Bisnis, JAKARTA – Undang-Undang Nomor 3/2022 tentang Ibu Kota Negara mengatur bahwa Otorita IKN dapat memungut pajak dan/atau pungutan khusus sebagai sumber pendanaan IKN. Dengan demikian, Otorita IKN dapat merencanakan pungutan pajak dan atau pungutan khusus di atas wilayah seluas lebih dari 250.000 hektare. Namun, sejauh ini belum diketahui basis pamajakan apa saja yang akan diterapkan di wilayah IKN.
Sebagian besar lahan IKN saat ini masih berupa hutan tersebut. Dalam perencanaannya, hanya 20 persen dari wilayah IKN yang akan dibangun untuk Ibu Kota.
Persoalan basis pajak ini menjadi pertanyaan mendasar terkait rencana pemerintah membiayai IKN. Itu sebabnya, Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA menilai kewenangan Badan Otorita Ibu Kota Negara untuk menarik pajak dan/atau retribusi khusus tidak akan berdampak signifikan terhadap penerimaan jika basis pajaknya belum mencukupi.
Manajer Riset CITA Fajry Akbar menilai bahwa UU tersebut memang memberikan kewenangan tambahan bagi Badan Otorita IKN untuk memobilisasi penerimaan di wilayah baru ibu kota. Sumber penerimaan yang ada di dalam teritori ibu kota baru sesuai UU 3/2022 akan menjadi hak Badan Otorita IKN. Meskipun begitu, dia menilai bahwa Badan Otorita IKN belum tentu akan memperoleh penerimaan yang ideal dari kewenangan penarikan pajak dan/atau retribusi khusus itu.