Bisnis, JAKARTA – Pajak penghasilan atas pemberian imbalan berupa natura dan kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan sejatinya bukan rencana yang benar-benar baru.
Sebelum 1984, ketika UU Pajak Pendapatan dan UU Pajak Perseroan masih berlaku, imbalan berbentuk natura ditetapkan sebagai objek pajak. Dari sisi perusahaan atau pemberi, imbalan itu merupakan biaya yang dapat menjadi pengurang dalam perhitungan pajak badan.
Sayangnya, saat itu pemerintah kesulitan menilai natura yang tepat. Dalam hal pemberian fasilitas kendaraan atau apartemen, apakah nilai yang yang menjadi dasar penghitungan pajak menggunakan biaya pembelian atau sewa. Bila membeli, penghitungan akan lebih kompleks karena harus memasukkan unsur penyusutan, pemeliharaan, asuransi, dan pajak kepemilikan sebagai pertimbangan penentuan nilai.
Kesulitan ini membuat pemajakan atas penghasilan itu menjadi sukar. Alhasil, ketika UU Pajak Penghasilan pertama kali diterbitkan, pemerintah mengubah perlakuan pajak atas imbalan berbentuk natura dengan mengecualikannya dari objek pajak. Sejalan dengan itu, natura dan kenikmatan ditetapkan sebagai biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam penghitungan PPh pemberi kerja.