Mengenal Satelit Nano Buatan RI, Meluncur via Jepang April 2022

Rencana saat ini, satelit nano perdana buatan mahasiswa Indonesia harus dikirim ke Jepang pada Desember 2021, lalu menunggu slot peluncuran roket dengan SpaceX pada April 2022

Leo Dwi Jatmiko

25 Okt 2021 - 19.52
A-
A+
Mengenal Satelit Nano Buatan RI, Meluncur via Jepang April 2022

Satelit nano/reseiwe

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah Indonesia bakal meluncurkan satelit berukuran kecil atau nano dari Jepang pada April 2022. Infrastruktur penunjang telekomunikasi tersebut saat ini memasuki tahap akhir pengembangan. 

Plt. Kepala Pusat Teknologi Satelit, Organisasi Riset Penerbangan & Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyudi Hasbi mengatakan Indonesia saati ini sedang mengembangkan satelit nano. 

Satelit tersebut berbentuk kubus dengan ukuran 10x10x10cm dan berat sekitar 1 kilogram. Jika tidak ada halangan, satelit ini pada Desember 2021 akan dikirim ke Jepang. 

“Rencana saat ini, Desember harus dikirim ke Jepang, lalu menunggu slot peluncuran roket dengan SpaceX pada April 2022,” kata Wahyudi kepada Bisnis, Senin (25/10/2021). 

Meski direncanakan meluncur pada April 2022, kata Wahyudi, target tersebut masih berpotensi berubah. 

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses peluncuran, seperti kesiapan roket peluncur dan cuaca. 

“Bisa jadi rencana ini berubah juga tergantung kesiapan slot peluncurannya juga dan faktor lainnya,” kata Wahyudi. 

Untuk pemanfaatan satelit nano nantinya, Wahyudi mengatakan teknologi tersebut bisa digunakan untuk penelitian dan banyak digunakan oleh kampus-kampus serta perusahaan rintisan untuk melakukan pengembangan satelit awal. 

“Karena platform kecil ini biaya peluncurannya juga lebih murah, berkisar US$30.000—US$40.000/kg,” kata Wahyudi. 

Ilustrasi satelit nano/istimewa

Dia menambahkan karena  ukuran satelit nano yang sedang dikembangkan sanga kecil,  biaya pengembangannya terbilang murah. 

Berdasarkan catatan Wahyudi, biaya pengembangan satelit nano berkisar US$50.000—US$100.000 per unit tergantung misi dan teknologi yang akan digunakan dalam satelit berbentuk kubus ini.

“Pengembangan satelit kubus ini sangat penting bagi akuisisi teknologi bagi kalangan akademisi/kampus dan juga startup,” kata Wahyudi. 

Adapun mengenai jumlah satelit kubus yang dibutuhkan di Indonesia, kata Wahyudi, untuk misi komunikasi internet untuk segalanya atau internet of things (IoT) saja, Indonesia butuh minimal 9 satelit. 

Sebanyak 9 satelit itu khusus untuk orbit equatorial atau satelit yang mengorbit dari barat ke timur.  “Kalau orbit polar [utara—selatan], kita butuh lebih banyak lagi,” kata Wahyudi. 

Sekadar informasi, satelit nano dikembangkan dengan melibatkan banyak pihak. Komponen berasal dari PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).

Kemudian, ada juga keterlibatan perguruan tinggi yaitu Universitas Surya, bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dalam hal pengembangan satelit.

Adapun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyiapkan dari sisi slot orbit. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan keberadaan satelit yang andal dibutuhkan untuk memangkas disparitas digital khususnya yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).  

Kemenkomifo pun mendukung inovasi teknologi satelit nano buatan Indonesia, yang melibatkan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi dalam hal Universitas Surya.  

“Kami mendukung penuh riset teknologi satelit Indonesia yang dilakukan oleh generasi bangsa kita. Khususnya milenial,” kata Johnny dalam konferensi virtual, Senin (25/10/2021).

Johnny mengatakan salah satu dukungan yang diberikan oleh Kemenkominfo adalah perihal perizinan slot orbit kepada International Telecommunication Union (ITU). 

Sementara itu, dukungan terhadap pengembangan satelit nano juga diberikan oleh PSN perihal komponen-komponen untuk satelit. “Kami berikan dukungan riset bagi usaha satelit, khususnya Nano Satellite,” kata Johnny. 

BUTUH BANYAK

Di sisi lain, Pemerintah Indonesia perlu menghadirkan banyak satelit nano untuk mendukung berbagai kegiatan di Tanah Air. 

Satelit nano yang berbentuk sangat kecil jika dibandingkan dengan satelit konvensional, diyakini tidak optimal fungsinya jika diluncurkan dalam jumlah sedikit.  

Ketua Pusat Kajian dan Regulasi Telekomunikasi Institute Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan pemanfaatan satelit nano akan optimal jika melibatkan banyak satelit. Memiliki bentuk yang jauh lebih kecil dari satelit biasa, fungsi satelit nano terbatas. 

“Makin banyak Satelit nano yang diluncurkan, makin bagus. Tantangannya di jumlahnya,” kata Ian, Senin (25/10/2021). 

Ian memperkirakan pemanfaatan satelit nano di Tanah Air nanti masih sebatas untuk penelitian kondisi luar angkasa dan komunikasi sederhana. 

Sebelum satelit utama diluncurkan, dibutuhkan sebuah benda kecil yang dilontarkan ke angkasa untuk membaca situasi di atas.  

Satelit nano Indonesia sendiri, menurut Ian, masih harus dikembangkan agar memiliki kemampuan yang lebih baik lagi ke depannya. 

“Satelit nano akan membaca seberapa panas kondisi luar angkasa, apakah satelit akan terbakar jika diluncurkan?” kata Ian. 

Sekadar catatan, beberapa sumber menyebutkan harga satu unit Nano Satelit sekitar Rp700 juta—Rp1 miliar. Peluncuran Satelit nano dapat dilakukan bersama dengan satelit konvensional. Bentuknya yang ringkat memungkin Satelit nano menempel di satelit konvensional.  

MENGENAL TEKNOLOGI

Sebagai informasi, satelit nano tersebut akan dinamai Surya Satellite-1 atau SS-1. Satelit yang dikembangkan oleh Universitas Surya ini memiliki berat 1 kilogram dan akan mengorbit pada ketinggian 400 kilometer dari permukaan bumi.

Dilansir dari situs Surya Satelit 1, SS-1 merupakan merupakan inisiasi pertama program pengembangan nanosatelit yang dilakukan oleh mahasiswa S1 Universitas Surya. 

Dalam program ini, Universitas Surya bekerja sama dengan Center for Robotics and Intelligence Machine (CRIM), Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI), Badan Dirgantara Indonesia (LAPAN), dan Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA).

Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dan United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) telah memilih Surya Satellite 1 untuk putaran ketiga program UNOOSA-JAXA KiboCUBE. 

KiboCUBE adalah inisiatif yang menawarkan lembaga pendidikan dan penelitian dari negara berkembang kesempatan untuk menyebarkan satelit kubus (CubeSats) dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Surya satelit I memiliki misi sebagai fasilitas penelitian ruang orbit rendah dan menyediakan komunikasi Automatic Packet Reporting System (APRS) untuk situasi darurat. SS1 juga memiliki misi sebagai pemicu riset nasional pengembangan satelit nano. 

Tidak hanya itu, SS1 juga memiliki fungsi penting mulai dari transfer data,dan pengumpulan data untuk bencana alam. 

Selanjutnya, satelit ini dapat digunakan sebagai sarana komunikasi bagi seluruh laboratorium universitas, perusahaan, dan amatir radio di seluruh Indonesia. 

Kegunaan praktis lain dari satelit ini termasuk pelacakan posisi mobil, pejalan kaki, perahu nelayan, dan bahkan hotspot di hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.