Mencerna Asa Kebangkitan Kinerja Emiten Unggas

Salah satu sentimen yang mempengaruhi perlambatan kinerja emiten-emiten di sektor unggas adalah penurunan harga broiler pada Juli 2021 lalu seiring dengan pemberlakuan PPKM darurat dan penyesuaian pasokan yang sempat absen pada bulan Mei.

Lorenzo Anugrah Mahardhika

15 Nov 2021 - 17.43
A-
A+
Mencerna Asa Kebangkitan Kinerja Emiten Unggas

Peternakan unggas/disnak.jabarprov.go.id

Bisnis, JAKARTA — Penurunan harga ayam pedaging dan kenaikan harga jagung membatasi penguatan kinerja emiten-emiten di sektor unggas pada kuartal III/2021. Kendati demikian, potensi bagi berlanjutnya penguatan bisnis sektor ini masih tinggi seiring dengan pemulihan tingkat konsumsi masyarakat.

Analis Aldiracita Sekuritas Indonesia Timothy Gracianov memaparkan, kinerja sejumlah emiten unggas seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) pada kuartal III/2021 berada di bawah ekspektasinya.

Menurut Timothy, salah satu sentimen yang mempengaruhi perlambatan kinerja emiten-emiten di sektor unggas adalah penurunan harga ayam pedaging (broiler) pada Juli 2021 lalu. Hal ini terjadi seiring dengan pemberlakuan PPKM darurat dan penyesuaian pasokan yang sempat absen pada bulan Mei.

“Selain itu, tren kenaikan harga jagung juga masih berlanjut beberapa waktu lalu. Hal ini turut berimbas pada naiknya harga bahan baku,” jelasnya saat dihubungi, Senin (15/11).

Sementara itu, Timothy menilai salah satu sentimen yang akan mempengaruhi prospek kinerja sektor unggas pada kuartal IV/2021 adalah pergerakan harga ayam broiler.

Ia mengatakan, kebijakan pemerintah untuk memangkas produksi day old chicken final stock (DOC FS) hingga pekan pertama Oktober 2021 akan menstabilkan harga pada kisaran Rp18 ribu – Rp20 ribu per kilogram hingga akhir November mendatang.

Selain itu, prospek panen raya jagung yang optimal di awal tahun depan akan membatasi pemulihan kinerja sektor unggas.

Ia memprediksi jumlah panen jagung pada bulan Oktober sebesar 2 juta ton yang membuat harga jagung turun pada kisaran Rp5.300 – Rp5.500 per kilogram dari sebelumnya Rp6.000 per kilogram pada bulan September.

Seiring dengan sentimen tersebut, Timothy menyematkan rating overweight untuk sektor unggas. Ia merekomendasikan saham JPFA dengan target harga Rp2.600 hingga akhir tahun 2021.

“Valuasi JPFA masih sangat menarik dengan proyeksi rasio price to equity (P/E) tahun 2021 - 2022 masing-masing sebesar 15,2 kali dan 13,2 kali,” pungkasnya.

Laporan dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia menjelaskan, salah satu katalis positif untuk emiten di sektor unggas adalah harga broiler yang membaik. Hingga awal Oktober lalu, harga broiler bergerak di kisaran Rp19.500 per kilogram setelah anjlok ke level Rp14.455 per kilogram pada Juli lalu.

Sementara itu, harga anak ayam umur sehari atau day old chicken (DOC) juga terpantau naik pada akhir September lalu ke Rp6.888 per unit. Level ini naik 14 persen dibandingkan dengan harga DOC pada Agustus 2021 pada Rp5.975 per unit.

“Kami memprediksi harga ayam broiler dan DOC menguat ke posisi Rp20.000 per kilogram dan Rp7.000 per unit dalam bulan mendatang,” demikian kutipan laporan tersebut, Senin (15/11).

Prospek kinerja emiten di sektor unggas turut ditopang oleh prospek pemulihan permintaan terhadap daging ayam. Pemerintah memproyeksikan permintaan daging ayam akan naik 4 persen pada November 2021 menjadi 234,5 juta kilogram.

Pemulihan tersebut terjadi seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat yang terjadi setelah pelonggaran PPKM. Tren ini diyakini terus berlanjut pada kuartal IV/2021 seiring dengan pemulihan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

Sentimen lain yang menopang sektor unggas adalah kebijakan pemangkasan penetasan telur berumur 19 hari sebanyak 94 juta telur yang telah dilakukan pada 9 Oktober – 13 November. Kebijakan ini dinilai akan menjaga harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) tetap tinggi.

Korea Investment & Sekuritas Indonesia menyematkan rating overweight untuk emiten unggas yang bersifat sebagai agregator. Hal ini seiring dengan kemampuan emiten seperti CPIN dan JPFA menjaga profitabilitas di tengah kenaikan harga bahan baku pakan ternak.

“Kami merekomendasikan beli untuk saham CPIN dengan target harga Rp7.600 dan JPFA pada level harga Rp2.400,” demikian kutipan laporan tersebut.

KINERJA BAIK

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menjelaskan bahwa jika berkaca dari laporan keuangan di kuartal III/2021, rata-rata emiten sektor unggas menorehkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang cukup baik.

Ia mengatakan, JPFA mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar Rp32,8 triliun atau naik sekitar 31% dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, torehan laba bersihnya meroket ke angka Rp1,5 triliun berbanding dengan laba kuartal III/2020 sebesar Rp257 miliar.

MAIN juga mencatat pertumbuhan kinerja pada kuartal III. MAIN bahkan mampu membalikkan keadaan dengan positif laba bersih sebesar Rp18,6 miliar di mana pada periode yang sama tahun lalu mencatat kerugian.

Sementara itu, CPIN mencetak pertumbuhan laba bersih sebesar Rp2,67 triliun atau naik sekitar 17%. Kenaikan ini terjadi ditengah penurunan pendapatan perusahaan.

Di luar ketiganya, PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU) tergolong memiliki pertumbuhan kinerja yang sangat baik meski belum memiliki data komparasi kinerja tahunan. Hingga kuartal III/2021, WMUU telah mencetak omset sebesar Rp2,1 triliun dengan laba bersih Rp144 miliar.

Widodo Makmur Unggas punya visi menjadi perseroan terbesar di asia tenggara dalam penyediaan produk pangan berbasis protein hewani dengan prinsip, tumbuh dan sukses bersama. /Widodo Makmur Unggas

Meski demikian, Frankie menyebutkan, rata-rata saham sektor unggas cenderung lesu menjelang akhir tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sentimen kenaikan harga jagung dunia dan turunnya harga hasil peternakan seperti telur dan ayam pedaging.

Selain itu, Frankie menilai kinerja emiten sektor unggas ini tidak terlalu optimal di kuartal III ini. Ia mencontohkan, laba bersih MAIN tergerus pada kuartal III walau pendapatannya bertumbuh, jika dibandingkan dari kuartal I dan II tahun ini.

“Demikian halnya yang terjadi pada kinerja JPFA dan CPIN. Jadi, terjadi kenaikan biaya pokok produksi pada kinerja sektor unggas ini pada kuartal III, hal inilah yang dirasa kuat membuat saham-saham sektor ini malah lesu,” katanya.

Di sisi lain, penurunan harga saham-saham ini juga membuat sektor unggas menjadi cukup menarik. Hal ini juga ditopang oleh prospek kinerja emiten pada sektor ini yang cukup positif di sisa tahun 2021.

Salah satu sentimen positif yang mendukung kinerja emiten unggas adalah posisi ayam sebagai sumber protein utama bagi masyarakat Indonesia. Hal ini berpeluang mengangkat pendapatan perusahaan-perusahaan.

Lebih lanjut, pelonggaran PPKM dan membaiknya mobilitas masyarakat juga akan semakin meningkatkan permintaan terhadap hasil-hasil peternakan. Hal ini seiring dengan kembali dibukanya pusat-pusat perbelanjaan, rumah makan, dan kafe yang membutuhkan produk-produk seperti telur, daging ayam, dan lainnya.

“Pelonggaran tersebut juga akan memulihkan daya beli masyarakat sehingga berimbas pada outlook positif emiten unggas,” lanjutnya.

Frankie merekomendasikan investor untuk mencermati saham JPFA karena potensi upside nya yang masih cukup besar. Ia mengatakan, investor dapat melakukan buy on weakness saham JPFA pada level support Rp1.600 dengan target harga Rp1.900 – Rp2.000.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.