Bisnis, JAKARTA – Hingga kuartal III tahun 2023, penjualan pasar properti residensial di pasar primer belum begitu pulih. Selepas badai pandemi Covid-19, rupanya industri properti tengah cemas terhadap sejumlah sentimen negatif mulai dari perang Rusia dengan Ukraina yang belum usai sejak awal tahun lalu.
Kemudian ditambah lagi konflik Israel – Palestina pada akhir September menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kondisi ekonomi global. Eskalasi geopolitik di Timur Tengah akan berdampak pada peningkatan harga energi dan kenaikan pangan yang tentu juga berimbas pada perekonomian domestik. Kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat juga ikut mengancam stabilitas ekonomi Indonesia.
Indonesia juga mulai memasuki hajatan Pemilu RI pada 2024. Selain itu, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik 25 basis poin (bps) menjadi 6%. Kenaikan suku bunga acuan ini untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global dan sebagai langkah preventif dan forward looking memitigasi dampaknya kepada imported inflation.
Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia pada kuartal III tahun 2023, penjualan properti residensial masih terkontraksi sebesar 6,59% (Year-on-Year/YoY) meski membaik dari kontraksi pada kuartal sebelumnya yang sebesar 12,30% (YoY).