Mencari Keseimbangan Baru di Tengah Meroketnya Harga Batu Bara

Perlu adanya keseimbangan antarsektor, agar lonjakan harga batu bara tidak berbalik menekan kegiatan industri dalam negeri.

Rayful Mudassir & Ibeth Nurbaiti

8 Okt 2021 - 00.44
A-
A+
Mencari Keseimbangan Baru di Tengah Meroketnya Harga Batu Bara

Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di perairan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018)./ANTARA-Aji Styawan

Bisnis, JAKARTA — Terus melambungnya harga batu bara acuan yang mencapai US$161,63 per ton membuat disparitas dengan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang dipatok US$70 per ton makin lebar.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan kenaikan harga batu bara saat ini juga menjadi tantangan karena dapat meningkatkan pengeluaran industri domestik untuk memperoleh sumber energi.

Menurut dia, perlu adanya keseimbangan antarsektor, agar lonjakan harga batu bara tidak berbalik menekan kegiatan industri dalam negeri.

“Sekarang justru yang menjadi tantangan bagaimana batu bara di dalam negeri agar industri tetap kompetitif. Karena kalau terlalu tinggi juga [harga batu bara], industri dalam negeri kesulitan untuk memperoleh energi karena terlalu mahal,” ujarnya seperti dikutip Antara, Kamis (7/10/2021).

Lonjakan harga emas hitam itu dikhawatirkan akan mengganggu pasokan untuk pembangkit listrik di dalam negeri. Perusahaan tambang pun diminta tetap menjadikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai prioritas.

Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tumiran menuturkan bahwa lonjakan harga batu bara terjadi akibat adanya peningkatan pasokan komoditas. Beberapa negara seperti China, bahkan sempat susah payah menyeimbangkan pasokan listrik dengan permintaan, seiring dengan pulihnya perekonomian pascapandemi. 

Bukan tidak mungkin, imbuhnya, krisis energi juga dapat terjadi di Tanah Air, apabila pasokan batu bara untuk kebutuhan pembangkit dalam negeri terpangkas.

Oleh karena itu, Tumiran mengingatkan agar para pengusaha batu bara di Tanah Air tetap menaati aturan kebijakan harga DMO kepada PLN.

"Pengusaha jangan hanya bicara untung, tetapi juga memastikan ketahanan pasokan batu bara Tanah Air. Harusnya ada pemahaman bersama untuk kepentingan dalam negeri," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (7/10/2021). 

Menurut dia, di tengah harga batu bara dunia meroket, pengusaha sudah mendapat banyak keuntungan dari ekspor. Untuk itu, imbuhnya, ketahanan pasokan batu bara di dalam negeri jangan sampai terganggu.

Tidak hanya PLN, defisit batu bara untuk PLTU juga akan berdampak pada pelaku bisnis, industri hingga masyarakat. 

Selain itu, dia menjelaskan bahwa disparitas harga batu bara tidak selalu menguntungkan PLN, tetapi juga pengusaha. Menurut Tumiran, saat harga batu bara di bawah US$70 per ton, BUMN tersebut tetap membelinya sesuai kebijakan DMO. 

"Pas lagi untung bisa jual, bersyukur lah mereka.  Tapi jangan lupa untuk tetap memasok ke dalam negeri," ujarnya. 

Tahun ini, target DMO ditetapkan sebesar 137,5 juta ton. Adapun, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri tercatat mencapai 63,47 juta ton per 7 Oktober 2021.

Dikutip dari Antara, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perusahaan listrik pelat merah itu sempat masuk kondisi kritis akibat ketidakpastian pasokan batu bara pembangkit.

"Ketika harga batu bara naik jadi US$80, pasokan ke PLN menurun drastis, bahkan carry over sampai sekarang. Itulah mengapa kami membenahi pengelolaan batu bara dengan membangun digitalisasi atas bimbingan Kementerian ESDM,” katanya.

Belajar dari kondisi tersebut, imbuhnya, PLN melakukan sejumlah langkah untuk memastikan ketersediaan pasokan batu bara untuk kebutuhan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), salah satunya dengan mendorong skema kontrak jangka panjang dengan penambang.

Sejumlah kapal tongkang pengangkut batubara melakukan bongkar muatan di perairan Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (19/7/2021)./ANTARA FOTO-Nova Wahyudi

PLN juga mengusulkan skema kerja sama yang menekankan perlunya pemenuhan kebutuhan domestik selain mendukung ekspor.

PLN juga melakukan digitalisasi pengelolaan batu bara dengan membangun sistem manajemen terpusat dan berbasis digital mulai dari perencanaan, transportasi, operasi, hingga evaluasi penggunaan batu bara.

Sementara itu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali harga batu bara untuk DMO.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menyatakan bahwa komitmen para pengusaha untuk mengikuti ketentuan DMO batu bara yang telah disepakati sejak 2018, yakni sebesar US$70 per ton. Harga domestik itu ditetapkan untuk memberi kepastian harga emas hitam kepada PLN.

“Idealnya [DMO] menggunakan harga pasar. Namun, kami memahami kendala yang dihadapi pemerintah meregulasi harga ini, mengingat beban yang akan dihadapi oleh PLN jika pada saat harga pasar diterapkan. Apalagi di saat harga komoditas sedang tinggi,” katanya kepada Bisnis, Rabu (6/10/2021).

Pun demikian, APBI menginginkan agar pemerintah meninjau kembali harga batu bara untuk pasar domestik tersebut. Pasalnya, kondisi permintaan batu bara di pasar global sekarang sangat berbeda dengan saat penetapan 2018 lalu.

Harga komoditas tersebut terus merangkak sejak semester II/2021 seiring dengan tingginya permintaan batu bara dari pasar global, tetapi tidak didukung oleh pasokan yang memadai. Harga batu bara di bursa ICE Newcastle untuk kontak Desember 2021 mencapai US$267 per metrik ton.

Dari kenaikan tersebut, pemerintah juga menetapkan kenaikan harga batu bara acuan menjadi US$161,63 per metrik ton. Penetapan pada Oktober 2021 naik US$11,60 per metrik ton dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Di sisi lain, harga DMO masih tetap terpaku pada kesepakatan awal, yakni US$70 per metrik ton. Dari ketentuan harga domestik dan ekspor, diketahui disparitas harga tersebut mencapai US$91,63 per metrik ton.

“Kalau pemerintah bilang tetap US$70 per metrik ton, ya mau bilang apa. Akan tetapi, kalau ditanya ke kami, kami tidak pernah usulkan atau menuntut pemerintah. [Kami inginkan] Ikuti harga pasar. Ini idealnya. Kalau pengusaha sih maunya harga pasar,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.