat menilai sistem kredit di Indonesia belum ramah dan masih ada yang belum mengetahui skema pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR). Hal ini dicerminkan dari 52,9 persen masyarakat yang lebih memilih untuk membeli rumah secara tunai dan 22,5 persen memilih untuk membangun rumah secara mandiri dan bertahap. 

Membeli rumah secara kredit itu masih dihindari di masyarakat padahak banyak sekali orang-orang yang terbantu dengan KPR atau sistem pembiayaan lainnya untuk pembelian rumah,” ucap Ignatius. 

Tak hanya itu, generasi milenial saat ini minim dukungan finansial dari orang tua untuk membeli rumah pribadi. Padahal, sebuah penelitan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dukungan finansial dari orang tua memiliki pengaruh signifikan terhadap pembelian rumah pertama bagi orang muda di AS. Sementara itu, di Indonesia generasi muda berjuang sendiri untuk mendapatkan rumah impian. Adapun, sebanyak 72,5 persen masyarakat yang siap membeli rumah, tapi tidak mendapatkan dukungan finansial dari orang tua. 

Hanya 21 persen masyarakat generasi muda yang sudah merencanakan finansial untuk membeli rumah dan memiliki kesempatan dibantu orang tua, ucapnya. 

Tren pasar properti terkini yang yang menunjukkan sebanyak 30,7 persen generasi muda yang memiliki penghasilan Rp10 juta hingga Rp20 juta menilai bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli rumah, sedangkan kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp400.000 hingga Rp1 juta justru memilih untuk menjual rumah saat ini.

Baca Juga: Seribu Jurus Menjinakkan Bom Waktu Angka Backlog Perumahan


Edukasi Beli Hunian

Chief Marketing Office Elevee Condominium Alvin Andronicus mengatakan potensi pasar milenial di Tanah Air cukup tinggi, dari total 275 juta jiwa masyarakat Indonesia, 25 persen adalah usia produktif dengan rentang usia 22 hingga 39 tahun. Sebanyak 15 juta jiwa milenial tersebut berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan pendapatan yang berbeda-beda.

Generasi ini memiliki kebiasaan berbeda, unsur lifestyle menjadi bagian kehidupan milenial. Mulai dari travelling, kongkow, belanja hingga menggunakan produk teknologi seperti handphone terkini tanpa memikirkan memiliki properti. Kebanyakan dari mereka lebih memiliki untuk menyewa rumah, apartemen dan juga tinggal bersama keluarga. Ada faktor yang bisa dilakukan untuk mewujudkan mimpi memiliki rumah yaitu niat kuat, perencanaan, dan eksekusi.

Dia menilai generasi milenial harus diberikan pemahaman memiliki future plan, setelah berkeluarga dan memiliki anak selanjutnya adalah tempat tinggal yang nyaman. 

“Generasi milenial yang sudah mature adalah mereka yang berusia 27 tahun ke atas. Dan sudah seharusnya mengerti, diarahkan kemana uang yang didapatkan dari bekerja, usaha dan lainnya, paling tepat adalah membeli properti,” katanya. 

Selain sebagai tempat tinggal, properti residensial juga dapat sebagai alat investasi. Terlebih, properti cenderung lebih aman sebagai investasi. Apalagi, karakteristik investasi properti hunian berbeda dengan jenis investasi lainnya dimana mengalami kenaikan nilai setiap tahunnya. Di sisi lain, harga properti residensial pun terus mengalami kenaikan seiring keterbatasan lahan. 

“Kesadaran ini harus terus ditumbuhkan karena memiliki properti sama saja sedang berinvestasi, selain itu saat ini perbankan pun memberikan kemudahan untuk pembiayaan bagi milenial ini,” katanya. 

Menurut Alvin, properti residensial baik rumah tapak dan apartemen akan selalu dinilai berharga mahal pada zamannya. Pada 10 tahun lalu, rumah dengan harga Rp300 juta terbilang mahal, namun saat ini rumah dengan harga tersebut dinilai murah. Jaman sekarang ini, rumah dengan harga di atas Rp1 miliar dinilai mahal. 

“Harus ada niat milenial untuk membeli rumah karena harga rumah terus naik tiap tahunnya, ucapnya. 

Dia menilai untuk dapat memiliki hunian pertama ada banyak cara yang bisa ditempuh salah satunya menggunakan pembiayaan bank melalui KPR maupun Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Saat ini produk pembiayaan bank untuk hunian banyak disesuaikan untuk penghasilan kalangan milenial misalnya dengan uang muka (DP) ringan, suku bunga tetap (fixed), hingga tenor panjang puluhan tahun.

Berbagai kemudahan pembayaran yang diberikan perbankan ini semata-mata agar memudahkan milenial untuk memiliki hunian. Cara bayar yang memudahkan ini tentunya akan diminati oleh generasi milenial yang memiliki banyak kebutuhan yang bersifat lifestyle sehingga kebutuhan primer yang juga memiliki karakter investasi ini juga bisa terpenuhi.

“Namun, yang harus diperhatikan oleh generasi milenial dalam memilih produk properti adalah memilih produk yang tepat, agar nilainya terkerek naik. Idealnya dalam 5 tahun ke depan nilainya akan lebih bagus dan memberikan keuntungan. Ini penting, dan ini harus disadari oleh milenial, membeli properti sama saja berinvestasi,” tuturnya. 

Dalam membeli properti, milenial diharapkan dapat jeli dan cermat. Salah satunya dengan melihat pengembangan kawasan sekitar. Jika lokasi hunian yang dipilih bagus, maka diyakini dalam kurun waktu lima tahun akan memperoleh capital gain yang besar di mana setiap tahunnya bisa berkisar 5 persen hingga 10 persen. 

“Maka memiliki produk yang sedang sunrise adalah pilihannya, contohnya di dalam proyek tersebut sudah ada aktivitas kehidupan dan juga dilengkapi fasilitas penunjang. Jika ada faktor ini maka transaksi investasi nilainya akan terkerek naik. Seperti di Elevee Condominium ini, berada di kawasan skala kota yang aktivitasnya sudah tumbuh dan berkembang dengan segala fasilitas penunjangnya. Elevee 50 persen pembelinya ini kaum milenial,” terang Alvin. 

Baca Juga: Polemik Harga Rumah Semakin Mahal dan Kian Tak Terjangkau


Head Secured Lending Business Maybank Anastasia Retno Pratiwi berpendapat perbankan saat ini melihat generasi milenial adalah pasar potensial. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian kredit pembiayaan di segmen hunian sejak 3 tahun terakhir didominasi milenial. 

“Jumlah nasabah KPR/KPA dari generasi milenial mencapai 53 persen dengan rentang usia antara 27 tahun hingga 40 tahun. Pencapaian positif dari pembiayaan KPR dan KPA dengan nilai outstanding sebesar Rp15,9 triliun,” ujarnya. 

Maybank memiliki produk pembiayaan kredit dengan fokus pada karakteristik pendapatan pekerja milenial. Pembiayaan itu memberikan suku bunga fixed hingga 20 tahun dan tenor panjang mencapai 30 tahun.

“Kami memberikan suku bunga Fix&Fix 7 persen untuk 10 tahun pertama diikuti 9,55 persen 10 tahun berikutnya dan setelah itu bunga floating sehingga totalnya 30 tahun. Tenor panjang puluhan tahun juga membuat besaran cicilan menjadi lebih ringan makanya cocok untuk milenial yang baru bekerja,” ucapnya.

Untuk memudahkan milenial memiliki rumah, Maybank juga memiliki program DP 0 persen, namun program tersebut tidak ada yang dimanfaatkan oleh konsumen. Rerata konsumen memilih untuk membayar DP 5 persen hingga 10 persen agar cicilan per bulannya tak berat. 

Di sisi lain, Ananstasia tak menampik banyak juga calon nasabah MayBank yang gagal dalam pengajuan pembiayaan properti karena bermasalah dalam urusan BI checking, paling besar karena bermasalah dalam kartu kredit.

“Kebanyakan karena BI checking keterlambatan membayar angsuran dan juga kartu kredit,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.