Mencari Kandidat Komisioner BP Tapera Demi MBR Punya Rumah

Pembiayaan perumahan MBR tidak hanya berasal dari Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga bisa mencari dana-dana murah dari dalam negeri dan luar negeri.

Yanita Petriella

3 Des 2023 - 12.48
A-
A+
Mencari Kandidat Komisioner BP Tapera Demi MBR Punya Rumah

Pembangunan rumah subsidi dengan skema FLPP. dok Bisnis

Bisnis, JAKARTA – Pemerintah resmi membuka seleksi calon komisioner dan deputi komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Komisioner dan deputi yang terpilih nantinya akan menjabat untuk periode 2024 sampai dengan 2029. 

Seleksi terbuka ini merupakan amanat Undang-Undang No. 4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Jabatan yang dibuka dalam seleksi kali ini adalah komisioner, deputi komisioner bidang pengerahan dana tapera, deputi komisioner bidang pemupukan dana tapera, deputi komisioner bidang pemanfaatan dana tapera, dan deputi komisioner bidang hukum dan administrasi. Seleksi akan diselenggarakan dalam tiga tahap. 

Untuk diketahui, sejak awal tahun 2022, BP Tapera mendapatkan mandat sebagai penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan FLPP yang sebelumnya dilakukan oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP).

Pembentukan BP Tapera ini berdasarkan UU No. 4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Tabungan serupa sebelumnya sudah pernah dibuat sejak lama, tabungan itu diurus oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) dan menarik iuran Tabungan Perumahan PNS (Taperum).

Memang selain menyalurkan pembiayaan perumahan dengan skema FLPP, BP Tapera juga memiliki mandat untuk menyalurkan pembiayaan Tapera. Pembiayaan Tapera ini tak hanya dapat diikuti oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi diperluas dapat diikui pegawai BUMN, BUMD, TNI, Polri, pekerja swasta dan bahkan kalangan informal. Dengan kepesertaan Tapera ini, dapat mewujudkan masyarakat yang belum rumah bisa dapat memiliki rumah pertamanya. Bagi mereka yang telah memiliki rumah dapat menggunakan dana tersebut untuk merenovasi rumah mereka. 

BP Tapera optimistis bisa mencapai target penyaluran dana KPR FLPP tahun ini. Per September 2023, realisasi penyaluran dana FLPP mencapai 166.883 unit atau senilai Rp18,91 triliun. Sampai akhir tahun, jumlah penyaluran dana FLPP bakal mencapai 229.000 unit.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan Tapera adalah badan usaha di bidang keuangan dengan penugasan khusus. Adapun pembiayaan Tapera terhadap rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 

“BP Tapera itu merupakan mitra strategis yang menaungi para pengembang untuk rumah MBR sehingga dibutuhkan kedekatan dengan pengembang,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (3/12/2023). 

Dia berharap nantinya calon komisioner Tapera memiliki kompetensi dan pengalaman di jasa keuangan agar mempermudah tata kelola dan Good Corporate Governance ke depannya. 

Pasalnya, di masa mendatang diharapkan pembiayaan perumahan MBR tidak hanya berasal dari Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga bisa mencari dana-dana murah dari dalam negeri dan luar negeri.

Menurut Junaidi, kemajuan Tapera mendatang tergantung keahlian membangun kolaborasi dengan lembaga, mitra kerja developer, mitra bisnis investor, dan lain-lainnya. Tantangan BP Tapera mendatang sangat besar. Pasalnya, BP Tapera butuh kreativitas dalam mencari pendanaan pembiayaan perumahan mendatang. 

Terlebih, angka backlog hunian yang saat ini mencapai 12,7 juta unit rumah masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Diperkirakan angka backlog setiap tahunnya mengalami penambahan mencapai 700.000 hingga 800.000 keluarga baru.

“Kunci suksesnya Tapera adalah keberhasilan menggali dana lain misalnya dana murah dari luar negeri, dalam negeri dan pengembangan struktur produk di pasar modal. Jadi BP Tapera enggak hanya menyalurkan pembiayaan KPR subsidi dan Tapera saja,” katanya. 

Adapun 70% backlog adalah pekerja informal atau non fixed income sehingga membutuhkan skema dari pemerintah untuk mempermudah memiliki rumah. Pekerja informal diharapkan menjadi prioritas pemerintah dalam hal memberikan kemudahan kepemilikan rumah karena selama ini unbankable

Baca Juga: Merengkuh Asa Kemandirian Pembiayaan Perumahan dan Zero Backlog


Di sisi lain, dia berharap aturan untuk pengembang rumah MBR dan pembiayaannya tidak saling tumpang tindih. Selama ini, aturan pembangunan rumah MBR sangat menyulitkan pengembang. Hal ini berakibat berkurangnya kuota dan tidak terserapnya secara maksimal rumah MBR.

Oleh karena itu, komisioner Tapera mendatang harus mampu membuat kebijakan yang tepat, jelas dan tidak berubah-ubah sehingga diperlukan kemampuan leadership yang handal.

“Tidak membuat kebijakan yang tidak pasti alias coba-coba. Karena kalau coba-coba maka banyak ketidakpastian seperti terjadi kekurangan kuota subsidi KPR fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) seperti beberapa tahun lalu. Jangan terulang lagi, sebab akan berdampak signifikan terhadap konsumen dan juga pengembang. Juga perlu harus dekat dengan pengembang dan asosiasi untuk membangun komunikasi yang baik,” tutur Junaidi.

Baca Juga: Asa Tapera di Tengah Mimpi Masyarakat Punya Rumah Pertama


Sementara itu, Chief Economist di The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip memproyeksikan jika setiap tahunnya pemerintah hanyak membangun sejuta rumah, maka pengentasan permasalahan backlog baru selesai pada 2064 mendatang. Pemerintah diharapkan setiap tahunnya dapat membangun 1,5 juta hunian untuk menyelesaikan angka backlog sehingga pada 2040 mencapai zero backlog. Hal ini berdasarkan asumsi angka backlog saat ini yang mencapai 12,7 juta dan penambahan 700.000 hingga 800.000 keluarga baru setiap tahunnya.

Menurutnya, pemerintah perlu memperluas jangkauan kepesertaan Tapera dimana saat ini masih terbatas khususnya pada aparat sipil negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006, kepesertaan Tapera bersifat wajib bagi seluruh pekerja. Perluasan jangkauan kepesertaan ini penting untuk memperkuat kegiatan pemupukan dana dan pembiayaan.

Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pemberi kerja diberikan kesempatan mendaftarkan pekerjanya paling lambat pada 2027. Dalam rangka memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap keberlangsungan Tapera, upaya perluasan kepesertaan ini perlu dipercepat. BP Tapera memang telah melakukan berbagai upaya untuk memperluas kepesertaan.

“BP Tapera tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Dukungan dari stakeholders seperti pejabat negara/pemerintah, kepala daerah, pejabat BUMN/BUMD, dan para pelaku usaha swasta sangat diperlukan untuk perluasan jangkauan kepesertaan Tapera,” ujarnya. 

Kemudian diperlukan perluasan kriteria peserta yang memperoleh manfaat pembiayaan perumahan. Selama ini yang berhak atau layak (eligible) memperoleh pembiayaan perumahan dengan manfaat berupa suku bunga 5 persen per tahun (fixed) adalah kelompok MBR, belum memiliki rumah, dan menggunakannya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, atau perbaikan rumah pertama. Adapun kriteria MBR yang dikeluarkan pemerintah adalah pekerja yang memiliki penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan.

Sunarsip menilai batasan penghasilan bagi MBR ini kurang menarik untuk mendorong pekerja terutama yang memiliki penghasilan di atas Rp8 juta menjadi peserta Tapera. Manfaat dan insentifnya kurang.

“Meskipun Tapera bersifat wajib namun menciptakan rangsangan bagi peserta seperti yang berlaku pada sistem voluntary menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Peserta dengan penghasilan di atas Rp8 juta/bulan tidak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pembiayaan perumahan dari Tapera. Manfaat mereka hanya satu yaitu hasil investasi dari pemupukan dana Tapera. Itupun baru dapat dinikmati ketika selesai menjadi peserta,” terangnya. 

Terlebih, pekerja yang memiliki penghasilan lebih dari Rp8 juta per bulan ini jumlah yang relatif besar. Kelompok ini, di satu sisi, tidak tercover oleh manfaat pembiayaan perumahan Tapera, namun juga tidak seluruhnya tersentuh oleh perbankan sebagai sasaran penyaluran KPR komersial.

“Untuk kalangan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) ini tak mampu membeli hunian komersial, pertimbangan perbankan adalah keterbatasan kapasitas membayar dengan skim bunga komersial,” katanya. 

Oleh karena itu, Sunarsip mengusulkan konsep penerima manfaat pembiayaan perumahan tidak dibatasi pada kriteria penghasilan tetapi diperluas menjadi pekerja yang belum memiliki rumah pertama. Artinya, semua peserta Tapera memiliki kesempatan memperoleh manfaat fasilitas pembiayaan perumahan dari Tapera untuk rumah pertamanya.

Konsep peserta yang menerima manfaat pembiayaan dibuat secara berjenjang dimana peserta yang memiliki kemampuan atau penghasilan lebih tinggi diberlakukan tarif atau suku bunga yang lebih tinggi dibanding peserta dengan penghasilan lebih rendah.

“Bila peserta dengan penghasilan maksimal Rp8 juta memperoleh fasilitas pembiayaan dengan suku bunga 5 persen (fixed) maka peserta dengan penghasilan di atasnya, katakanlah Rp8 juta hingga Rp12 juta dikenakan suku bunga 6 persen (fixed). Dan seterusnya hingga maksimal bunga KPR yang berlaku di pasar,” ucapnya.

Dengan pola tersebut, Sunarsip meyakini Tapera menjadi semakin menarik pekerja sebagai peserta. Pasalnya, peserta non MBR ini menjadi memiliki peluang untuk memperoleh manfaat pembiayaan perumahan dengan biaya yang lebih terjangkau

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Nindya Aldila
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.