Mengenal Gempa Swarm yang Mengguncang Salatiga

Gempa swarm terjadi tanpa ada gempa utama (mainshock). Pada kejadian gempa yang biasa dipahami masyarakat awam, umumnya gempa utama lebih besar kekuatannya dibandingkan gempa susulan. Karena aktivitasnya yang terus menerus, gempa swarm jarang menimbulkan kerusakan.

Redaksi

24 Okt 2021 - 16.28
A-
A+
Mengenal Gempa Swarm yang Mengguncang Salatiga

Peta gempa Salatiga, Jateng/twitter.com-infobmkg

Bisnis, JAKARTA - Guncangan gempa yang terjadi di Salatiga pada Sabtu (23/10/2021) hingga sebanyak 24 kali membuat masyarakat awam bertanya-tanya mengapa hal itu terjadi. 

Selama ini, awam mengenal adanya gempa dan gempa susulan. Namun, gempa yang terjadi di Salatiga, Jawa Tengah, tersebut tidak termasuk kategori gempa susulan atau aftershocks.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya Gempa swarm yang terjadi di wilayah Salatiga.

Pada Sabtu (23/10/2021), setidaknya wilayah Banyubiru, Ambarawa dan Bawen mengalami gempa swarm.

Mengutip informasi di akun Twitter BMKG, gempa swarm adalah serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadiansangat sering dan relatif lama di suatu kawasan.

Gempa swarm terjadi tanpa ada gempa utama (mainshock). Pada kejadian gempa yang biasa dipahami masyarakat awam, umumnya gempa utama lebih besar kekuatannya dibandingkan gempa susulan. Karena aktivitasnya yang terus menerus, gempa swarm jarang menimbulkan kerusakan.

Jika gempa swarm ditemukan di wilayah pesisir pantai, efek guncangannya tak akan menimbulkan tsunami.

Menurut laporan BMKG, gempa swarm tidak hanya berkaitan dengan kawasan gunung api. Beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik.

Gempa swarm juga dapat terjadi di kawasan dengan karakteristik batuan rapuh yang terbangun medan tegangan, sehingga mudah terjadi retakan (fractures).

Perbedaan Gempa Susulan dan Swarm

Menurut situs badan Survei Geologi Amerika Serikat, USGS, Gempa susulan adalah rangkaian gempa yang terjadi setelah gempa utama yang lebih besar pada sebuah patahan. Gempa susulan terjadi di dekat zona patahan di lokasi gempa utama terjadi. Gempa susulan merupakan bagian dari "proses penyesuaian" setelah slip utama pada patahan.

Gempa susulan menjadi lebih jarang seiring waktu, meskipun mereka dapat berlanjut selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk mainshock yang sangat besar.

Di sisi lain, adalah urutan sebagian besar gempa bumi kecil tanpa mainshock yang dapat diidentifikasi. Rangkaian gempa ini biasanya berumur pendek, tetapi mereka dapat berlanjut selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau kadang-kadang bahkan berbulan-bulan.

Gempa ini sering berulang di lokasi yang sama. Sebagian besar gempa yang dikenal sebagai gempa swarm atau gempa kawanan ini terkait dengan aktivitas panas bumi. 

Kasus Gempa Kelompok

Gempa kawanan atau gempa kelompok tak hanya terjadi di Indonesia. Vyacheslav M. Zobin, dalam Pengantar Seismologi Vulkanik (Edisi Ketiga), 2017 menyebutkan ihwal terjadinya gempa kawanan Matsushiro (Honshu Tengah, Jepang) yang mulai terjadi 3 Agustus 1965 dengan gempa bumi mengelompok dalam zona radius 5 km di sekitar Gunung Minakami yang tidak termasuk gunung berapi aktif di Jepang.

Aktivitas gempa kawanan tersebut sangat meningkat pada tahun 1966, mencapai sekitar 7000 gempa bumi kecil per hari. Selama Februari 1966 hingga Juni 1966, deformasi kuat disertai retakan tanah dan mata air diamati.

Selama Juli 1966 hingga Desember 1966, mata air dan perluasan retakan tanah menyebabkan banyak tanah longsor. Setelah Juni 1967, aktivitas dengan cepat menghilang dan benar-benar berhenti pada akhir tahun 1970.

Lebih dari 700.000 peristiwa dicatat selama gempa kawanan ini berlangsung dan lebih dari 60.000 di antaranya dirasakan. Getaran terbesar dari gempa kawanan ini mencapai magnitudo M 5,4. Adapun, energi total dari peristiwa swarm itu setara dengan gempa berkekuatan M 6,4.

Gempa Kawanan di Perbatasan Jerman

Vogtland/NW-Bohemia, sebuah wilayah yang terletak di perbatasan antara Jerman dan Republik Ceko dikenal sebagai salah satu daerah gempa kawanan atau gempa swarm paling menarik di Eropa.

Rangkaian ribuan gempa skala kecil dan menengah terjadi dalam beberapa bulan. Menariknya, gempa bumi dua dekade terakhir di daerah ini terjadi di lokasi yang kurang lebih sama di Republik Ceko, dekat desa kecil Nový Kostel.

Ribuan hiposenter dari setiap kawanan tidak membangun awan yang menyebar, melainkan membentuk struktur seperti sesar planar. Bahkan jika sumber gempa kawanan kemungkinan besar terhubung dengan cairan naik, distribusi hiposenter tampaknya terletak di zona kelemahan yang sudah ada sebelumnya, yang kemungkinan besar merupakan patahan.

Sebaran pusat-pusat swarm sejak 1997 menggambarkan zona berorientasi utara-barat laut - tenggara-selatan yang memanjang dengan panjang sekitar 10 km dan lebar sekitar 2 km saja.

Cairan Gempa

Stephen A. Miller, dalam Advances in Geophysics, menyebutkan gempa kawanan dapat bertahan berminggu-minggu dan menghasilkan ribuan gempa bumi dalam volume relatif kecil. Cairan pasti terlibat dalam urutan gempa kawanan ini, tetapi bagaimana mereka muncul dan menghilang tidak bisa dipastikan.

Model konseptual yang diusulkan Hill menggambarkan jalinan kompleks rekahan berisi cairan memuat "jembatan" kekuatan tinggi yang diisolasi dari jaringan hidrolik. Hal itu menghasilkan banyak kejadian kecil tetapi tanpa rekahan tembus yang cukup untuk menghasilkan satu kejadian besar.

Perilaku tipe gempa kawanan juga ditemukan dalam "sistem panas bumi yang disempurnakan" (EGS). Cairan bertekanan tinggi disuntikkan ke batuan yang kompeten untuk merangsang permeabilitas untuk eksploitasi sumber daya panas bumi di kemudian hari.

Hal ini menunjukkan bahwa seismisitas swarm alami juga melibatkan stimulasi reservoir bertekanan berlebih yang menyebar melalui jerat seperti bukit untuk menghasilkan aktivitas seismik.

Seismisitas gempa kawanan yang digerakkan oleh CO2 berimplikasi di banyak wilayah, termasuk Bohemia di Republik Ceko, dalam migrasi kawanan di kerak bawah di Gunung Mammoth, perilaku seperti difusi kawanan di Salton Trough, dan di Rift Afrika Timur.

Kajian ini mengungkap adanya hubungan yang sangat meyakinkan antara pelepasan CO2 dan gempa kawanan seismik yang ditangkap di lingkaran pohon di Yellowstone.

Denyut CO2 magmatik, yang menunjukkan peningkatan CO2 lima kali lipat, bergerak cepat melalui 5 km kerak rapuh, menunjukkan peningkatan permeabilitas yang besar dan sementara. 

Permeabilitas adalah salah satu parameter petrofisik yang berupa kemampuan batuan untuk dapat meloloskan fluida. (Restu Wahyuning Asih, Saeno)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.