Bisnis, JAKARTA – Sektor properti residensial kembali dihadapkan tekanan yang besar. Meski pandemi telah berhasil terkendali dan properti residensial bertahan survive dalam 2 tahun terakhir, namun kali ini kembali dihadapkan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen, dengan suku bunga deposit facility naik menjadi 3,5 persen dan suku bunga lending facility menjadi 5 persen.
Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen pada Agustus 2022 lalu. Kenaikan tersebut adalah yang pertama sejak November 2018 atau dalam 44 bulan.
Naiknya suku bunga Bank Indonesia ini diproyeksikan berdampak pada kenaikan bunga kredit perbankan terutama Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) yang tentu akan membuat milenial makin sulit memiliki rumah. Selain itu, hal ini juga akan berdampak pada naiknya besaran cicilan hunian setiap bulannya yang harus dibayarkan oleh konsumen.
Pasalnya, dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia, pembelian properti residensial mayoritas dilakukan melalui skema pembiayaan KPR dengan pangsa sebesar 74,97 persen dari total pembiayaan, diikuti oleh tunai bertahap 16,61 persen dan secara tunai 8,42 persen. Pada kuartal II tahun 2022, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara tahunan tercatat melambat sebesar 7,07 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan 10,61 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya. Sementara itu, penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan terpantau tumbuh negatif sebesar -0,62 persen (qtq), terkontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,20 persen (qtq).