Mencuatnya Kembali Isu Redenominasi Rupiah

Bank Indonesia (BI) masih menyiapkan rencana redenominasi rupiah. Sejak isu mencuat pada 2009, rencana ini masih hanya sekadar rencana.

Rinaldi Azka

23 Jun 2023 - 19.40
A-
A+
Mencuatnya Kembali Isu Redenominasi Rupiah

Isu redenominasi rupiah kembali mencuat./BISNIS

Bisnis, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) kembali mengungkapkan rencana redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah dengan menghilangkan 3 nol dalam nominal rupiah saat ini, semisal uang Rp1.000 menjadi Rp1.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa persiapan redenominasi rupiah telah dilakukan bank sentral sejak jauh-jauh hari. Namun, dia menyatakan implementasi tersebut perlu mempertimbangkan sejumlah aspek.

“Jadi, redenominasi sudah kami siapkan dari dahulu, mulai dari masalah desain dan tahapan-tahapannya. Itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (22/6/2023).

Kendati demikian, dia menyatakan ada tiga faktor yang menentukan implementasi dari rencana tersebut. Pertama, kondisi makro dalam situasi baik. Kedua, stabilitas moneter dan sistem keuangan terjaga, dan ketiga adalah situasi sosial-politik yang kondusif.


Menurutnya, ekonomi Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang bagus. Namun, BI menilai penerapan redenominasi membutuhkan ketepatan momentum sambil tetap memerhatikan kondisi perekonomian global yang kini sedang melambat.

“Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita bagus stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar, dan kalau kondisi sosial politiknya tentu pemerintah lebih tahu,” tutur Perry.

Rencana redenominasi rupiah memang bukan hal baru. Pada 2020, wacana ini sempat mencuat setelah Kementerian Keuangan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah sebagai salah satu fokus perhatian pada periode 2020-2024.

Hal tersebut tertuang dalam PMK No.77/PMK.01/2020 terkait rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Setidaknya, rencana ini sudah dibahas sejak Darmin Nasution menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2009 hingga 2013.

Baca Juga : Prospek GOTO dan TOBA Usai Bangun Pabrik Motor Listrik Electrum

Redenominasi merupakan proses penyederhanaan penyebutan mata uang rupiah. Dalam kajian sebelumnya, redenominasi akan menghilangkan 3 nol dalam nominal mata uang saat ini, tetapi tidak akan mengurangi nilainya.

Melansir laman resmi BI, redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah lebih sehat. Adapun, sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, sehingga dilakukan pemotongan nilai uang. 

Perbedaan dengan Sanering

BI buka suara soal implementasi redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah. Lantas, apa bedanya redenominasi dan sanering? Simak penjelasannya!. 

Isu terkait redenominasi rupiah telah terjadi sejak sejak 13 tahun lalu. Wacana redenominasi rupiah kembali mencuat saat konferensi pers Rapat Dewan Gubernur atau RDG Bank Indonesia pada Kamis (22/6/2023). 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan persiapan redenominasi rupiah telah dilakukan bank sentral sejak jauh-jauh hari. Namun, dia menyatakan implementasi tersebut perlu mempertimbangkan sejumlah aspek.

Baca Juga : Penghentian Bebas Visa 159 Negara Tak Surutkan Kunjungan Wisman

Definisi Redenominasi 

Dikutip dari situs ui.ac.id, redenominasi adalah proses menggelindingkan nol (0) dari nominal rupiah yang ada, dengan kata lain penyederhanaan nominal mata uang rupiah.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). 

Sebagaimana rencana Kementerian Keuangan maupun BI, untuk menyederhanakan nilai rupiah dengan menghilangkan tiga nol, misal Rp1.000 menjadi Rp1. 

Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Baca Juga : Menerawang Masa Depan Kripto di Indonesia 

Redenominasi vs Sanering 

Perlu diperhatikan, redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. 

Melansir dari laman resmi Kemenkeu, sebagai contoh sanering, semisal uang Rp10.000 kemudian diturunkan nilainya menjadi Rp10. 

Jika sebelumnya harga semangkuk bakso itu Rp10.000, setelah dilakukan sanering maka harga bakso tersebut tetap sama. Masyarakat perlu menyiapkan uang lebih tebal untuk dapat membeli semangkuk bakso.

Sejarah sanering atau pemotongan (nilai) uang di Indonesia, pernah terjadi pada Agustus 1959. Saat itu, uang pecahan Rp500 dan Rp1.000 rupiah diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Dengan kata lain, nilai uang dipangkas hingga 90 persen.(Annasa Rizki Kamalina, Dionisio Damara)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.