Bisnis, JAKARTA — Keberadaan Starlink dikhawatirkan oleh beberapa pelaku industri telekomunikasi. Perusahaan milik Elon Musk itu bisa melakukan strategi jual rugi produk layanan internet alias predatory pricing di Indonesia.
Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wayan Toni Supriyanto mengatakan bahwa pihaknya memastikan pemain telekomunikasi diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan yang sama tanpa ada keberpihakan ke siapapun, termasuk Starlink.
Adapun, Wayan menyampaikan bahwa regulasi yang ditetapkan adalah UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Baca juga: Deretan Negara yang Pernah Pindah Ibu Kota
“Saya belum bisa jawab, apakah mereka [Starlink] akan melakukan seperti itu [predatory pricing],” kata Wayan, Selasa (21/5/2024).
Mengutip pasca.unair.ac.id, predatory pricing adalah penetapan harga serendah-rendahnya oleh penjual terhadap harga produknya. Tujuannya adalah mematikan usaha para pedagang lain yang menjual barang sejenis.
Ketika perusahaan atau penjual lain mati atau menutup usahanya, maka mereka yang melakukan predatory pricing akan menjadi satu-satunya penjual di pasar. Dengan kata lain, dia menjadi monopolis di pasar untuk produk tersebut.
Perusahaan atau penjual yang melakukan predatory pricing tentunya adalah perusahaan yang bermodal kuat.
Sementara mengutip plutkumkm-kabupatenpekalongan.com, predatory pricing adalah praktik menjual barang dengan menetapkan harga di bawah modal/harga pokok produksi yang otomatis jauh di bawah harga pasar dengan tujuan melemahkan pesaing.
Hal tersebut mengacu pada Menurut Pasal 20 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Setidaknya ada dua hal yang menjadi bahaya predatory pricing.
1. Perang harga yang Tidak Sehat
Adanya sebuah produk yang menetapkan harga sangat murah akan memicu produk serupa atau produk lain mematok harga yang sama murahnya. Sedangkan penjual lain yang tidak bisa bersaing secara harga akan kesulitan dan bisnisnya mati.
Baca juga: Sejarah BATA, Sepatu Anak Sekolah di Era ‘90-an
2. Monopoli Pasar
Jika predatory pricing dibiarkan terus menerus, akan ada penjual yang tidak lagi kuat memberi harga terlalu murah lalu menjadi bangkrut dan mundur dari pasar. Akhirnya hanya penjual terkuat yang betahan dan menaikkan harga produk mereka.
Konsumen pun terpaksa akan membeli produk dari penjual tersebut meskipun dengan harga yang kembali mahal karena sudah tidak ada lagi penjual pesaing.