Meneropong Tren Dunia Kerja Pascapandemi Covid-19

Perusahaan-perusahaan di Indonesia tengah mempelajari kultur hibrida seiring dengan pelandaian kurva pandemi Covid-19 pada paruh kedua tahun ini.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

8 Nov 2021 - 19.16
A-
A+
Meneropong Tren Dunia Kerja Pascapandemi Covid-19

Ilustrasi burnout akibat work from home (WFH)/Freepik

Bisnis, JAKARTA — Pasar kerja di Indonesia diproyeksi mengalami pergeseran ke model kerja hibrida pascapandemi Covid-19. Sejalan dengan hal itu, angkatan kerja pun dinilai menggeser preferensi mereka pada perusahaan yang menawarkan kultur tersebut.

Country Manager Indonesia Robert Walters Eric Mary mengatakan perusahaan tengah mempelajari kultur hibrida seiring dengan pelandaian kurva pandemi Covid-19 pada paruh kedua tahun ini.

Hanya saja, Eric memastikan, karyawan tidak lantas ingin beralih untuk bekerja sepenuhnya dari rumah selepas pandemi. 

Berdasarkan survei yang dilakukan Robert Walters pada akhir Juli 2021, sebanyak 60 persen responden Indonesia menyebutkan mereka tetap ingin bekerja di kantor untuk dapat menjalin komunikasi dengan rekan kerja.

Angka itu, kata Eric, lebih tinggi dari hasil survei yang dihimpun di kawasan Asia Tenggara yang mencapai 51 persen.

Di sisi lain, 48 persen responden Indonesia yang menempati posisi manajerial memilih untuk dapat bekerja di kantor.

Alasannya, kegiatan manajerial dapat berjalan lebih efektif ketimbang jika model kerja sepenuhnya dilakukan secara jarak jauh atau remote

“Sementara untuk kawasan Asia Tenggara hanya mencatat 37 persen yang ingin kembali ke kantor. Relasi antar rekan kerja di Indonesia sangat penting,” kata Eric saat wawancara khusus dengan Bisnis, belum lama ini.

Di sisi lain, Eric menambahkan, 50 persen responden profesional mengatakan peralihan model kerja pada sistem hybrid itu tidak berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Artinya, model kerja hibrida tidak menurunkan torehan dari kerja dari kantor. 

“Bagi mereka, kedua model kerja itu menghasilkan capaian yang sama, yang merupakan data yang menarik. Kemudian, kami sadar ketika mereka diberikan pilihan, para karyawan itu saat ini lebih memilih waktu kerja yang lebih fleksibel di kantor,” tuturnya. 

Ihwal tren perekrutan tahun depan, dia mengatakan, perusahaan akan meningkatkan transformasi digital mereka dengan mencari lebih banyak lagi profesional di bidang teknologi informasi.

Adapun, gaji yang dibayarkan untuk sektor itu diperkirakan bakal meningkat sekitar 22—40 persen. 

“Kami melihat perusahaan akan menghadapi risiko yang besar karena setelah beberapa bulan menghabiskan waktu untuk kerja dari rumah, banyak orang ingin untuk memulai pekerjaan yang baru bahkan untuk karir mereka,” tuturnya. 

Sebelumnya, pasar kerja Indonesia dilaporkan kembali mengalami pemburukan, tecermin dari anjloknya serapan tenaga kerja serta naiknya angka pengangguran dan tingkat pengangguran terbuka yang justru terjadi di tengah tren ekspansi industri pengolahan nonmigas.  

Menyitir pendataan ketenagakerjaan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk bekerja per sensus Agustus 2021 hanya mencapai 131,05 juta jiwa, turun tipis dibandingkan dengan sensus Februari 2021 sebanyak 131,06 juta jiwa.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja yang menembus 140,15 juta jiwa per sensus Agustus 2021, alias naik dari capaian periode sensus sebelumnya yaitu 139,81 juta jiwa per Februari 2021.

Artinya, jumlah tenaga kerja yang terserap pada tahun ini justru lebih sedikit dibandingkan dengan ketersediaan penduduk usia kerja yang ada di Indonesia.

Dalam hal pengangguran, sensus per Agustus 2021 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menembus 6,49% naik dari Februari sebesar 6,26%, kendati turun dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar 7,07%.

Penduduk menganggur, berdasarkan sensus Agustus 2021, mencapai 9,10 juta jiwa alias melonjak dari periode sensus Februari sebanyak 8,75 juta jiwa. Dibandingkan dengan Agustus 2020, jumlah penganggurn hanya turun tipis dari level 9,77 juta jiwa.

Situasi pasar kerja tersebut berbanding terbalik dengan performa industri manufaktur yang relatif mengalami penguatan dan tren ekspansi hampir sepanjang tahun ini.

Data BPS menunjukkan industri pengolahan nonmigas pada kuartal III/2021 tumbuh 3,68 persen secara year on year (YoY) dan tumbuh 2,35 persen secara quarter to quarter (QtQ).

Tak heran, pelaku usaha pun menilai penyerapan tenaga kerja pada tahun ini belum berjalan sesuai harapan.

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz penyerapan tenaga kerja masih terbatas pada sektor-sektor industri yang memperlihatkan perbaikan kinerja.

“Penyerapan tenaga kerja sampai dengan saat ini masih belum signifikan karena masih ada proses pemulihan di masing-masing sektor usaha,” kata Adi, akhir pekan lalu.

Meski demikian, Adi meyakini penyerapan tenaga kerja akan membaik seiring dengan penanganan Covid-19.

“Penyerapan tenaga kerja masih belum sesuai harapan. Namun, kami yakin penyerapan akan terus tumbuh seiring dengan pemulihan usaha pascapandemi Covid-19,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.